Mohon tunggu...
Alia Fathiyah
Alia Fathiyah Mohon Tunggu... Freelancer - A mom of 3- Writerpreneur, Getpost.id- IG: @aliafathiyah Twitter : @aalsya - Email: alsyacomm@gmail.com - visit : https://www.aliaef.com - Youtube: VLOG AAL

A mom of 3- Writerpreneur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hardiknas, Apakah Sudah Mampu Pendidikan di Indonesia untuk Standar Internasional?

2 Mei 2018   11:39 Diperbarui: 2 Mei 2018   11:48 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ihsancreativestudio.deviantart.com

Berbicara soal Hardiknas, saya tuh geli-geli gimana gituuuu. Saya gak mau membahas hal-hal yang berat terkait dengan misi visi pemerintah soal pendidikan di Indonesia.  itu terlalu berat, mau nulis soal hal umum yang terkait dengan pendidikan di Indonesia.
Apa aja? Buanyaakk...

Saya tertawa ketika belum lama ini membaca soal keinginan Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy soal pendidikan , Baca di sini. (saya tautkan beritanya agar nggak dbilang hoax ).

Pak Menteri bilang soal UNBK diberikan standar internasional.  Oemji, pas baca saya langsung istigfar. Helloooooooooooo...
Jangan berfikir jauh dulu pak, hal yang sepele aja dulu diurus. Indonesia ini luas, banyak pulau dan suku, kalau mau dihitung presentasinya, masyarakat pedesaan dengan kualitas pendidikan serta SDM (baca: guru) memprihatinkan itu lebih banyak jika dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.

Coba, survey dulu soal ini sampai ke pedesaan, baru buka terobosan.

 Anak-anak Indonesia yang dipedalaman udah bisa baca tulis aja udah syukur banget. Ini lagi mau dibikin standar internasional. Internasional nya pun berkiblat ke Amerika dan Eropa, yang jelas-jelas mereka negara maju, kita masih berkembang. Kalaupun berkiblat ke negara yang deket dulu, misal Singapura, kita masih kalah jauhhhh....Hahahahahha (gue ketawa deh saking gelinya).

Permasalahan lain terkait pendidikan di Indonesia adalah, tiap pergantian presiden, otomatis menterinya diganti, dan baru lagilah si menteri ini punya kebijakan. Apalagi pas pak Jokowi, doyan banget obrak abrik kabinet. Baru si menteri udah ngerti arah di kementriannya, eh diganti yang baru. yang kasihan siapakah? Yaaaa anak-anak sekolahlaahhh...
Yang repot siapa? Ya orang tuanyaaaaaa....

Waktu saya kecil, perasaan menteri itu-itu aja (Soeharto gitu loch, Lols), sekolah pulang jam 12 siang, sorenya sekolah madrasah. Tapi lihat anak-anak generasi 90-an? Mereka baik-baik ajakan pendidikannya, karirnya. Maksudnya, sudah terbukti dengan jam sekolah yang normal aja kita 'sehat', ngapain ditambah sekolah sampai sore?

Kadang, kalau skeptis dan sinis saya muncul, saya berfikir begini. Kayaknya, biar kelihatan kerja di depan masyarakat (sekarangnya kan era terbuka), si menteri gampang aja bikin kebijakan baru tanpa sebelumnya melakukan riset dan survey.

Selain itu, lihat dulu kualitas gurunya. Masalahnya, sistem pengajaran di Indonesia itu monolog, ceramah. Jadi guru ngomong aja sendiri di depan kelas, si anak cuma duduk diem. Entah dia mengerti atau nggak yang dimongin guru.

Kalau saya nonton film-film  bule sonoh, pas di kelas itu, gurunya aktif mengajak muridnya diskusi, sharing, bertanya, kritis, anakpun jadi pede ketika berada di luar sekolah. Karena setiap hari waktu mereka lebih banyak dihabiskan di sekolah. Coba gurunya juga harus 'sensiif' melihat kelebihan tiap anak murid, jangan disama ratakan. Jangan semua anak pintar di matematika, tapi ada anak yang pintar di seni atau olahraga atau bisnis. Itu diasah. Nah yang begitu diurusin dulu, baru berfikir global.

Semoga Bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun