Dalam membaca sebuah karya seni tidaklah mudah, apalagi jika harus membaca sebuah karya seni kaligrafi. Hal ini memperlukan sebuah analisis yang sangat cermat dan mendalam, perlu kepekaan rasa yang tajam agar kemampuan dalam memahami serta membaca sebuah karya seni tidaklah salah, setidaknya dari sebuah karya seni kita dapat  mengambil sebuah nilai moral dari beberapa sudut pandang yang sesuai dengan karya seni tersebut.
Maka tidak heran, jika seorang seniman kaligrafi sebelum melukiskan ataupun menuliskan ayat-ayat Al-Qur'an diatas kanvasnya yang dijadikan sebuah karya, perlu menguasai beberapa disiplin ilmu geramatikal bahasa. Seperti disiplin  ilmu Nahwu, ilmu Shorof, Balaghoh, dan ilmu tafsir.Â
Disiplin semua ilmu ini sangatlah diperlukan oleh seorang seniman kaligrafi, agar seorang seniman kaligrafi lebih berhati-hati dalam menuliskan ayat Al-Qur'an, karena jika seorang seniman kaligrafi salah dalam penulisan ayat Al-Qur'an maka arti yang akan disampaikan akan berdeba dengan kebenaran arti  yang semestinya.
Oleh sebab itulah pada kesempatan kali ini kita akan bersama-sama mempelajari bagaimana cara membaca dan memahami sebuah karya seni kaligrafi yang sesuai. Karya seni kaligrafi ini, berjudul "Tujuan Hidup", saya menggunakan cat acrylic dan canvas, dengan ukuran 50X70 CM, pembuatan karya tahun 2020 M.Â
Dalam karya ini menjelaskan, bahwa kita harus memiliki tujuan hidup, agar kita senantiasa memperoleh kebahagiaan yang sesuai dengan tata cara agama serta mendapatkan keberkahan hidup. Agar mendapatkan keberkahan hidup ini tetap sesuai dengan tujuan hidup, perlu mempertahankan keutuhan serta kebahagiaan keluarga terutama dari panasnya api neraka.
Pada kalimat awal tertuliskan "Ku Anfusakum" yang memiliki arti, bahwa agar kita semua dapat berhasil dalam mengarungi kehidupan dalam bahtera rumah tangga yang begitu berlika-liku, langkah awal yang perlu disiapkan adalah memperbaiki diri sendiri terlebih dulu, baik dari segi ibadahnya, segi pemahaman nilai agamannya, serta perilakunya, begitu juga sosial kemasyarakatan, sudah sesuai apa belum dengan syariat agama yang berlaku.
Setidaknya agar tujuan hidup ini senantiasa mendapatkan kebahagiaan terutama keluarga kita, agar hal itu tecapai kita harus senantiasa intropeksi diri. Mungkin karena kita sering melakukan dosa kecil maupun dosa besar, bahkan tidak terlepas dari mencampuri urusan rumah tangga orang lain, sedangkan rumah tangga sendiri tidaklah difikirkan pada semestinya.Â
Contoh lain kita menganggap bahwasanya memiliki banyak harta menjadi tujuan hidup yang utama, padahal tidak memiliki rasa empati terhadap tetangganya yang semestinya dia bantu. Bahkan masih merasa acuh tak acuh dengan sosial kemasyarakatan serta lebih memilih menggunjing dan menggosip tanpa mengetahui benar apa salah dengan informasi yang didapatkannya. sikap seperti ini tidaklah sesuai dengan ajaran syariat agama yang semestinya.
Pada lafal kedua tertulis "Wa Ahlikum Nara" yang memiliki arti, dan selamatkanlah keluargamu dari panasnya api neraka. Dalam kata ahlikum nara, mengandung arti bahwa dalam mencapai kebahagiaan yang hakiki, tidak dapat dinikmati sendiri karena ada tanggung jawab besar kita agar senantiasa membimbing serta menyelamatkan keluarga kita dari panasnya api neraka.Â
Maka tak heran di dalam surat At-Tahrim ayat enam ini, kalimat yang dipakai adalah dirimu terlebih dulu, baru keluargamu setelah itu baru orang lain. Dalam diksi ini menjelaskan bahwa batera rumah tangga sangatlah menentukan bagaimana kita bahagia dan mendapatkan kesuksesan yang kita inginkan. Bagaimana seorang pemimpin dalam mengatur sebuah negara jika kesulitan dalam mengatur bareta rumah tangganya sendiri, dapat dipastikan peran keluarga sangatlah penting.