Pagi ini tepat pukul delapan, aku harus segera masuk kerja. Setelah tiga bulan lamanya perusahaan memberikan waktu bekerja di rumah kepada karyawan karena wabah covid-19. Aku dan teman-teman sekantor merasa sedikit lega, dapat kembali bekerja dengan tetap mematuhi protokoler di saat pandemi.Â
Sembari mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor, aku selalu berpapasan dengan tetanggaku yang berprofesi sebagai seorang perawat di rumah sakit swasta tepat di samping kantor tempatku bekerja. Faisal, itulah nama yang sering menyapa dan selalu tersenyum saat aku akan berangkat bekerja.
Faisal seorang yang ramah dan tidak pernah terlihat murung, meskipun setiap hari bekerja dengan tingkat risiko yang tinggi merawat pasien covid-19. Ia juga tetap menjaga diri serta mengantisipasi, agar terhindar dari penyebaran virus tersebut pada dirinya, terlebih masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.Â
Aku sebagai tetangga yang bersebelahan rumah dengan Faisal sudah empat tahun tinggal dan menetap di lingkungan kota metropolitan. Aku dan Faisal merupakan warga perantauan dari dua daerah yang berbeda. Kami memiliki satu tujuan yang sama yaitu mencari pengalaman hidup serta berjuang untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.
Aku dan Faisal terkadang hanya bertemu di saat hendak berangkat bekerja saja. Sedangkan pulang bekerja berbeda-beda waktunya. Maklumlah, jika Faisal harus bekerja ekstra menjaga pasien covid-19 yang semakin hari terus bertambah.Â
Bagi warga di sekitar tempat tinggal kami, tidak lagi merasa takut dan mempersoalkan keberadaan Faisal, yang sebelumnya merasa khawatir akan terpapar virus covid-19. Karena profesi Faisal yang merupakan garda terdepan di bidang kesehatan, sehingga tugas yang dilakukannya terasa sangat mulia.
Di minggu terakhir di bulan Juni, aku bermimpi tentang Faisal yang sangat mengganggu pikiranku. Di dalam mimpiku, Faisal dengan selalu tersenyum melambaikan tangannya ke arahku, seolah-olah menyampaikan salam perpisahan.Â
Sontak saja aku terbangun dan membaca istighfar da ta'awudz agar mimpiku itu tidak terjadi. Aku segera bangkit dari tempat tidurku, lalu membersihkan diri dan menunaikan sholat gardu subuh. Selesai sholat, aku menyiapkan sarapan pagi dan menyiapkan perlengkapan kerjaku untuk berangkat ke kantor.Â
Sebelum berangkat ke kantor, sesekali mataku tertuju ke arah rumah Faisal untuk melihat keberadaannya. Saat aku melihat ke arah pintu rumah Faisal, ia juga keluar rumah dengan tetap menebarkan senyum ke arahku. Aku pun membalas senyuman itu. Aku bersyukur ternyata Faisal masih dalam kondisi baik-baik saja. Aku segera mengunci pintu rumah dan bergegas menuju kantor.
Di saat bekerja, aku terus teringat mimpiku yang membuat perasaan ini seakan tidak berhenti memikirkan Faisal tetanggaku. Ya, di dalam mimpiku Faisal berpakaian serba putih melambaikan tangannya, seolah-olah ingin berpamitan padaku. Semoga saja itu hanya mimpi dan tidak menjadi kenyataan, doaku dalam hati.Â
Aku bergegas menuju ruang musholla kantor untuk menunaikan sholat Dzuhur. Setelah selesai sholat, aku segera menuju rumah sakit tempat Faisal bekerja yang lokasinya tepat di depan kantorku. Syukurlah aku masih melihat Faisal sedang mengantar pasien ke ruang IGD. Perasaanku terasa sedikit lega karena Faisal dalam kondisi yang baik-baik saja.