Dalam setahun nelayan menghadapi dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Pada musim barat nelayan tradisional biasanya libur cukup panjang karena kondisi alam dan cuaca tidak bersahabat, angin kecang disertai dengan ombak dan gelombang besar, serta hujan tiada henti
Musim barat biasanya bersamaan dengan Bulan K3 (Januari-Februari), musim barat merupakan musim yang sangat berat dihadapi oleh nelayan tradisional. Sedangkan bulan K3 merupakan salah satu program keselamatan dalam bekerja.
Nelayan tradisional sebagai pekerja mestinya layak mendapat jaminan K3, tetapi kenyataanya sampai saat ini mereka belum tersentuh program K3 secara nasional.
Secara tekstual Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja memang tidak menyebutkan dengan kongkrit tentang jaminan keselamatan dan kesehatan bagi nelayan tradisional.
Begitu juga, jika membaca dengan cermat tema K3 tahun 2020 "Optimalisasi Kemandirian Masyarakat Berbudaya K3 Pada Era Revolusi Industri 4.0 Berbasis Teknologi Informasi".
Harus diakui tema tersebut di atas tidak ada kaitannya dengan pekerjaan nelayan tradisional, tetapi setidaknya ada harapan suatu saat nelayan tradisional terakomodasi dalam program pemerintah ke depan terkait dengan K3.
Program K3 bagi nelayan tradisional secara berkelanjutan (sustaineble) semestinya mulai difikirkan dengan tahapan-tahapan berikut:Â
Pertama, nelayan tradisional perlu mendapatkan pendidikan dan pelatihan K3 secara teknis dan berkelanjutan dengan melibatkan berbagai kelompok nelayan secara merata karena nelayan tradisional seringkali mengabaikan keselamatan dalam bekerja, Â sering kali nelayan lupa membawa pelampung pada saat melaut.
Sehingga ketika terjadi insiden kecelakaan kapal tenggelam atau karam, kebanyakan nelayan tidak selamat karena mengabaikan bekal keselamatan tersebut.
Kedua, selama ini nelayan tradisional hanya mengandalkan kemampuan dan insting secara tradisional dalam menghadapi musim barat. Dengan bekal pemahaman tentang K3 setidaknya nelayan ada persiapan cukup dalam menghadapi musim barat yang dapat membahayakan keselamatan kerja saat melaut.
Ketiga, pengembangan teknologi kapal (perahu) yang digunakan karena armada yang dimiliki nelayan tradisional saat ini sangat sederhana dengan 2 awak nelayan (2 ABK) bahkan terkadang melaut sendirian.