Mohon tunggu...
Jhon Qudsi
Jhon Qudsi Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Media Sosial

Eksistensi suatu peradaban di bentuk oleh tulisan yang melahirkan berbagai karya i buku

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Doa Celana untuk Penyair Joko Pinurbo

19 Juli 2024   02:54 Diperbarui: 19 Juli 2024   03:01 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 27 April 2024, dunia sastra Indonesia berduka atas kepergian penyair kontemporer Indonesia, Philipus Joko Pinurbo, yang lebih dikenal dengan sapaan JokPin. Karyanya kerap menjadi bahan kajian dan perbincangan di dunia sastra, karena mampu menggugah pemikiran pembaca dengan karya-karyanya yang mendalam.

Salah satu ciri khas karya Joko Pinurbo adalah gaya bahasa humor dan kocak yang sederhana namun sarat makna. Ia mampu menyampaikan pesan-pesan filosofis tentang kehidupan, cinta, dan eksistensi manusia melalui padanan kata-kata unik dan imajinatif. Puisinya juga kerap menyoroti kondisi sosial, budaya, dan politik.

Selain itu, Joko Pinurbo dikenal dengan kecenderungan eksperimennya dalam bentuk puisi, sering menggunakan struktur dan pola yang tidak konvensional. Pendekatan kreatif ini menjadikan karyanya menonjol dan memikat bagi para pembaca yang mencari sesuatu yang segar dan berbeda.

Salah satu contoh puisi yang mencuri perhatian adalah "Celana," sebuah perjalanan introspeksi diri yang mengajak pembaca untuk merenung tentang kehidupan, cinta dan kesunyian. Dengan gaya bahasa yang khas dan permainan kata yang cerdas, Joko Pinurbo berhasil menciptakan suasana humor penuh filosofis.

Puisi "Celana 1" menggambarkan perjalanan seorang individu yang ingin membeli celana baru untuk pergi ke sebuah pesta. Meskipun telah mencoba banyak model celana di berbagai toko busana, ia tidak menemukan yang cocok. Bahkan, mencapai titik di mana ia melemparkan celananya di depan pramuniaga dan menyatakan bahwa ia mencari celana yang pas untuk "nampang di kuburan."

Hal ini menunjukkan bahwa ia mencari sesuatu yang lebih dari sekadar penampilan fisik, tetapi juga ingin mencari kecocokan yang lebih dalam atau mungkin menunjukkan rasa humor yang khas dalam situasi tersebut. Puisi ini mengeksplorasi tema tentang pencarian identitas dan kebutuhan akan koneksi dengan masa lalu, ditunjukkan oleh penggalan terakhir di mana ia mencari kubur ibunya untuk menemukan celana lucu yang pernah dipakainya saat bayi.

Barangkali seorang anak itu sudah menemukan celana lucu yang dipakainya waktu kecil dulu, lalu ibunya menjawab, "Nak, celananya sudah menjadi tanah cinta yang menebarkan sejuta doa dari ruang kerinduan, menjelma sebuah puisi." 

Joko Pinurbo adalah warisan sastra Indonesia. Selamat jalan, penyair. Salamkan cintaku kepada Tuhan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun