Allah SWT mewajibkan puasa Ramadhan bagi orang-orang beriman (QS. Al Baqarah: 183) bukan hanya sekedar dimaknai secara fiqhiyah, yakni tidak makan, tidak minum dan tidak melakukan hubungan badan di siang hari bagi suami istri. Tetapi perlu untuk dimaknai lebih luas yang berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan.
Puasa secara tidak langsung mengandung makna pendidikan dan pesan sosial, dalam ibadah puasa orang mukmin dididik selama satu bulan untuk menahan melakukan perbuatan yang membatalkan di siang hari. Hal ini sesuai dengan hukum fiqh yang berlaku dalam ibadah puasa.
Mayoritas orang mukmin dalam menjalankan ibadah puasa, secara fisik telah menyiapkan makan sahur dan aneka menu lengkap saat berbuka puasa. Bahkan tidak jarang dari kita, telah menyiapkan aneka daftar menu makanan dan minuman di berbagai acara untuk kegiatan buka bersama (bukber).
Itulah realitas dan gambaran kongkrit dalam kehidupan mmat Islam Indonesia saat bulan Ramadhan. Jika dibandingkan dengan orang fakir miskin, yatim piatu, dan kaum dhuafa melakukan puasa sepanjang setiap hari dan tahun tanpa persiapan makan sahur dan tanpa berbuka dengan aneka kenikmatan makanan dan minuman.
Oang fakir miskin, yatim piatu dan kaum dhuafa seringkali tidak makan sepanjang hari karena tidak ada yang akan dimakan dan diminum. Padahal Nabi Muhammad SAW bersabda: "Bukanlah orang yang beriman yang ia sendiri kenyang sedangkan tetangganya kelaparan" (HR. Bukhari).
Dalam riwayat lain disebutkan: "Tidaklah beriman kepadaku seseorang yang kenyang sedangkan tetangga di sampingnya menderita kelaparan, sementara dia mengetahuinya" (HR. Ath-Thabrani dan Al-Bazzar).
Maka patut ditanyakan tingkat keimanan seseorang, karena yang dipanggil oleh Allah SWT adalah orang-orang beriman untuk menjalankan ibadah puasa. Di sisi lain, orang fakir miskin, yatim piatu dan kaum dhuafa di sekitar kita dalam keadaan serba kekurangan. Mestinya antara keimanan dengan perintah puasa ada korelasi timbal balik.
Dengan demikian Orang-orang melaksanakan puasa di bulan Ramadhan mestinya akan melahirkan sikap dan peduli terhadap sosial. Tujuan lain dalam puasa adalah melatih orang mukmin untuk memiliki sikap sosial sebagai manifestasi hubungan sesama manusia (hablum minan naas).
Jika dikaji dengan mendalam terdapat pesan dan nilai-nilai pendidikan sosial dalam ibadah puasa di antaranya;
Pertama, sikap toleransi sebagai sikap tenggang rasa dan saling menghormati, serta saling menghargai antar sesama orang lain atau antara manusia yang satu dengan lainnya. Termasuk menghormati orang-orang yang tidak berpuasa bagi orang-orang yang tidak beragama Islam, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku" (QS. Al-Kafirun: 6).
Kedua, sikap peka dan solidaritas sosial merupakan sikap kebersamaan dan tanggap untuk ikut serta dalam usaha menanggulangi permaslahan sosial kemanusiaan di sekitar kita. Hati orang berpuasa akan tergerak untuk mengamalkan. Perlu difahami ibadah puasa Ramadhan senantiasa dikaitakan dengan pelaksanaan zakat mal dan zakat fitra, serta infak dan sadaqan lainnya.