Sekitar tahun 2013, ketika film Habibie Ainun sedang meledak dan menduduki box Office, Alhamdulillah gue bisa wawancara beliau. Saat itu gue masih jadi jurnalis di Tempo dan ditugaskan dengan beberapa kawan untuk mewawancarai beliau di rumahnya, Patra Kuningan Jakarta Selatan.Â
Tentu ini gak mudah mendapatkan waktu untuk mewawancarai seorang Presiden ke 3 RI, salah satu orang paling jenius di Indonesia, dan tokoh paling dikagumi dan terhormat. Nggak bisa sembarang media yang bisa diterima untuk bertamu ke rumah beliau dan melakukan wawancara.
Dengan beberapa teman wartawan dan fotografer, kita sampai dan harus melewati satpam. Lantaran sudah ada daftar nama kita di bagian sekuriti, kita diperbolehkan masuk ke ruang tamu.Â
Di dalam ruang tamu banyak foto Pak Habibie dan Bu Ainun, barang pecah belah, teko, gelas dari luar, sepertinya dikoleksi. Jadi rumah di Patra Kuningan itu panjang, diakui Pak Habibie, beliau membeli beberapa rumah disitu yang dijadikan satu.
Besar, luas, penuh ornamen kayu,indah, mewah, vintage dan mimpi saya mau punya perpustakaan kayak gitu. Beliau memang menerima tamu, siapapun itu di perpustakaan.
Ada meja panjang (mirip meja makan) dengan berjejer kursi, lalu ada disebelah kaca, sebrangan dengan meja makan tadi, ada meja panjang tempat bertengger miniatur pesawat. Di pintu masuk tadi, ada harimau seukuran asli yang sudah dibekukan.
Lumayan lama menunggu, tak lama pintu di dalam ruangan terbuka muncullah Paj Habibie mengenakan batik cokelat dan peci. Wangi, beliau mengunyah perment mint Ricola. Beliau menyalami kami satu persatu sambil tersenyum, "Panggil saja eyang," pintanya.
Ternyata ngobrol sama eyang itu menyenangkan banget. Luwes, cair, banyak tertawa lebar, tertawa ngakak, humble banget untuk ukuran seorang tokoh nasional dan pernah menjadi presiden.
Nggak ada jaimnya. Seperti gayanya jika di TV, beliau bercerita panjang lebar mengenai kisah cintanya dengan Ibu Ainun. Bagaimana bertemu ketika kuliah sama-sama di Jerman,beliau juga membacakan puisi yang ditulis untuk Ainun.
Eyang juga memberikan kita foto sewaktu muda, ketika masih kuliah di Jerman. Fotonya dengan Ibu Ainun lalu ditanda tangani. Ngobrol dengan Eyang Habibie, seperti tertular pintarnya (meski ini cuma perasaan saya aja sih, Lol). Beliau jenius memang, kadang saya yang receh ini nggak paham apa yang dimaksudkan olehnya.