Setelah sebelumnya warga masyarakat dihebohkan dengan penangkapan oknum anggota DPRD Kabupaten Bolmong berinisial BM karena kedapatan bermain judi. Kini, ada lagi anggota DPRD yang berurusan dengan polisi. Hal ini menyusul langkah Suryati Mokoagow (46) warga Kotobangun Jumat (17/01) yang melaporkan anggota DPRD Kota Kotamobagu, Nurdin Makalag ke Polres Bolmong dengan tuduhan penyerobotan tanah.
Nurdin berdalih, pembangunan irigasi di tanah milik almarhum Isa Loloda Mokoagow bukan dilakukan olehnya tetapi oleh pemerintah. Jadi menurut politisi Partai Bulan Bintang ini yang patut disalahkan pemerintah bukan dirinya. Namun, Suryati yang mengaku mendapat advokasi dan pendampingan dari sejumlah wartawan itu, membantah alasan Nurdin. Menurut Suryati, Nurdin mau “cuci tangan”. “Walaupun proyek pemerintah tapi harus ada izin dari pemilik lahan,” tegas Suryati.
Dari hasil klarifikasi ke Dinas Pekerjaan Umum Kota Kotamobagu (Dinas PU KK), diketahui pengadaan irigasi di lahan tersebut dibiayai oleh dana Bansos. Dan sebagaimana aturan yang berlaku pengadaan irigasi di suatu tempat dilaksanakan berdasarkan usulan dari beberapa pemilik lahan atau kelompok tani. “Tidak mungkin proyek itu masuk tanpa ada usulan dari mereka (pemilik lahan),” ujar salah satu staf di Dinas PU KK.
Tuduhan Suryati terhadap Nurdin diperkuat oleh pernyataan salah satu pekerja yang mengaku, pengadaan irigasi di lahan tersebut atas permintaan Nurdin.
Lurah Motoboi Besar, ketika dikonfirmasi terkait proyek irigasi tersebut, mengaku tidak ada laporan tertulis dari panitia pelaksana, sehingga ia sebagai lurah tidak mengetahui instansi mana yang membangun irigasi tersebut.
Sementara itu, salah satu ahli waris, anak kandung almarhum Isa Loloda Mokoagow Feibi Mokoagow, yang mengaku telah dilaporkan ke polisi oleh Nurdin dengan tuduhan melakukan penipuan karena menjual tanah dalam status penyewaannya. Kepada sejumlah wartawan mengungkapkan bahwa laporan Nurdin tertanggal 14 November 2013 salah alamat, karena ia dan orang tuanya sama sekali tidak pernah membuat perjanjian sewa menyewa dengan Nurdin Makalalag.
“Yang menyewa tanah ke Nurdin bukan saya, tapi kakak saya, Lukman, Naser, dan Djainudin. Jadi, seharusnya tidak seorang pun termasuk saudara Nurdin Makalag yang keberatan, jika saya menjual tanah saya” ujar Feibi.
Karena salah alamat, tambah Feibi, laporan tersebut tidak jelas kelanjutannya. Namun, ia meminta kepada sejumlah wartawan, supaya menanyakan kelanjutan kasus tersebut kepada pihak kepolisian.
“Kalau memang terbukti saya melakukan penipuan, silakan lanjutkan, tapi kalau tidak terbukti, terbitkan SP3, karena saya bakal melapor balik,” tegas Feibi.
Selain itu, menurut Suryati dan Feibi, hal yang patut diselidiki pihak kepolisian adalah kwitansi atau bukti pembayaran sewa yang dikeluarkan oleh Nurdin. Keduanya menuturkan bukti pembayaran tersebut tidak diberikan saat kakaknya menerima uang sewa dari Nurdin pada tanggal sebagaimana tercantum dalam kwitansi tersebut. Namun baru diberikan sekaligus oleh Nurdin ketika timbul masalah di antara kedua belah pihak beberapa waktu lalu. “Yang kami curigai, ada perbedaan tanda tangan oleh penerima yang sama. Selain itu, ada tanda tangan yang tidak mengenai materai. Dan yang menimbulkan pertanyaan, ada satu kwitansi yang menyebutkan 5 (lima) kali panen dengan harga sewa Rp 250.000,” tutur Feibi.
Feibi menduga ada sebagian bukti pembayaran yang sengaja direkayasa Nurdin, dengan tujuan memperpanjang waktu sewa. Bahkan, perhitungan jumlah panen pertahun pun dimanipulasi Nurdin. Hal ini tambah Feibi dibuktikan dengan catatan yang diberikan Nurdin yang menyebutkan panen setahun hanya 2 sampai 3 kali. Padahal, menurut keterangan penggarap, selama ini di lahan seluas kurang lebih 6 ha tersebut, Nurdin melakukan penanam 3 bulan sekali, atau setahun 4 kali panen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H