Mohon tunggu...
Ali Anshori
Ali Anshori Mohon Tunggu... Freelancer - Ali anshori

Bekerja apa saja yang penting halal. Hobi olahraga dan menulis tentunya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Banyak Guru TPA Masih Lillahi Ta’ala

17 November 2015   07:36 Diperbarui: 17 November 2015   08:05 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sejumlah siswa saat mengikuti wisuda TPA TPA di aula pendopo bupati Melawi belum lama ini"][/caption]Tadi malam saya dan rekan-rekan panitia wisuda MTQ Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat mengadakan rapat pembubaran panitia MTQ. Alhamdulillah acaranya berjalan dengan lancar, tidak ada kendala dalam pelaksanaan meskipun acara skala besar baru pertama kali dilaksanakan di daerah ini.

Dalam rapat tersebut ada peryataan menarik dari perwakilan kantor kemenag Melawi, pak Kolik. Dia mengatakan selama ini nasib para guru TPA, TPQ masih cukup “memprihatinkan” maksudnya dari segi kelayakan upah yang mereka terima dalam menjalani pekerjaan mulia tersebut.

“Sekarang ini banyak guru TPA, TPQ masih Lillahi Ta’ala. Tugas mereka mendidik anak supaya pandai membaca al quran dan memperbaiki ahlak, namun upah yang mereka terima belum sebanding” katanya.

Memang betul apa yang dikatakan oleh Pak Kolik tersebut, kebanyakan pengajar TPA, TPQ di Kabupaten Melawi dan mungkin di daerah lain upah mereka dalam mengajar ngaji masih jauh dibawah UMK dan UMP. Bahkan untuk beberapa surau atau masjid tertentu guru ngaji tak mendapat upah sama sekali, gratis, karena memang sang guru tidak memungut biaya apapun dari orang tua santri. Meski demikian mereka tetap semangat untuk menunaikan tugas mulia tersebut.

Kita akui atau tidak, selama ini orang tua memang masih menomor sekiankan soal pendidikan agama. Mereka tak sayang saat menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah favorit dengan biaya mahal, namun giliran untuk belajar mengaji cari yang paling murah, kalau bisa yang gratis. Orang tua seperti ogah-ogahan mengeluarkan iuran suka rela untuk biaya TPA, TPQ anak-anaknya. Tak heran kalau upah yang diterima oleg pengajar TPA, TPQ masih jauh dari kata layak. Padahal tugas mereka teramat mulia.

Teman saya ustad Muhammad Yusuf yang kebetulan mengajar TPA mengungkapkan, peofesi mengajar TPA juga tidak ada kebanggaannya di kalangan masyarakat, mungkin juga ini menyangkut soal pendapatan, dan hanya perkara agama. “Coba saja ketika ada orang yang bertanya kepada kita, apa pekerjaanmu? Bagi yang PNS, atau pekerja kantoran ataupun sebagai guru akan bangga menjawab “saya bekerja ini” namun jarang yang mengungkapkan “Saya guru TPA” apa yang dibanggakan” kata Ustad Yusuf.

[caption caption="Ustad Muhammad Yusuf saat menerima bingkisan dari panitia pada acara wisuda santri TPA (ali anshori)"]

[/caption]Guru TPA, TPQ memang sudah cukup familiar di kalangan masyarakat, hanya saja kesan pekerjaan ini baru sebatas sampingan. Dan memang tidak salah, sebab pendapatan mereka dari mengajar TPA belum sebanding dengan tugas yang mereka emban. Sehingga guru TPA ini sebagian masih menyambi pekerjaan lain, baik sebagai guru umum, petani pedagang dan lain sebagainya. Jarang yang fokus mengajar TPA, kecuali pondok pesantren atau madrasah.

Perhatian pemerintah terhadap guru TPA dan TPQ juga belum ada, terbukti sampai kini belum ada alokasi khusus yang dianggarkan pemerintah untuk menggaji mereka, sedangkan untuk gaji lain sudah dianggarkannya, meskipun belum cukup besar. Keberadaan lembaga agama di pemerintahan juga tak berdampak signifikan. Karena perhatian mereka selama ini baru sebatas pada permukaannya saja, sedangkan untuk hal yang lebih mendasar tak terlihat sama sekali.

Urusan pembinaan keagamaan sepenuhnya masih menjadi tanggung jawab, pondok pesantren, masjid, madrasah, guru TPA dan tokoh agama, sedangkan pemerintah hanya berfungsi sebagai lembaga pengawas. Padahal kita ketahui bersama agama merupakan pondasi dasar yang bisa membentuk karakter bangsa menjadi lebih baik. Baik di dunia maupun di akhirat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun