Mohon tunggu...
Ali Arief
Ali Arief Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Saya berasal dari Kota Medan...berkarya dan berkreativitas dibutuhkan kemauan dan keyakinan untuk tetap konsisten di jalur kejujuran dan kebenaran...tetap belajar memperbaiki diri...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Napas Terakhir

26 Maret 2020   22:53 Diperbarui: 26 Maret 2020   22:54 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku mulai tersadar kenangan yang muncul dibenakku. Seketika melihat wajah ayahku yang telah menua dengan kulit yang mengeriput berada di atas pembaringan. Tanpa terasa, mataku berkaca-kaca. Batinku menjerit menahan kepedihan di hati. Matanya terus terpejam,tanpa menunjukkan tanda-tanda sesaat untuk melihat diriku.

Kondisi ayah sudah koma, napasnya terdengar turun-naik. Aku terus berada di sebelah ayah sembari membisikkan kalimat tauhid di telinganya. Seluruh tubuh ayah terlihat tidak bergerak. 

Aku mulai menyentuh kaki dan kedua tangannya. "Ayah, bukalah kedua matamu, pandanglah aku anakmu untuk yang terakhir kalinya, pintaku dalam hati."

Kaki dan kedua tangan ayahku, terasa mulai dingin. Napasnya perlahan-lahan tidak terdengar lagi. Napas terakhir yang membuat jiwaku semakin tersayat-sayat. Napas terakhir yang telah memisahkan aku dengan ayah. Napas terakhir yang memberikan jalan bagi ayah untuk berpisah dengan kehidupan dunia.

Aku pun tertunduk sambil melatunkan ucapan yang menyadarkan diri ini untuk menerima takdir. Aku akan senantiasa kuat dan tabah menerima segala takdir yang telah diatur dan digariskan Allah Ta'ala. 

Aku memeluk kakak dan adikku sembari mengikhlaskan kepergian ayahku untuk selama-lamanya. Aku dan keluarga segera melakukan prosesi fardhu kifayah terhadap jenazah ayah. Aku harus kuat untuk menjadi imam saat Ayah disholatkan nantinya.

Prosesi fardhu kifayah telah diselesaikan. Aku bersama kakak dan adikku masih sangat kehilangan ayah. Aku menatap foto ayah beserta ibuku yang berada di dinding ruangan tamu. Ibuku lebih dahulu meninggal dunia, 9 tahun yang lalu. Kini, aku dan saudara-saudaraku harus kehilangan kedua sosok yang menjadi panutan, yang juga menjadi penyemangat hidup.

Aku sadar hidup ini harus tetap berlanjut. Sosok ayah dan ibuku akan menjadi penyemangat bagiku, juga saudara-saudaraku. Aku akan meneruskan segala bentuk kepribadian yang sangat baik dari ayah dan ibuku semasa hidupnya dahulu. Aku akan menjaga nama baik ayah dan ibuku. Aku ingin, kebaikan yang pernah dilakukan ayah dan ibuku di masa hidupnya, mengalir di dalam jiwaku juga.

Aku ingin, napas terakhirku nanti dapat mengucapkan kebesaran dan keagungan Allah, Sang Pencipta Alam semesta. Aku juga ingin berkumpul di padang mahsyar bersama ayah dan ibuku, memeluk keduanya dengan erat. 

Aku hanya memohon kepada Sang Pencipta agar ayah dan ibuku, senantiasa mendapatkan kenikmatan di alam barzakh. Aku merasakan kerinduan yang sangat mendalam di sela-sela sujudku. 

Di dalam doa-doaku, selalu kumunajahkan, "Allahummagfirlahum, warhamhum, wa 'afihi, wa' fu anhum." Tetes air mata mengalir di saat aku meminta pada-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun