Mohon tunggu...
Ali Akbar Ritonga
Ali Akbar Ritonga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Institut Pertanian Bogor

Learner and work life balance

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Stress dan Kesejahteraan Keluarga: Tantangan dan Solusi untuk Keluarga Suami-Istri yang Bekerja di Pedesaan

7 November 2023   16:58 Diperbarui: 21 November 2023   21:09 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis : Ali Akbar Ritonga (H1401221005), Nandita Maywa Nova (H1401221002), Zyahwa Aprilia (H1401221007), Rayyan Syahrani (H1401221008), Ricky Adi Novianto (H1401221013)

Dosen Pengampu :

Dr. Irni Rahmayani Johan, SP, MM (IRJ)

Dr. Megawati Simanjuntak, S.P., M.Si (MGS)

Departemen Ilmu Keluarga Konsumen, FEMA IPB

Kebutuhan masyarakat terus meningkat seiring berjalannya waktu, misalnya, gawai dan internet yang kini menjadi kebutuhan penting karena digunakan untuk dapat berkomunikasi dan mengakses informasi. Gawai dan internet yang semula merupakan kebutuhan tersier kini menjadi kebutuhan primer seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, seiring kemudahan bertransaksi sebagai akibat dari ledakan financial technology atau teknologi finansial menyebabkan permintaan masyarakat akan barang meningkat dan membuat harga melambung tinggi atau inflasi. Akan tetapi, meningkatnya kebutuhan masyarakat dan fluktuasi harga komoditas seringkali tidak diiringi dengan adanya peningkatan pendapatan masyarakat. Sehingga, di era modern ini, keluarga yang suami dan istrinya bersama-sama mencari nafkah sudah menjadi hal yang lumrah. Hal tersebut pun tidak hanya terjadi di perkotaan, namun terjadi pula di pedesaan. 

Lantas, apakah kondisi suami-istri bekerja mengurangi alokasi waktu mereka untuk keluarga? Lalu, apakah hal tersebut berpengaruh terhadap manajemen stress dan kesejahteraan keluarga? Pertama, mari kita lihat beberapa penelitian terdahulu yang membahas mengenai hal tersebut. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk bekerja bisa membawa pengaruh psikologi dan fisik yang berbeda terhadap setiap pasangan menikah (Doumas et al., 2008). Sebagai contoh, individu yang mengalokasikan sebagian besar waktunya untuk bekerja secara psikologi akan menurunkan energi yang akan dialokasikan untuk menjalankan peran sebagai suami dan istri dalam keluarga. Namun, seringkali batas antara pekerjaan dan keluarga dapat menjadi semu, yaitu ketika pekerjaan terasa seperti rumah dan rumah terasa seperti pekerjaan (Olson et al., 2011). Ketika terjadi ketidakseimbangan urusan pekerjaan dan keluarga, masalah pernikahan akan muncul (DeGenova, 2008).

Masalah pernikahan yang diakibatkan oleh terbaginya waktu untuk pekerjaan dan keluarga dalam keluarga dual-earner salah satunya terkait dengan manajemen stress suami dan istri. Hal tersebut dikarenakan, dukungan dari pasangan dapat mempengaruhi bagaimana seseorang mengatasi stres dan menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari (Wang & Repetti, 2014). Sejalan dengan hal itu, sebuah penelitian menjelaskan bahwa dukungan dari sumber sosial lainnya tidak dapat mengkompensasi hubungan pernikahan yang rendah (Coyne & DeLongis, 1986), dan, semakin besar mobilisasi dukungan dari sumber selain pasangan di dalam hubungan pernikahan diasosiasikan dengan permasalahan pernikahan (Julien & Markman, 1991). Sedangkan, dalam keluarga dual-earner waktu dan energi suami atau istri akan terbagi antara pekerjaan dan keluarga yang juga mempengaruhi intensitas komunikasi yang biasanya mereka miliki.

Selain itu, adanya alokasi waktu antara keluarga dan pekerjaan yang dalam keluarga dual-earner juga membawa tantangan tersendiri dalam menjaga kesejahteraan keluarga. Karena, kerjasama dalam proses pengambilan keputusan dalam keluarga mempengaruhi kesejahteraan keluarga (Sultana. Hed, & Leh, 2013). Lalu, semakin tinggi tingkat kesejahteraan di dalam keluarga bisa disebabkan oleh semakin baiknya kerja sama yang dilakukan oleh suami dan istri dalam melakukan pengambilan keputusan (Kusumo, Sunarti, & Pranadji, 2008).         

Namun, bagaimana fenomena ini benar-benar terjadi di masyarakat? Melalui wawancara terhadap salah satu narasumber yaitu Ibu Suminah, ia memaparkan bahwa hal yang menjadi sumber stres dalam keluarganya adalah tekanan finansial, tuntutan pekerjaan yang tinggi, dan terkadang perbedaan pendapat dalam mengasuh anak. Dalam mengelola stres yang muncul dalam keluarga, Ibu Suminah memiliki manajemen waktu yang baik yaitu dengan mengatur waktu untuk pekerjaan dan keluarga. Ia memiliki waktu tersendiri untuk meresapi momen bersama dengan keluarga.

Selain itu, narasumber kedua yaitu Ibu Rodiah, memaparkan bahwa hal yang menjadi stres terbesar bagi keluarga adalah pertengkaran yang disebabkan oleh kurangnya komunikasi antar keluarga satu sama lain. Cara yang dilakukan Ibu Rodiah untuk mengurangi stres adalah dengan cara libur bekerja dan mengurangi pekerjaan rumah tangga, misalnya di hari minggu ia meluangkan waktu dan mengisi waktu tersebut untuk bermain bersama anak-anak dan suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun