[caption caption="Teknologi pengolahan air minum, Water Flo, di Desa Pasir, Kabupaten Mempawah, karya warga eks Gafatar, belum lama ini. Warga bisa meminum langsung air yang telah diolah. (foto Tribun Pontianak)"][/caption]Keberadaan eks Gafatar di Kalimantan Barat memang menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, sampai akhirnya pemerintah harus mengembalikan mereka ke daerah asalnya karena khawatir terjadi gejolak di masyarakat.
Namun setelah mereka pergi mata kita kini menjadi terbuka ternyata ada banyak ilmu yang ditinggalkan warga eks gafatar dan wajib diamalkan oleh warga Kalimantan Barat, diantaranya teknologi tepat guna yang mereka gunakan serta konsep pertanian yang mereka kembangkan.
Seperti di Kabupaten Mempawah, warga eks gafatar ternyata mengembangkan teknologi tepat guna untuk mencukupi kebutuhan air bersih bagi penghuninya. Di sana warga eks gafatar membangun teknologi filtrasi air yang disebut water flo. Di Mempawah sumber air memang cukup melimpah karena ada aliran sungai yang cukup besar. Sayang air tersebut belum layak dikonsumsi sehingga masih membutuhkan pengolahan lagi. Dengan teknologi water flo ini, air tersebut bahkan bisa langsung diminum tanpa dimasak terlebih dahulu.
Nah bisa dibayangkan bukan, bagaimana kreatifnya mereka melihat potensi di sekitarnya. Sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di Kabupaten Mempawah saya tahu betul bagaimana sulitnya warga di daerah itu dalam memenuhi kebutuhan air bersih setiap harinya. Warga hanya mengandalkan air hujan yang ditampung di tempayan. Sedangkan untuk mandi warga menggunakan air sungai atau air ledeng.Â
Demikian juga warga Pontianak yang selama ini hanya mengandalkan air hujan untuk keperluan konsumsi. Karena air ledeng yang dialirkan PDAM Kota Pontianak belum bisa dikonsumsi, bahkan kalau sudah musim kemarau, jangankan dikonsumsi untuk mandipun tak layak karena rasanya asin karena terkontaminasi air laut. Selama bertahun-tahun perusahaan tersebut berdiri namun belum mampu membuat air sungai kapuas layak konsumsi. Sedangkan warga eks gafatar hanya dalam hitungan bulan mereka telah menerapkannya.
Warga eks Gafatar di Pelempai Jaya kecamatan Ella Hilir Kabupaten Melawi juga meninggalkan ilmunya untuk warga Kalbar. Satu diantaranya penerapan teknologi pembangkit listrik tenaga air. Ya di desa ini warga eks gafatar memanfaatkan potensi sungai yang ada untuk pemenuhan kebutuhan listrik. Ilmu ini sejatinya sudah ada sejak lama, dan sebagian daerah di Kalbar juga sudah menerapkannya. Namun entah mengapa pemerintah setempat sama sekali tidak tertarik untuk mengembangkannya di daerah yang sampai kini belum ada aliran listriknya. Mereka hanya mengandalkan penerangan listrik dari PLN yang terkadang byar pet setiap saat. Jikapun tidak ya terpaksa hanya mengandalkan pelita.
Kemudian ilmu eks gafatar yang ditinggalkan untuk warga Kalbar adalah konsep pertaniannya. Mereka bisa mengolah lahan tidur yang sebelumnya sama sekali tak disentuh oleh warga Kalbar. Kuncinya hanya cukup dengan sering mencangkul untuk menghilangkan zat asamnya maka lahan akan subur, tentu saja harus didukung dengan pemupukan yang memadai supaya terlihat hasilnya.
Nah selama ini ribuan ada ribuan hektar lahan di Kalbar yang hanya jadi lahan tidur. Sama sekali tidak disentuh oleh masyarakat. Bukannya mereka tak mau, namun karena mereka tidak tahu ilmunya, ditambah lagi dengan tidak adanya pemberdayaan dari pemerintah setempat, lengkap sudah.
Beberapa waktu lalu saya juga sempat terkejut ketika mendengar informasi ada masyarakat di pedalaman kabupaten Melawi yang terancam kelaparan karena tidak lagi ada beras. Saya hanya geleng-geleng kepala mendengarnya, kenapa ya, padahal masyarakat di pedalaman sana memiliki lahan yang cukup luas, tidakkah mereka bisa bertani dan menanam padi? Atau memang tidak mau? Atau sama sekali tidak tahu ilmunya? Masih tanda tanya. Namun kini mata kita telah terbuka dengan adanya eks gafatar di Kalbar. Begitu banyak sumber air bersih di Kalbar ini jangan sampai kita justru kita kesulitan air bersih, begitu banyak potensi listrik di sini jangan sampai kita krisis listrik dan membelinya dari Malaysia, begitu subur lahan di Kalbar kenapa kitab harus membelinya dari Jawa sana? Semoga ilmu eks gafatar ini bisa kita amalkan. Salam kompasiana
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H