Mohon tunggu...
Alia Azizah
Alia Azizah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menakar Skil Ekonomi Aburizal Bakrie

5 Maret 2014   19:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:12 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: kidsklik.com

[caption id="" align="aligncenter" width="505" caption="sumber: kidsklik.com"][/caption] Tahun 2012, perusahaan Grup Bakrie diterjang "tsunami" utang. Dalam kondisi tekor, Grup Bakrie harus membayar yang jatuh tempo sebesar Rp 9,67. Tahun berikutnya, jumlah utang yang harus dilunasi masih berjumlah belasan triliun lagi. Hingga saat ini pun persoalan utang Bakrie terus mencuat ke permukaan. KONTAN pada 27 Januari lalu memberitakan, Bakrie Life masih memiliki tunggakkan utang sebesar Rp 260 miliar. Tunggakan itu terdiri dari Rp 110 miliar dari produk Diamond Investa dan Rp 150 miliar sisanya dari produk lain. Sejak dinilai gagal bayar pada 2009, Bakrie Life memiliki total kewajiban kepada nasabah sebesar Rp 400 miliar. Adapun untuk bisa melunasi kewajiban tersebut, pihak Bakrie Life mengaku memiliki aset berupa tanah seluas 87 hektar di Makassar, Sulawesi Selatan. Namun, Direktur Utama Bakrie Life Timoer Soetanto, mengaku kesulitan untuk menjual tanah itu. Selain itu pihaknya mengaku masih memiliki deposito sebesar Rp 35 miliar. Utang sebetulnya tak menjadi masalah selama perusahaan memiliki kemampuan membayar. Persoalannya, perbandingan utang dan modal perusahaan - perusahaan milik Aburizal Bakrie di luar kewajaran. Akibatnya, seperti yang dilansir dari TEMPO, dikhawatirkan peristiwa gagal membayar utang perusahaan Bakrie akan terulang kembali. Tentu akan berakibat buruk terhadap pasar modal dalam negeri. Seperti yang diketahui, tahun ini Aburizal menyatakan diri dalam bursa pencapresan lewat partai Beringin. Dan diketahui pula, perekonomian Indonesia saat ini terjun bebas di posisi 5,7 persen. Perekonomian Indonesia seharusnya dapat tumbuh lebih besar lagi karena memiliki sumber daya alam dan manusia serta prospek ekonomi yang mumpuni. Namun pemerintah gagal memaksimalkan potensi dan peluang yang ada. Tidak mudah untuk mengdokrak angka pertumbuhan ekonomi nasional. Dibutuhkan pemimpin yang benar - benar menguasai persoalan ekonomi yang tengah dihadapi Indonesia dan mampu memberikan solusi yang cepat dan tepat. Dengan track record Aburizal dalam dunia bisnis, jujur saya meragukan kemampuannya untuk mengangkat perekonomian Indonesia jika dirinya terpilih sebagai Presiden pada pemilu mendatang. Untuk menyelesaikan persoalan utang pribadinya saja, Aburizal kesulitan luar biasa apalagi menyelesaikan utang Indonesia yang mencapai Rp 2000 T lebih. Ini masih persoalan utang, belum lagi berbicara tentang strategi dalam mendongkrak angka pertumbuhan ekonomi. Saya sangat meragukan kemampuan Aburizal dalam hal ini. Belum lagi persoalan lumpur Sidoarja atau Lapindo yang diakibatkan oleh kesalahan prosuderal perusahaan miliknya tersebut juga belum mampu diselesaikannya hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun