Selasa kemarin, adalah kali ketiga aku dalam mengikuti kompetisi debat. Setelah dua kali ikut perlombaan yang sebelumnya gagal, dikali terakhir ini pun aku gagal juga. Aku telah dihantam kegagalan tiga kali berturut-turut.Â
Oh ya, aku menulis catatan ini di kereta dalam perjalanan menuju pulang. Jam menunjukan pukul setengah sebelas malam. Keadaan hati dan heningnya gerbong kereta menambah suasana sendu. Disepanjang perjalanan tadi aku ditemani oleh rasa-rasa yang tidak bisa dideskripsikan. Jujur, aku sedikit sedih karena seperti sebelumnya di kompetisi kali ini pun belum bisa membawa kabar baik bagi orang-orang  yang selalu setia menunggu apapun hasil dari perjuangan ini. Maaf, untuk kesekian kalinya aku pulang tanpa piala dan kabar bahagia itu.Â
Sedikit sulit menyadarkan diri ini bahwa semua yang dilalui kemarin itu hanyalah proses. Aku masih belajar untuk sedikit demi sedikit menerima ini semua. Masih belajar membuat diri ini sadar bahwa orang-orang yang sudah menang berkali-kali itu pun pasti sebelumnya pernah juga melewati proses gagal berkali-kali seperti keadaanku sekarang. Namun, yang istimewa dari mereka adalah bagaimana cara mereka dalam menyikapi kegagalan itu. Yang tidak pernah putus asa dan selalu berjuang. Menikmati setiap perjalanannya dan menelan semua pahitnya.
Mereka yang berhasil adalah mereka yang sudah berteman baik dengan kegagalan. Yang sudah terbiasa dan tidak bosan dalam percobaan berulang. Dan itu yang sedang aku usahakan. Mencoba mengenal lebih dekat dengan kegagalan dan berteman baik dengannya mulai dari sekarang. Agar tidak ada keasingan jika ditemukan lagi di hari kemudian. Mari kita coba lagi di kompetisi berikutnya. Terimakasih Jakarta atas pengalaman berharganya di tiga hari kemarin.
Salsa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H