Mohon tunggu...
ALi Capung
ALi Capung Mohon Tunggu... -

Swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jakarta Lebih (Cepat) Maju jika Pemimpinnya Tak Berpolitik Praktis

7 Januari 2014   11:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bila menilik sejarah perkembangan dari masa ke masa, pemimpin Jakarta pada jaman Soekarno selalu dipilih. Gubernur terakhir pilihan Bung Karno adalah Ali Sadikin. Setelah itu, Gubernur DKI Jakarta diusulkan  oleh parpol dan dipilih oleh DPRD untuk masa jabatan 5 tahun. Namun sejak Amandemen UUD 1945 era reformasi, Gubernur DKI Jakarta harus dipilih langsung oleh rakyat dan dibatasi masa  jabatannya sebanyak 2 kali pemilihan. Gubernur yang melalui proses ini adalah Fauzi Bowo dan Joko Widodo.

Kondisi Jakarta saat ini mungkin sama sulitnya (mungkin lebih sulit) saat gubernur pertama memimpin. Dulu saat Jakarta belum punya apa-apa (dan menjadi ibukota negara), segala daya upaya dilakukan untuk membangun infrastruktur dan menggerakkan investasi agar taraf kehidupan rakyat dan negara membaik. Dengan berbagai macam tantangan dan dinamikanya, jadilah Jakarta kota megapolitan seperti yang saya huni sekarang ini.

Pada era orde lama dan orde baru, sepertinya menjadi gubernur Jakarta mungkin 'lebih mudah', karena stabilitas politik relatif terjamin. Media massa dan masyarakat tidak terlalu banyak yang berani menyoroti  dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat termasuk  penyelewengan yang terjadi didalamnya. Orang-orang militer lebih dominan menguasai pemerintahan sehingga gaya birokrasi militer banyak mempengaruhi pelayanan kepada masyarakat. Bila saja rezim saat itu bersih, jujur dan pro rakyat, mungkin Jakarta dan Indonesia sudah maju dan makmur. Para gubernur Jakarta saat itu selalu mengikuti keinginan (mungkin juga perintah) pemerintah pusat yang dikuasai rezim yang penuh KKN, sehingga pembangunan stagnan dan banyak masalah. Tak banyak yang dikenang memiliki terobosan fenomenal pada era ini kecuali Bang Ali Sadikin dan Sutiyoso.

Pada era reformasi sekarang, menjadi gubernur harus ekstra sabar, bersih, jujur, dan akuntabel. Ekstra sabar karena gerak geriknya dipantau masyarakat secara berlapis-lapis melalui berbagai media jurnalistik maupun media sosial. Masyarakat sekarang jauh lebih cerewet dan bawel kepada pemerintah dibanding era sebelumnya. Harus bersih, jujur dan akuntabel, karena sekarang ada KPK yang selalu menjadi andalan masyarakat untuk melaporkan segala macam penyimpangan.

Dengan kondisi demikian, idealnya gubernur dan wakil gubernur Jakarta tidak terlibat dalam politik praktis sehingga bisa benar-benar fokus menjalankan tugasnya. Bisa kita lihat bagaimana sibuknya Jokowi-Ahok saat ini berusaha merealisasikan Program Jakarta Baru yang serius dan kompleks. Namun sebagai kader partai politik, Jokowi-Ahok nampak tak kuasa menolak dan menghindari kepentingan politik partainya masing-masing untuk sukses di pemilu 2014. Terlebih, banyak suara menggema mendorongnya maju ke pemilihan presiden.

Jika selalu begini, Jakarta akan kembali merayap seperti kura-kura menuju ikon Baru-nya, kemudian bergeliat kembali ketika pemilu kembali datang..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun