Mohon tunggu...
Ali
Ali Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sedang melaksanakan studi sebagai mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia prodi Industri Pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pamali, Budaya Mistis yang Realistis

15 Maret 2023   22:14 Diperbarui: 15 Maret 2023   22:25 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pamali sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Khususnya di daerah pulau Jawa. Pamali sendiri merupakan pantangan-pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang. Kerap kali disampaikan oleh orang tua yang memang sudah berada di lingkungan masyarakat tradisional sejak dahulu. 

Kemudian, apa saja contoh pantangan yang seringkali ada di masyarakat? Apakah pantangan-pantangan tersebut memiliki dasar yang berhubungan dengan pendidikan? Mari kita bahas!

Pamali sering dikaitan dengan hal-hal mistis. Contohnya, pantangan tidak boleh keluar saat maghrib. Ungkapan yang lazim didengar di masyarakat kira-kira berbunyi seperti ini, "Jangan keluar pas maghrib, nanti diculik Kalong Wewe". 

Rasanya tidak adil karena makhluk mistis selalu difitnah, tapi seharusnya mereka ikhlas karena sudah berperan dalam mendidik anak-anak untuk disiplin waktu sehingga ketika waktu senja mereka sudah mandi dengan wangi sabun anak-anak lalu menghabiskan waktu bersama keluarga, entah itu makan malam bersama ataupun beribadah. 

Disamping adanya tujuan untuk mendisiplikan anak, tidak sedikit cerita beredar anak yang hilang karena bermain saat senja atau anak menjadi penakut karena terlalu sering dicekoki ungkapan pamali dengan kesan mistis.

Contoh lainnya tidak boleh duduk di dekat pintu masuk, "Bisi nongtot jodo", katanya. Secara kasar diterjemahkan ungkapan tersebut memiliki arti, "Nanti sulit dapat jodoh". 

Lagi, hal ini bisa dilihat dalam pendidikan, karena jika seseorang duduk di dekat pintu akan menghalangi jalan saat orang ingin masuk ataupun keluar rumah.

Dapat disimpulkan di sini, bahwa pantangan-pantangan yang ada bukan tanpa dasar. Karena jika kita mencoba untuk berpikir dan dihubungkan dengan logika, akan terlihat sebuah nilai makna dari budaya pamali ini. 

Tetapi dengan arus modernisasi yang sudah menjamur di masyarakat, ungkapan ini bisa memakai diksi yang lebih baik sehingga tidak ada unsur menakut-nakuti agar anak dapat mengerti, apalagi jika mereka bertanya kembali, "Memang kenapa tidak bileh+" dan kita tidak hanya menjawab dengan, "Pamali".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun