Mohon tunggu...
alianuri 2104
alianuri 2104 Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Nama saya Alia Nuri Yanto Saya kuliah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, di program studi ilmu komunikasi, saya menyukai dunia buku,musik,dan sosial media terutama twitter

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Prasasti di Museum Nasional: Warisan Abadi untuk Generasi Mendatang

29 November 2024   20:36 Diperbarui: 29 November 2024   20:36 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: peneliti langsung)

Bagi generasi muda, mempelajari prasasti menawarkan kesempatan untuk menyelami sejarah lebih dalam, memahami perjalanan bangsa, dan menghargai warisan leluhur. Dengan pendekatan yang lebih kreatif, seperti memanfaatkan teknologi untuk menggali informasi tentang prasasti, generasi sekarang dapat lebih mudah terhubung dengan masa lalu dan menjaga keberlanjutan warisan sejarah ini untuk masa depan.

Salah satu tempat yang menyimpan koleksi prasasti berharga adalah Museum Nasional Indonesia yang berada di Jakarta Pusat. Museum ini tidak hanya menampilkan koleksi benda-benda bersejarah, tetapi juga mencerminkan keragaman budaya dan sejarah Indonesia. Di antara koleksi yang menarik perhatian pengunjung adalah prasasti-prasasti yang menggambarkan berbagai aspek kehidupan masyarakat di masa lalu.

Museum Nasional, yang dikenal sebagai salah satu penjaga utama warisan sejarah dan budaya Indonesia, mengalami musibah besar pada hari Sabtu, 16 September 2023 pukul 20.00 WIB.

Kebakaran yang melanda bangunan bersejarah ini tidak hanya merusak bagian fisik gedung, Museum ini kehilangan koleksi seperti: Prasast kuno (Prasasti tugu, Prasasti Telaga Batu), Koleksi arca dan Perunggu, Koleksi keramik dan logam (keramik kuno yang berasal dari Tiongkok, Persia, dan Eropa), Koleksi Tekstil tradisional (batik dan songket), Koleksi Manuskrip dan Dokumen kuno, Koleksi etnografi (Rumah adat miniatur dan pakaian tradisional)

Insiden ini mengundang perhatian masyarakat luas, terutama terkait upaya pelestarian dan perlindungan terhadap warisan budaya kita.

Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai prasasti yang terdapat di Museum Nasional dan bagaimana benda-benda tersebut memberikan pemahaman lebih dalam tentang sejarah Indonesia.

Mengenal lebih jauh terkait Museum Nasional

Museum Nasional, yang sering disebut Museum Gajah, adalah salah satu ikon budaya di Jakarta. Patung gajah perunggu di halaman depan, yang menjadi asal usul nama julukan ini, merupakan hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand saat kunjungannya ke Hindia Belanda pada tahun 1871.

Didirikan pada tahun 1778, Awalnya oleh lembaga ilmiah bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.

 Julukan "Museum Gajah" berasal dari hadiah patung gajah perunggu dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand pada tahun 1871, yang ditempatkan di halaman depan museum.

 Terletak di Jalan Medan Merdeka Barat No. 12, Jakarta Pusat, museum ini menjadi destinasi edukatif yang penting. Meskipun pernah mengalami insiden kebakaran, museum ini tetap menjadi simbol pelestarian warisan budaya.

Pada masa pemerintahan Inggris tahun (1811-1816), Direktur dari Bataviaaschsch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Sir Thomas Stamford Raffles memerintah pembangunan gedung baru yang terletak di Jalan Majapahit No. 3 Gedung ini digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (Societeit de harmonie).

Lokasi gedung ini sekarang menjadi bagian dari kompleks sekretariat negara.

Pada tahun 1862, setelah koleksi memenuhi museum di Jalan Majapahit, Pemerintah Hindia-Belanda mendirikan gedung yang hingga kini masih ditempati. Gedung Museum ini dibuka untuk umum pada tahun 1868.

Pada tanggal 17 September 1962, Setelah Indonesia merdeka, Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI) menyerahkan museum tersebut pada Pemerintah Republik Indonesia

Sejak itu pengelolaan museum dilakukan oleh Direktorat Jendral Kebudayaan, dibawah Kementrian dan Kebudayaan. Mulai tahun 2005, Museum Nasional berada di bawah pengelolaan kementrian Kebudayaan dan Pariwisata sehubungan dengan dipindahnya Direktorat Jenderal Kebudayaan Lingkungan budaya tersebut.

Sebagai museum terbesar dan tertua di Indonesia, Museum Nasional memiliki koleksi yang sangat kaya. Terdapat lebih dari 140.000 artefak yang mencakup sejarah, prasejarah, arkeologi, numismatik, keramik, hingga etnografi. Museum Nasional adalah simbol identitas bangsa Indonesia, yang tidak hanya menampilkan sejarah panjang Nusantara tetapi juga merangkul keberagaman budaya. Museum ini menjadi tempat belajar, penelitian, dan refleksi terhadap perjalanan peradaban Indonesia. Museum ini menjadi jendela bagi masyarakat untuk memahami kekayaan budaya dan sejarah Nusantara.

Museum Nasional Indonesia memiliki berbagai ruangan yang dirancang untuk menampilkan koleksi bersejarah yang mencakup berbagai aspek kebudayaan dan sejarah Indonesia. Beberapa ruangan utama di dalam museum ini antara lain:

I.Ruang Prasejarah: Menampilkan koleksi yang berkaitan dengan masa prasejarah Indonesia, seperti alat-alat batu, fosil-fosil, dan temuan-temuan yang memberikan gambaran tentang kehidupan manusia purba di Nusantara.

II.Ruang Etnografi: Memperlihatkan keberagaman budaya dan suku bangsa di Indonesia, dengan berbagai pakaian adat, alat musik tradisional, dan barang-barang kebudayaan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

III.Ruang Arkeologi: Menyimpan koleksi prasasti, relief, patung, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan peradaban kuno di Indonesia, seperti kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dan Islam.

IV.Ruang Numismatika: Menampilkan koleksi uang kuno, baik dari masa kerajaan-kerajaan di Indonesia maupun dari berbagai peradaban lain yang berinteraksi dengan Nusantara.

V.Ruang Keramik: Memamerkan berbagai jenis keramik yang ditemukan di Indonesia, barang-barang hasil perdagangan internasional yang datang ke Indonesia pada masa lalu.

VI.Ruang Sejarah: Menggambarkan perkembangan sejarah Indonesia, dari masa kerajaan hingga perjuangan kemerdekaan, dengan koleksi seperti dokumen, foto, dan artefak sejarah penting.

1.Aneka macam  Prasasti di Museum Nasional

A.Prasasti Ganesha

"Arca Ganesa yang digambarkan berdin naucun duduk dari Jawa memsiki cin khas yaitu beron ondan anak-anak berkepala gajah, Ganesa yang ditemukan Desa Simojayan di tereng Semeru inc benetapkan Talit nampir serupa dengan atta Danese Karangkates"

Prasasti ini menggambarkan sosok Dewa Ganesha, yang dikenal sebagai dewa kebijaksanaan dan pelindung ilmu dalam agama Hindu. Dalam prasasti ini, Ganesha digambarkan berdiri, sebuah bentuk representasi yang cukup langka dan memiliki makna simbolis dalam konteks keagamaan dan kebudayaan Hindu.

Prasasti Standing Ganesha ditemukan di daerah yang pernah menjadi pusat peradaban Hindu-Buddha di Indonesia, Ganesha dalam prasasti ini biasanya digambarkan dengan kepala gajah dan tubuh manusia, simbol kecerdasan dan kebijaksanaan, serta kedudukan pentingnya dalam kepercayaan Hindu.

Prasasti ini tidak hanya berfungsi sebagai objek keagamaan, tetapi juga sebagai salah satu bukti sejarah yang menunjukkan pengaruh Hindu yang mendalam dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa itu. Berdasarkan penelusuran lebih lanjut, prasasti ini dapat membantu para peneliti dan pengunjung museum memahami lebih dalam tentang perjalanan sejarah kebudayaan Hindu di Nusantara.

B.Prasasti Brahma

"Brahma dewa berkepala empat, melambangkan empat kitab Weda, empat Yuga, dan empat warna. Thomas Stamford Raffles mencatatnya dalam History of Java (1817),

Sebagai patung dengan kepala-kepala yang dipahat mewah. Tiga kepala terlihat jelas, dengan angsa dan teratai dibawahnya, serta kedua tangan di posisi meditasi memegang teratai." Sosok Brahma dalam prasasti ini biasanya digambarkan duduk dalam posisi padmasana atau teratai, melambangkan ketenangan, kebijaksanaan, dan kekuatan penciptaan. Brahma, sebagai dewa pencipta dalam Trimurti Hindu, sering digambarkan dalam sikap meditasi untuk menunjukkan perenungannya terhadap alam semesta dan proses penciptaan.

Posisi duduk teratai dalam prasasti ini memiliki makna filosofis yang mendalam. Teratai melambangkan kemurnian dan kesucian, karena bunga ini tumbuh di air berlumpur tetapi tetap bersih dan indah. Tangan Brahma yang berada dalam posisi meditasi mencerminkan kedamaian batin dan keseimbangan spiritual, mengajarkan pentingnya ketenangan pikiran dalam mencapai kebijaksanaan. Prasasti Brahma tidak hanya merepresentasikan nilai-nilai spiritual, tetapi juga memperlihatkan bagaimana budaya lokal mengadaptasi ajaran Hindu yang berasal dari India.

C. Prasasti Durga Mahisasuramardini 

"Dewi Durga Mahisasuramardini menempati relung Utara candi Hindu Saiwa. Durga dikenal sebagai sakti (pasangan) Dewa Siwa dalam aspek Khodam (marah). Berbekal banyak senjata pemberian para dewa, Dewi Durga berhasil mengalahkan raksasa kerbau Mahisasura sehingga disebut Durga Mahisasuramardini."

Dalam prasasti ini, Dewi Durga digambarkan berdiri dengan penuh wibawa, memiliki beberapa tangan yang masing-masing memegang senjata seperti cakra, trisula, pedang, atau busur panah. Sosok Durga sedang menaklukkan Mahisa yang biasanya digambarkan 

dalam wujud kerbau atau setengah manusia, setengah binatang. Adegan ini menggambarkan kemenangan kebenaran atas kekuatan jahat dan merupakan simbol kekuatan perempuan yang tangguh.

Prasasti Durga Mahisasuramardini adalah salah satu peninggalan bersejarah yang menampilkan dewi Durga dalam wujud Mahisasuramardini, yakni sebagai penakluk asura (iblis) berbentuk kerbau bernama Mahisa. Sosok Durga Mahisasuramardini sangat penting dalam tradisi Hindu, melambangkan kekuatan, keberanian, dan perlindungan terhadap kebaikan melawan kejahatan. Prasasti atau arca ini sering ditemukan di situs-situs arkeologi Hindu di Indonesia, seperti candi-candi peninggalan kerajaan Mataram Kuno, Singhasari, atau Majapahit.

Kehadiran Durga juga menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap peran dewi sebagai pelindung dan penegak dharma (kebenaran). Dalam konteks kerajaan, prasasti semacam ini sering digunakan untuk menunjukkan legitimasi kekuasaan raja, yang dianggap mendapat perlindungan dan restu dari dewi Durga. Prasasti Durga Mahisasuramardini memiliki makna mendalam bagi masyarakat Hindu pada masa itu, menggambarkan perjuangan melawan kejahatan dan perlindungan terhadap dunia.

D.Prasasti Siwa Mahadewa

"Siwa Mahadewa adalah dewa tertinggi dalam agama Hindu yang melambangkan kehancuran. Tapi, ia juga yang menciptakan kembali alam semesta beserta isinya."

Siwa digambarkan sebagai sosok agung yang melambangkan kekuatan kosmis. Dalam beberapa prasasti atau arca yang menyertai prasasti, Siwa sering digambarkan dalam posisi meditasi, memegang trisula (tombak tiga mata), damaru (gendang kecil), atau lingga sebagai simbol kesuburan dan kekuatan penciptaan. Prasasti Siwa Mahadewa menekankan Siwa sebagai dewa yang mengatur siklus kehidupan dan kematian, mengingatkan umat Hindu akan siklus alam semesta yang berputar tanpa henti.

Siwa Mahadewa dalam prasasti ini diidentifikasi sebagai manifestasi Siwa dalam aspek tertingginya, yakni sebagai pencipta, pemelihara, dan pelebur alam semesta. Prasasti ini biasanya ditemukan di situs-situs candi yang didedikasikan untuk pemujaan Dewa Siwa.

Prasasti Siwa Mahadewa adalah peninggalan penting yang menegaskan peran Dewa Siwa sebagai dewa tertinggi dalam kepercayaan Hindu di Indonesia pada masa kerajaan-kerajaan kuno seperti Mataram Kuno, Majapahit, atau Singhasari.

Secara historis, prasasti ini tidak hanya berfungsi sebagai simbol keagamaan, tetapi juga politik. Penguasa pada masa itu sering mengasosiasikan dirinya dengan Siwa Mahadewa untuk menunjukkan bahwa kekuasaannya adalah bagian dari kehendak ilahi. Prasasti ini memberikan legitimasi kepada raja sebagai perwakilan Siwa di dunia, memperkuat posisi mereka di mata rakyat.

Prasasti Siwa Mahadewa memiliki nilai historis dan spiritual yang tinggi, memberikan wawasan tentang bagaimana kepercayaan Hindu membentuk budaya, seni, dan pemerintahan di Nusantara. Saat ini, prasasti semacam ini dapat ditemukan di museum-museum besar seperti Museum Nasional Indonesia, yang berfungsi sebagai saksi bisu perjalanan panjang sejarah peradaban Hindu di Indonesia.

2.Mengenali Topeng sebagai simbol Upacara adat Indonesia

a.Topeng Barong Landung asal Bali

Barong bali berasal sebagai perkembangan dari barong ponorogo atau Reog, yang oleh raja Airlangga dibawa saat mengungsi ke pulau Bali untuk menyelamatkan diri. Selain Barong Ponorogo, Airlangga juga membawa bentuk-bentuk seni sastra, aksara jawa, serta ritual keagamaan. Topeng Barong Landung adalah salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional Bali yang unik dan memiliki nilai historis serta simbolis yang mendalam. Barong Landung berbeda dari Barong pada umumnya, karena berwujud sepasang patung besar yang menyerupai manusia dan memiliki bentuk yang menyerupai boneka raksasa. Barong Landung ini mewakili dua sosok utama, yaitu Jero Gede (Barong laki-laki) dan Jero Luh (Barong perempuan), Jero Gede: Digambarkan sebagai sosok laki-laki berkulit gelap dengan wajah besar dan ekspresi tegas, melambangkan kekuatan dan perlindungan.

Jero Luh: Berwajah putih atau terang dengan ekspresi halus, mewakili keindahan, kelembutan, dan kesuburan.

Kisah ini menggambarkan hubungan harmonis antara Bali dan Tiongkok pada masa lalu. Pertunjukan Barong Landung menjadi wujud penghormatan terhadap sejarah tersebut sekaligus menjadi simbol persatuan dan keseimbangan.

Topeng Barong Landung melambangkan keseimbangan dualitas dalam kehidupan, yaitu antara kekuatan maskulin dan feminin, gelap dan terang, serta kebaikan dan kejahatan. Pertunjukan ini biasanya dilakukan untuk mengusir roh jahat dan melindungi desa dari gangguan spiritual.

b.Topeng Batak Simalungun asal Sumatera Utara

Topeng Simalungun memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

*Berbentuk wajah bujur telur dan cukup untuk menutupi muka

*Berpolesan warna yang romantik

*Tidak menggambarkan wajah yang seram atau menakutkan

*Ekspresi wajah yang rendah hati, optimis, dan mempesona

*Terdiri dari empat jenis topeng, yaitu topeng wanita, dua topeng pria, dan topeng burung

Salah satu sub-etnis Batak yang berasal dari wilayah Simalungun, Sumatera Utara. Topeng ini digunakan dalam berbagai upacara adat dan ritual keagamaan, terutama yang berkaitan dengan penghormatan terhadap leluhur, penyembuhan, atau pengusiran roh jahat. Topeng Simalungun menonjolkan kekayaan budaya Batak yang sarat akan simbolisme dan kepercayaan tradisional.

Topeng Simalungun digunakan dalam tarian dan ritual tertentu, seperti upacara mangongkal holi (pemindahan tulang leluhur) atau dalam acara penyembuhan tradisional. Penari yang memakai topeng akan menari mengikuti irama musik tradisional Batak Simalungun, seperti gondang sabangunan, yang dipercaya mampu menghadirkan roh leluhur.  Topeng Batak Simalungun tidak hanya berfungsi sebagai sarana ritual, tetapi juga sebagai cerminan filosofi kehidupan suku Batak. Nilai-nilai seperti penghormatan terhadap leluhur, hubungan manusia dengan alam, dan keyakinan akan keseimbangan dunia fisik dan spiritual tercermin dalam penggunaan topeng ini.

Pameran seni tari Pita Maha ()

Sebuah kelompok seniman yang berperan penting dalam perkembangan seni modern di Bali pada awal abad ke-20. Kelompok ini didirikan pada tahun 1936 di Ubud, Gianyar, Bali, dengan tujuan melestarikan serta mengembangkan seni tradisional Bali, sekaligus membuka jalur bagi ekspresi seni yang lebih modern dan kreatif. Nama "Pita Maha" sendiri memiliki makna "kebesaran jiwa" atau "sumber inspirasi agung," yang mencerminkan semangat kelompok ini dalam memajukan seni Bali.

Bertujuan untuk melindungi seniman Bali dari pengaruh komersial yang merugikan, memberikan ruang bagi seniman lokal untuk berkreasi dengan tetap menjaga nilai-nilai tradisional, serta memperkenalkan seni Bali ke kancah internasional. Kelompok ini juga membantu seniman-seniman lokal untuk meningkatkan kualitas karya mereka dan mendapatkan penghargaan yang layak.

Kelompok Pita Maha adalah simbol dari era kebangkitan seni di Bali, di mana seni tidak hanya menjadi bagian dari ritual keagamaan, tetapi juga menjadi media ekspresi yang diakui secara global. Perannya yang penting dalam sejarah seni Bali menjadikannya salah satu tonggak penting dalam perjalanan seni rupa Indonesia.

Sempat mengalami insiden kebakaran 

Pada hari Sabtu 26/09 terjadi sebuah insiden kebakaran yang terjadi di Museum Nasional. 

Kebakaran ini disebabkan oleh korsleting arus listrik di Bedeng proyek renovasi. Kebakaran terjadi pada saat petugas keamanan sedang apel sekitar pukul 19:58 WIB. Ledakan besar dari arah bedang proyek yang berada di belakang Blok A. Api berasal dari letupan pendingin udara (AC) di bedeng tersebut.

Api menjalar ke bangunan permanen di bagian belakang gedung A1 angin kencang membuat api lebih cepat merembet, Api berhasil dipadamkan sekitar pukul 21:47 WIB.

Kebakaran ini menyebabkan hangusnya satu gedung dan sebuah bedeng pekerja.

Beberapa koleksi yang terbakar adalah replika di bagian prasejarah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun