Probolinggo - Sebuah upaya membumikan Islam yang ramah dan moderat tengah berlangsung di Desa Condong, Kecamatan Gading. Sepuluh mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universitas Islam Zainul Hasan (UNZAH) Genggong memilih Musholla Nurul Islam dan Pondok Pesantren Qolbul Qur'an sebagai ladang pengabdian mereka.
Bukan tanpa alasan, kehadiran mereka di pesantren ini membawa misi besar: menanamkan nilai-nilai moderasi beragama berbasis Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) di tengah masyarakat dan lingkungan pesantren.
Dipimpin oleh Della Balqis, mahasiswi Ekonomi Syariah yang bertindak sebagai ketua, tim KKN ini terdiri atas mahasiswa dari berbagai jurusan dengan peran masing-masing. Ada Najmah Syakiratun Ni’am dari Tadris Bahasa Inggris yang membidangi program keagamaan dan ubudiyah, Qomariya Dewi dari Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai bendahara, Izza Qurrotu A’yun (PAI) sebagai wakil ketua, dan Siti Khoirunnisa' dari Manajemen Pendidikan Islam (MPI) yang bertindak sebagai sekretaris. Siti Mutmainnah dari Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) mengurusi perlengkapan, Qori Amelia (PAI) menangani bidang publikasi dan dokumentasi, Siti Fatimah dari Tadris Bahasa Indonesia (TBID) bertugas sebagai humas, serta Wahyuni Citra dari Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) yang mengurusi keamanan. Maria Ulfa dari Tadris Ilmu Pendidikan Sosial (TIPS) juga turut serta sebagai kebersihan.
Pesantren Baru, Tantangan Besar
Pemilihan Pondok Pesantren Qolbul Qur’an sebagai pusat kegiatan KKN bukan tanpa pertimbangan matang. Selain mendapat rekomendasi langsung dari Rektor UNZAH, Dr. Abdul Aziz Wahab, BA. M.Ag.
“Kami ingin membantu mengenalkan pesantren ini lebih luas serta berkontribusi dalam pengembangan dan kemajuannya,” ungkap Della Balqis, Selasa (28/1), saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Namun, perjalanan mereka tidak serta-merta berjalan mulus. Siti Mutmainnah menuturkan, adaptasi dengan jadwal pesantren yang padat menjadi tantangan tersendiri.
“Di sini, kegiatan pesantren sangat dinamis. Kami harus bisa menyesuaikan diri dengan jadwal santri yang padat, mulai dari kajian, mengaji, hingga kegiatan harian lainnya,” katanya.
Meskipun begitu, semangat mereka tak luntur. Untuk mempermudah program, mereka terlebih dahulu melakukan survei lapangan dan pemetaan aset desa. Tak hanya itu, mahasiswa juga melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat dan pengasuh pesantren guna memahami kebutuhan serta budaya keagamaan di lingkungan setempat.
Program Berjalan, Respons Masyarakat Positif