Mohon tunggu...
Ali Romadhon Songlap
Ali Romadhon Songlap Mohon Tunggu... Guru - Perangkai Kata dan Perindu Kebaikan

Menajamkan pikiran, mengungkapkan gagasan dan mencintai kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengenang Tolak Angin dalam Pendakian Ekstrim

3 Agustus 2018   10:08 Diperbarui: 21 Agustus 2018   14:46 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agustus tiga tahun silam ada kejadian yang cukup terkenang dalam kehidupan saya, peristiwa yang belum pernah saya alami baik sebelumnya maupun sesudahnya.

Berawal dari obrolan dengan beberapa teman tentang keinginan mengadakan kegiatan yang asyik dan menantang, maka tercetuslah ide untuk melakukan pendakian. Ide ini tambah menarik ketika diantara kami yang ingin ikut dalam pendakian ini sangat minim pengalaman. Akhirnya setelah cukup alot dalam penentuan waktu akhirnya kami sepakat, Minggu, 16 Agustus 2015 akan melakukan pendakian. Sebenarnya waktu itu saya belum genap satu bulan menikah, masih pengantin baru, namun komitmen terhadap kesepakatan dan rasa ingin mencoba sesuatu yang baru menguatkan saya untuk melakukan pendakian ini. Pendakian ini rencana akan diikuti oleh tujuh orang dari Cilacap ditambah delapan orang dari Banyumas.

Berbekal niat kuat dengan semangat yang membara akhirnya, Sabtu siang, 15 Agustus 2015 saya bertujuh bertolak dari Cilacap menuju kota tempat pendakian, demikian pula rombongan Banyumas, kami bertemu di Purworejo. Kami sampai di Purworejo kurang lebih pukul tujuh malam. Tidak hanya sekedar kumpul, namun di kota di kota Pramuka ini kami istirahat, shalat Isya dan makan malam. Sekitar pukul 20.30, kami kembali tancap gas menuju kota yang kami tuju. Hingga ketika kami hamper sampai, tiba-tiba salah satu motor yang di bawa teman kami mogok  karena hawa dingin yang menusuk malam itu. Saya lihat jam waktu itu pukul 11.00 malam, namun walaupun hampir tengah malam namun kondisi jalan saat itu masih ramai dengan kendaraan. Motor yang lewat kebanyakan melaju dengan membawa perlengkapan pendaki. Memang gunung yang kami tuju merupakan salah satu gunung favorit untuk sebagian pendaki pemula, lebih-lebih malam itu malam minggu sehingga wajar jika kondisi pengunjung lebih banyak dibanding hari-hari biasa. Sembari menunggu motor yang mogok diperbaiki oleh teman, terjadi perbicangan ringan dengan salah satu teman 

"Mereka membawa tas dan bekal yang banyak ya? Sementara kita hanya membawa tas ransel ala anak sekolahan", ucap saya. "Mereka kan pendaki professional, kalau kita amatiran", jawab salah satu teman.

Ya benar juga kata teman saya bagaimana tidak amatiran, kita mendaki dengan perlengkapan dan persiapan ala kadarnya, jaket tipis biasa, ransel sekolahan, membawa beberapa helai pakaian, bekal hanya air putih, roti, mie instant, termos kecil, dan yang paling lucu namun juga ekstrim adalah ketika kami berlima belas tidak membawa tenda untuk bermalam. Ada beberapa alasan mengapa kami tidak membawa tenda pertama tidak ada tenda yang dipinjam, kedua mengetahui ketahanan fisik dan mental kami dan yang ketiga supaya lebih menarik sehingga lebih terkenang. Setelah motor teman kami bisa normal lagi, kami melanjutkan perjalanan, kami sampai di sana sekitar pukul 00.00. 

Sesampainya di sana semua pendaki dilarang mendaki dengan alasan sudah larut malam, maka mau tidak mau kita harus bermalam di bawah sampai menunggu pagi datang. Saat itu saya melihat sekeliling, para pendaki membawa dan mendirikan tendannya. Sementara kita, atap dan alas hanya dari terpal bekas backdrop kegiatan, tongkat sebagai tiang dan tali pramuka sebagai pengikat tiang. Dalam udara amat dingin, kami mengandalkan tiga hal untuk menghangatkan badan, jaket, berhimpit dengan teman dan permen herbal "Tolak Angin".

Dok.Pribadi
Dok.Pribadi

Sampai kurang lebih pukul empat pagi jalur pendakian sudah bisa dilalui, maka kamipun beranjak dari tenda terpal kami, bergegas berharap sebelum matahari mengintip kami, konon momen yang paling dinantikan para pendaki disana yaitu golden sun rise. Setelah menempuh perjalanan berteman "Tolak Angin" sekitar setengah jam akhirnya kami tiba di puncak Sikunir 2350 mdpl salah satu gunung terindah di dataran tinggi Dieng. 

Dok.Pribadi
Dok.Pribadi

Hilang sudah rasa lelah, perjalanan panjang dan dinginnya malam terbayar dengan ketakjuban pada kebesaran Tuhan. Hilang sudah rasa kantuk saat air membasahi kulit saat kami sebelum melaksanakan shalat Subuh. Sebagai ungkapan rasa kami syukur kepada Sang Pencipta atas segala nikmat yang diberikan-Nya. Setelah cukup lama kami berada di puncak Sikunir kurang lebih satu jam kami memandangi keindahan Sikunir.

dok.pribadi
dok.pribadi

Sekitar pukul tujuh kami turun kembali ke tempat basecamp, dan diluar perkiraan kami ternyata waktu turun jauh lebih lama dari pada mendaki karena banyaknya orang diwaktu yang sama ingin turun juga. Kurang lebih satu jam kami sampai di tenda kami dengan perut yang kerocongan. Kami makan dengan bekal sisa tadi malam yang tidak cukup mengenyangkan, dalam hati saya bergumam "mudah-mudahan aku tidak sakit".  Mungkin Itulah harapan dari seorang pendaki amatiran dengan kondisi yang seekstrim demikian. Selain berdoa kepada Tuhan, saya saya berharap mudah-mudahan herbal "Tolak Angin" yang saya konsumsi selama pendakian ini memberikan efek kekebalan. Karena satahu saya "Tolak Angin Sidomuncul" tidak hanya efektif mengatasi masuk angin dan gejalanya seperti pusing, meriang, perut mual, dan kembung, namun juga mencegah masuk angin.

www.tolakangin.co.id
www.tolakangin.co.id

Produk "Tolak Angin Sidomuncul" walaupun diolah secara modern namun sejatinya merupakan resep warisan leluhur, di ramu sejak tahun 1930 tanpa ada perubahan sampai sekarang menjadi bukti mujarabnya formula ini."Tolak Angin Sidomuncul" menggunakan bahan baku terstandarisasi yang terbuat dari bahan herbal organik seperti adas, kayu ules, daun cengkeh, jahe, daun mint dan madu yang diolah dengan quality control yang ketat serta lulus uji toksitas dan uji khasiat. "Tolak Angin Sidomuncul" merupakan satu-satunya obat masuk angin yang bersertifikat terstandar yang sudah terbukti efek kemanjurannya sehingga tidak mengherankan jika tidak hanya di konsumsi Indonesia saja, melainkan juga di Amerika Serikat, Arab Saudi, Malaysia, Inggris dan negara lainnya. Tidak hanya itu, produk warisan nenak leluhur ini juga lengkap variannya, ada "Tolak Angin Bebas Gula", sehingga aman untuk orang yang membatasi konsumsi gula dan tidak suka manis. Ada pula "Tolak Angin Anak" untuk usia 2-6 tahun, "Tolak Angin Flu" untuk mengatasi gejala flu dan "Permen Herbal Tolak Angin" yang saya konsumsi selama pendakian ekstrim ini yang berfungsi pula sebagai pelega tenggorokan. Untuk yang mabuk perjalanan "Tolak Angin Sidomuncul juga punya soulmate yaitu "Tolak Angin Care" minyak angin aromatherapy berbentuk rollon yang mengandung zat aktif minyak jahe dan minyak peppermint.

Setelah beristirahat, akhirnya sekitar pukul 10.00-an kami memutuskan untuk meninggalkan Sikunir kembali ke kota tercinta kami. Hingga kami sampai di Cilacap kurang lebih puluk 17.00. `

 Sesampainya di rumah masih muncul kekhawatiran, jangan-jangan nanti saya sakit, namun syukur Alhamdulillah sampai hari berikutnya setelah pendakian aku tetap sehat. Berart benar terbukt bahwa Tolak Angin itu tidak hanya sekedar untuk masuk angina namun #Tolak Angin Berkhasiat Lebih dari itu.

Itulah sedikit pengalaman dan kenangan saya dengan "Tolak Angin dalam Pendakian Ekstrim". Sekian terima kasih sampai jumpa di artikel saya selanjutnya. #TolakAngin BerkhasiatLebih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun