Mohon tunggu...
ali achmadi
ali achmadi Mohon Tunggu... Guru - praktisi pendidikan, humas yayasan Ar Raudlaoh Pakis - Pati

hobi membaca dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Diary

Saat Do'i Lebih Rumit Dari Matematika

5 November 2024   22:06 Diperbarui: 5 November 2024   22:19 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi gini, guys. Di madrasah tempat gue menimba ilmu, ada dua hal yang bikin santri pusing tujuh keliling: memahami matematika dan memahami doi. Serius deh, dua-duanya itu sama-sama rumit dan misterius, bener-bener susah dimengerti, seperti cerita novel YSDAP (pernah baca novelnya belum...?)

Pertama, matematika. Apalagi saat ada pelajaran kalkulus yang didalamnya ada limit dan integral. Kita ngga habis pikir, "Ini kenapa huruf x dan y ikut-ikutan nongol diantara angka-angka." Coba kalau cuman angka-angka doang pasti lebih mudah untuk dijumlah, dikurangi, dikali atau dibagi. Lha ini x dan y jadi bikin pusing dan mual aja, rasanya kayak disuruh naik roller coaster tanpa pengaman.

Nah, sekarang beralih ke doi. Di sinilah tantangan sesungguhnya. Berusaha mendekati santriwati idola itu sama kayak ngerjain soal matematika yang hasil akhirnya tak tentu. Kita udah berani deketin dia, eh, dia malah bertanya, "Kamu ngerti rumus Pythagoras?" Gila, ya, seolah doi mau ngetes IQ kita.

Belum lagi saat kita udah berani nembak doi untuk jalan bareng, eh, pas mau ngasih kode, dia malah nanya, "Eh, kamu udah paham soal limit?" Dan di situ kita ngerasa, "Aduh, ini bukan soal limit, ini soal perasaan!"

Waktu kita ingat teori probabilitas. Kita mikir, "Oke, mungkin peluangnya 90% dia suka balik nih." Tapi begitu nyoba PDKT? Peluangnya tiba-tiba bisa jadi nol persen, coy! Kayak grafik yang tiba-tiba nge-drop ke bawah tanpa kita paham kenapa.

Atau, waktu kita mikir buat kasih kode halus, biar nggak kelihatan terlalu agresif, eh, malah kayak salah ngitung luas segitiga. Kita udah ngira sudutnya pas, tapi dia malah kayak bingung atau nggak ngerti maksud kita. "Lah, apaan sih? Padahal udah ngitung dari semua sisi, lho!"

Doi kayak kalkulus limit fungsi alias ngikutin pergerakan perasaannya, kita kadang harus ngitung seberapa cepet perubahan moodnya. Kadang naik kayak fungsi eksponensial, kadang langsung turun kayak anjlokan fungsi logaritma. Kita bawa rumus integral aja nggak bakal cukup buat ikutin.

Jadi, ya udahlah, kita akhirnya nyadar bahwa doi dan matematika itu sama-sama penuh misteri. Bedanya, kalau matematika masih ada ujungnya, isi hati cewek kayaknya nggak ada ujungnya sama sekali. Tapi ya mau gimana lagi, bro! Nikmatin aja deh prosesnya. Akhirnya, setelah berjuang keras, kita paham satu hal: Memahami matematika dan doi itu sama-sama butuh kesabaran, pengertian, dan yang pasti, semangat yang tinggi.

Jadi, santri yang hebat, ingat ya! Dalam perjuangan menaklukkan dan memahami matematika maupun doi, jangan pernah menyerah. Mereka berdua sama-sama misterius, dan mungkin, justru di situ letak keseruannya, dan siap-siap aja, kadang hasil akhirnya bisa bikin kita senyum lebar atau malah ngerasa galau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun