Awal Kisah, Aku Bertemu dengan Raditya
Aku terdiam sejenak, terduduk di sudut bangku ruang kampus sore itu. Mataku menatap dengan nanar, raut kesedihan yang terlihat di wajah Raditya. Ia mendapat kabar, jika ibunya yang berada di kampung dalam kondisi sakit yang cukup parah.Â
Hal ini yang menyebabkan hampir dua bulan, Raditya tidak bersemangat untuk belajar. Padahal ujian semester akan segera dilaksanakan di akhir bulan. Aku khawatir, Raditya tidak mendapatkan nilai terbaik jika pikiran dan hatinya terbebani akan keadaan ibunya yang sakit.
Sore itu, terlihat wajah Raditya tampak lelah karena seharian bekerja sebagai buruh panggul di pasar tradisional di pusat pasar kota. Sebagai teman sekampus, aku merasa iba melihat keadaan Raditya.Â
Sejak ibunya sakit keras, Raditya tidak lagi menerima uang bulanan yang biasanya dikirim oleh ibunya. Karena dua bulan tidak mampu membayar biaya kost, ia harus keluar dari kost-kostan.Â
Saat ini Raditya menempati ruangan kosong di salah satu rumah warisan orang tuaku. Sebagai teman kuliah, aku merasakan bagaimana kondisi yang dialami Raditya.Â
Rasa perhatian yang kuberikan kepada Raditya, sebagai bentuk persahabatan yang hampir 4 tahun telah terjalin. Aku berusaha memberikan semangat kepada Raditya agar terus berjuang untuk menggapai cita-cita.
"Kamu harus bersabar Radit, semoga ibumu cepat sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasa lagi. Jangan pernah berputus asa, tetap semangat untuk meraih sukses. Ingat Radit, kamu harus membuat ibumu tersenyum. Semoga cita-citamu dapat mengubah kondisimu saat ini. " Aku menghampiri Raditya dengan tetap mengingatkannya untuk selalu mendoakan kesembuhan ibunya.Â
"Terimakasih Rangga, kau masih memberikan semangat untukku. Entahlah, jika saja bukan karena ibuku, mungkin aku tidak akan kuliah hingga saat ini. Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Ibuku seperti tenaga dan kekuatan bagiku untuk bangkit dari keterpurukan masa lalu yang pernah kami lalui bersama. Aku ingin di usia tuanya, ibuku tidak harus bekerja keras lagi. Beliau harus duduk dan tersenyum tanpa memikul beban hidup lagi." Itulah perkataan yang terucap dari Raditya yang sejak tadi masih terlihat murung.
Senja pun mulai redup, seakan mewakili suasana hati Raditya yang sedang sedih. Ia tertunduk lesu sambil menutup wajah dengan kedua tangannya. Sepertinya kekalutan jiwanya memikirkan kondisi ibunya masih terus menggangu pikirannya. Aku berusaha untuk menenangkan perasaan sedih yang sedang dirasakan oleh Raditya. Ia harus tetap fokus pada dirinya agar tidak terus memikirkan kondisi ibunya, sehingga dapat berimbas dengan kesehatan tubuhnya sendiri. \
"Sudahlah Radit, kamu harus tetap menjaga kondisi tubuhmu. Aku khawatir dirimu akan jatuh sakit jika terus-menerus memikirkan keadaan ibumu. Memang, aku tidak dapat membantumu secara finansial. Tetapi, aku berharap agar engkau juga memikirkan masa depanmu.Â