Mohon tunggu...
Ali Riza
Ali Riza Mohon Tunggu... Mahasiswa - pemuda

pantang menyerah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Implementasi Demokrasi di Masa Pandemi Beserta Dampaknya

8 Juni 2021   14:37 Diperbarui: 8 Juni 2021   14:45 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah ada setahun lamanya Corona Virus/COVID-19 mewabahi Indonesia. Kasus pneumonia ini pertama kali datang dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina pada tanggal 31 Desember 2019 dan menginjakkan kaki di Indonesia pada bulan Maret 2020. Semenjak saat itu, berbagai sektor mulai dari pelayanan kesehatan publik sampai politik mengalami degradasi yang sangat signifikan. 

Upaya pencegahan yang terus menerus digalakkan oleh pemerintah tiada habisnya, mulai dari pencegahan memakai masker hingga vaksinasi untuk seluruh rakyat Indonesia.  Namun, bukan Indonesia jika tidak mengontrai sebuah hal positif untuk bangsanya dan dirinya sendiri.

Pada tahun 2020, Indonesia melaksanakan pesta demokrasi yang bertakjub pemilihan kepala daerah / Pilkada serentak. Hal ini tercantum pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Keputusan ini menimbulkan banyak perdebatan di masyarakat.

Pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi saat ini menimbulkan segelintir pertanyaan dari berbagai pihak. Namun, sebuah pemilu adalah konsekuensi logis dari negara demokrasi, dan demokrasi adalah cara aman Indonesia untuk mempertahankan kontrol atas negara hukum. 

Pada Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang demokratis. Pilkada yang serentak dilaksanakan pada bulan Desember 2020 memiliki dampak positif dan negatif. 

Dampak positifnya adalah melaksanakan amanat yang sudah tertuang pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 201 ayat 6 yang berbunyi "Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada bulan September tahun 2020". 

Selain itu, terlaksananya pilkada juga menjadi implementasi dari pemenuhan hak konstitusional untuk masyarakat meskipun di tengah pandemi COVID-19. Dan yang terakhir adalah mencegah adanya pembengkakan anggaran. Pembengkakan anggaran yang dimaksud adalah pengeluaran baik dari pemerintah maupun dari pasangan calon dalam melakukan sosialisasi dengan tujuan keperluan pilkada.

Selain dampak positif, pilkada 2020 juga memiliki dampak negatif seperti resiko penularan virus yang tinggi. Pilkada 2020 sangat berpotensi menimbulkan kerumunan massa dalam jumlah yang tinggi. Hal tersebut dapat menimbulkan klaster baru yang besar di daerah yang sebelumnya masih kategori zona hijau. 

Kemudian berpotensi adanya penolakan dari masyarakat yang berujung meninggikan angka golput. Memilih untuk golput adalah alasan yang masih masuk akal untuk mencegah peningkatan virus di daerah masing-masing. 

Namun, yang ditakutkan dari tingginya angka golput tersebut adalah ketika pasangan calon yang kurang diminati masyarakat malah menjabat menjadi kepala daerah. Hal ini berpotensi adanya politik dinasti di daerah tersebut dan akan menimbulkan kurangnya kepercayaan masyarakat untuk pemerintah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun