Mohon tunggu...
Imran Rahman
Imran Rahman Mohon Tunggu... -

Siapa Bilang Ikhlas Itu Sulit!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Fakta Sidang Rekayasa Jaksa Penuntut Umum di PN. Bengkalis

22 Januari 2014   07:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:35 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bengkalis - Buruknya Penegakkan Hukum bukan saja disebabkan oleh kurangnya SDM bidang penegakkan hukum yang ada, namun juga lebih banyak disebabkan adanya praktik manipulasi hukum demi kepentingan pihak-pihak tertentu yang bermuara dari tergodanya sang penegak hukum akan imbalan dari pemesan kasus. Celakanya lagi penyimpangan tersebut dapat dilakukan secara berjamaah mulai dari tingkat penyidik sampai tingkat pembuat keputusan hukum.

Realita tersebut seperti sudah menjadi hal yang “biasa” dalam proses penegakkan hukum kita dimulai dari tingkat penyidikan hingga akhirnya sampai pada pengadilan. Entah kapan dan bagaimana “kebiasaan” tersebut terjadi dan bagaimanakah dapat mengakhirinya. Padahal disetiap keputusan sidang sesuai dengan KUHAP Pasal 97 ayat (1) huruf a, harus dicantumkan “ATAS NAMA KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang artinya keputusan tersebut harus lepas dari dosa.

Sebagai contoh kasus kebakaran lahan sawit PT. MMJ di pulau Rupat dapat dijadikan sebagai studi banding. Penulis secara khusus berupaya mencari kebenaran disebalik kasus tersebut mulai dari proses penangkapannya sampai dengan proses persidangan yang sudah pada tahap akhir, yaitu Keputusan Majelis Hakim. Untuk itu proses investigasi lapangan, BAP kepolisian, Pelimpahan Ke Kejaksaan sampai dengan jalannya persidangan yang sangat panjang telah Penulis rangkum guna mencari titik terang bagaimana kasus ini bergulir. Dan hasilnya diberitakan secara obyektif dan akurat sesuai dengan kode etik jurnalistik. Inilah hasil liputan yang berhasil dikumpulkan :

Terdakwa Subari bin Rame (57) petani kecil Pulau Rupat memiliki ladang seluas ± 2 Ha di Dusun Ujung Pasir Desa Titi Akar Kecamatan Rupat Utara Kab. Bengkalis. Ladang tersebut dimiliki Subari sejak tahun 2002 silam. Karena kondisi ladang adalah darat asli (bukan gambut) maka sebahagian ladang ditanami pohon karet secara bertahap dan tanaman sayuran secara tumpang sari. Sebagian lagi masih dalam proses pembersihan karena sudah dibuka sejak ladang tersebut dimilikinya. Sedangkan Dusun Ujung Pasir sesuai dengan SK Kepala Desa Titi Akar pada tahun 1997 memiliki luas lahan penduduk seluas 1000 x 3000 M2 (300 Ha) Hingga tahun 2006 tercatat jumlah penduduk Ujung Pasir sebanyak 174 KK. Dusun Ujung Pasir saat ini hanya dapat ditempuh melalui jalan laut dengan waktu tempuh ± 1 jam dari Tanjung Medang dengan speedboat dan jalan darat sejauh 3 jam perjalanan kenderaan bermotor dari Tanjung Kapal.

Pada tahun 2005 PT. MMJ masuk ke wilayah dusun Ujung Pasir dan mengklaim lahan penduduk tersebut adalah merupakan HGU yang dimilikinya. Perlawanan masyarakat yang didukung kepala desa terhadap klaim yang disinyalir penuh dengan penyimpangan tersebut pun terjadi hingga saat ini. Namun hasilnya PT. MMJ berhasil menggusur penduduk hingga luas dusun Ujung Pasir saat ini hanya tinggal ± 24 Ha saja dengan 33 KK penduduk yang masih bertahan. Perlawanan Kepala Desa (sudah pensiun)masih berlanjut hingga kini dengan masih digelar perkaranya di Polda Riau. Dan Subari adalah salah satu tokoh yang gigih mempertahankan eksistensi dusun Ujung Pasir tidak mau menjual ladangnya meskipun dibayar mahal demi kesetiaan terhadap warga.

Kasus terjadi bermula saat Subari berniat menanam semangka dengan membersihkan ladangnya seluas ¼ Ha. Pengerjaan pembersihan tersebut dimulai tanggal 1 Mei 2013 dengan menebas rumput dan kayu-kayu kecil dan menumpuknya menjadi beberapa tumpukan. Setelah kering tumpukan-tumpukan tersebut dibakarnya secara bergiliran. Ini dilakukan sesuai dengan petunjuk dinas kehutanan Prov. Riau pada saat pertemuan penyuluhan di Bukit Kapur sekitar tahun 2009 tentang tata cara pembersihan ladang yaitu dilarang membakar. Namun setelah para petani mengeluhkan cara tersebut akan sangat sulit bagi para petani maka Dinas Kehutanan memberikan jalan keluar yaitu boleh membakar asalkan memenuhi syarat bahwa tanah tidak gambut, ditumpuk-tumpuk jadi beberapa tumpukan, dibersihkan sekitar tumpukan dengan radius minimal 5 meter dan dijaga api pembakaran sampai betul-betul padam. Berbekal penyuluhan tersebutlah maka Subari melakukan pembakaran sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh Dinas Kehutanan.

Sisa ladang seluas ¼ Ha tersebut dibersihkannya dengan 3 tahap yaitu tanggal 1 Mei 2013, tanggal 10 Mei 2013 dan tanggal 11 Mei 2013. Pada tanggal 11 Mei 2013 Subari dibantu Atno tinggal membersihkan beberapa tumpukan saja di bagian terakhir yakni sebelah timur. Dimulai pukul 11.30 WIB saat Atno pulang Subari mulai membakar tumpukan ranting kayu. dan membersihkan rumput-rumput sekitar tumpukan sembari menunggui habisnya bakaran tumpukan. Pukul 13.30 WIB tumpukan telah padam dan Subari pulang untuk istirahat. Ada 2 tumpukan tersisa yang belum dibakarnya. Tepat saat subari pulang kebakaran hebat terjadi di lahan sawit PT. MMJ yang kebetulan berada berdampingan dengan ladang milik Subari namun dipisahkan parit berisi air selebar 3 meter dan jalan selebar 5 meter. Saat itu Atno sudah kembali ke ladang guna mencari pakan ternak. Pada saat itu seorang security PT. MMJ (Saferman Hulu) terlihat oleh Atno berusaha memadamkan api sendirian dengan menggunakan ember bekas cat. Api baru padam pada pukul 14.30 setelah dibantu para karyawan PT. MMJ. Kepolisian sampai di TKP dan langsung membawa Subari untuk dimintai keterangan. Saat itu juga Subari dibawa ke Polsek Rupat Utara dan ditahan. Adapun saksi yang diperiksa di polsek Rupat Utara saat itu adalah Atno, Saferman Hulu (securiti PT.MMJ), Reno Samura (Aska PT. MMJ) dan Hendri Samosir (asisten Dev. V PT. MMJ). Surat Penangkapan nomor :Sprin-kap/04/V/2013/RESKRIM tertanggal 11 Mei 2013 dan Surat Penahanan nomor : Sprin-Han/04/V/2013/RESKRIM tertanggal 12 Mei 2014.

Kejanggalan yang terjadi adalah: Kejadian kebakaran lahan milik PT. MMJ pada tanggal 11 Mei 2013 mulai pukul 13.30 WIB dan padam pada pukul 14.30 WIB. Kepolisian sudah sampai di lokasi pada pukul 15.30 WIB. Sangat cepat! Sementara Surat Penangkapan dibuat menyusul setelah Subari di tahan Polsek Rupat Utara. Dan langsung disangkakan pasal yang sangat berat yaitu pasal 69 ayat (1) UU RI No. 32 thn 2009 dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan minimal 3 tahun penjara dan denda maksimal 10 milyar rupiah minimal 3 milyar rupiah. Kejadian penangkapan justru mengindikasikan bahwa kasus ini sudah direncanakan dengan baik. Kemungkinan yang paling masuk akal adalah Polisi sudah siaga di suatu tempat. Eksekutor sudah ditempatnya mengintai Subari pulang kerumah. Dan pada saat Subari pulang pukul 13.30 WIB saat itu juga eksekutor melakukan aksinya membakar lahan sawit PT.MMJ dan setelah terbakar baru berusaha dipadamkan dan kebakaran tersebut ditimpakan kesalahannya pada Subari. Kemungkinan ini semakin kuat dengan larinya sang eksekutor karena ketakutan hingga saat akhir sidang perkara ini tidak dapat dihadirkan di persidangan. (Hilangnya Saferman Hulu sebagai saksi kuncidiakui oleh JPU dalam Repliknya).

Penulis berhasil mendapatkan salinan BAP kepolisian yang isinya adalah pemeriksaan saksi di tingkat penyidik sebanyak 5 saksi dan 1 orang saksi Ahli serta tersangka Subari bin Rame. Begitu simetrisnya keterangan saksi-saksi tersebut seolah mengisyaratkan pembuatnya adalah satu orang dan saksi hanya menandatanganinya.

Sedangkan masa penahanan yaitu pada tingkat penyidik sejak tanggal 12 Mei 2013 s/d 31 Mei 2013; Perpanjangan Kajari sejak tanggal 01 Juni 2013 s/d 10 Juli 2013; Perpanjangan Ketua PN I sejak 11 Juli 2013 s/d 9 Agustus 2013; perpanjangan Ketua PN II sejak 10 Agustus 2013 s/d 8 September 2013; Penuntut Umum sejak 29 Agustus 2013 s/d 17 September 2013. Dan baru mulai disidangkan pada tanggal 23 September 2013. Begitu lamanya proses perpanjangan penahanan tersebut tentu saja menimbulkan pertanyaan yang besar bagi keluarga terdakwa. Mengapa harus sedemikian lama? Karena panjangnya penahanan tentu berimplikasi burukterhadap status tersangka. Seolah-olah Subari sudah tervonis bersalah sebelum adanya sidang di pengadilan. Nyatanya penangkapan Subari pada hari kejadian perkara bukanlah tangkap tangan melainkan karena adanya keterangan Saferman Hulu yang menyatakan kemungkinan kebakaran lahan PT dari ladang milik Subari. Ini sesuai dengan BAP yang menyatakan bahwa terduganya Subari hanya karena faktor kemungkinan tanpa terlihat adanya bekas penjalaran api dan juga tidak adanya saksi yang melihat langsung. Bahkan setelah diamati BAP bahwa Saferman Hulu sendiri sebagai saksi kunci tidak tahu secara pasti penyebab kebakaran tersebut, hanya sebatas dugaan saja. Yang anehnya adalah jarak yang sedemikian jauh antara Polsek Tanjung Medang dengan TKP, tetapi surat penangkapan sudah dibuat pada tanggal 11 Mei 2013. PT. MMJ sendiri memiliki kontribusi pada saksi-saksi (semuanya adalah karyawannya) dan pembiayaan saksi ahli yang diantar dan dijamu oleh pimpinan PT. MMJ (Penulis melihat pengantaran saksi ahli tersebut menuju speedboat) padahal PT. MMJ bukanlah pelapor dari kasus ini. Bahkan makan dan minum Tersangka di kantin Polsek Rupat Utara sebahagian ditanggung oleh PT. MMJ. Tidak adanya pelapor kasus ini dan hilangnya Saferman Hulu securiti PT.MMJ tentu menambah kuatnya indikasi bahwa kasus ini adalah murni rekayasa dan aktor intelektual rekayasa kasus tersebut “cuci tangan”.

Tingkat Rekayasa kasus ini kemungkinan bukan hanya terjadi di ruang lingkup penyidik saja. Namun sudah sampai pada tingkatan selanjutnya. Hal ini dapat disimpulkan pada saat sidang digelar mulai pembacaan dakwaan tanggal 23 September 2013 sampai tahap akhir pemeriksaan perkara di pengadilan yaitu pembacaan Replik JPU atas Pledoi terdakwa. Berikut rangkuman sidang yang dipimpin langsung oleh Ketua PN. Bengkalis sebagai Hakim Ketua Sarah Louis, SH. M. Hum. Wakil Ketua PN. Bengkalis Boy Saylendra SH sebagai hakim anggota dan Jonson Parancis SH, MH. Humas PN. Bengkalis sebagai hakim anggota. Telah digelar sesuai dengan catatan Wartawan Penulis yang tidak pernah absen untuk meliput :

Sidang pertama perkara tanggal 23 September 2013 yaitu pembacaan Surat Dakwaan, JPU yang menangani perkara ini adalah 1. Nugroho Wisnu Pujoyono, SH, 2. Eddy Sugandhi, SH isi dari Surat Dakwaan tersebut adalah; Pertama, bahwa terdakwa Subari bin Rame telah melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Akibat perbuatan tersebut lahan sawit milik PT. MMJ yang berbatasan dengan lahan terdakwa ikut terbakar,saksi ahli menyatakan bahwa terdakwa tidak membuat antisipasi resiko kebakaran dalam budidaya lahan kering di bidang lahan yang terbakar. Terdakwa didakwa pasal 69 ayat (1) h jo Pasal 108 UU RI No. 32 Tahun 2009. Kedua bahwa terdakwa Subari bin Rame karena salahnya menyebabkan kebakaran, peletusan atau banjir dengan perbuatan sebagai berikut : akibat pembakaran yang dilakukan terdakwa 58 tanaman sawit milik PT. MMJ menjadi hangus dan tidak dapat digunakan lagi dan PT. MMJ menderita kerugian sebesar 150juta rupiah. Dan didakwa dengan pasal 188 KUHPidana. Ada beberapa point yang dapat disimpulkan dari Surat Dakwaan berdasarkan BAP Kepolisian tersebut, yang pertama adalah Kesalahan pengertian frasa kata membuka lahan yang dikaitkan dengan maksud dari UU RI No. 32 tahun 2009 yang didakwakan. Subari dalam kapasitas membersihkan ladangnya dengan cara membakar tumpukan-tumpukan kayu kering. Apakah hal ini dapat diartikan dengan membuka lahan?

Terlihat niat dari awal ingin menjerat Subari dengan mengesampingkan logika hukum secara utuh. Jaksa memandang Pasal 69 ayat (1) h secara fraksial padahal ada pasal lain yang merupakan bagian integral tak terpisahkan dari penggunaan pasal tersebut. Yaitu pasal 69 ayat (2) dan juga penjelasannya yang secara khusus mensyaratkan pertimbangan kearifan sehingga pasal 69 ayat (1)huruf h agar UU tersebut tidak digunakan semena-mena sebagai penjerat mangsa. Apakah begitu terbatasnya pengetahuan hukum penyidik kepolisian dan juga JPU sehingga tidak dapat menafsirkan hal tersebut. Tentu saja ini semua ada unsur kesengajaan. Awak koran sudah melakukan konfirmasi padaPS kanit reskrim Polsek Rupat Utara Bripka Jaka Utama tentang hal ini. Namun yang bersangkutan tidak dapat menjawab penjelasan pasal 69 ayat (2). (ada rekaman pembicaraan telepon). Point berikutnya adalah pendapat saksi ahli yang menyesatkan. Dikatakan bahwa terdakwa tidak membuat antisipasi resiko kebakaran. Hal tersebut kontradiktif dengan pernyataannya yang lain dalam BAP yang menyebutkan terdakwa menebas dan menumpuk-numpuk ranting kayu. Adanya terubusan yang baru pada tonggak kayu bekas terbakar mengindikasikan bahwa pembakaran sudah dilakukan pada hari-hari sebelumnya menunjukkan fakta bahwa terdakwa melakukan pembakaran dengan cara bertahap-tahap. Apakah tidakan tersebut bukan sebagai antisipasi?. Point berikutnya adalah 58 batang sawit dinyatakan hangus dan tidak dapat digunakan lagi. Faktanya di lapangan tidak satupun yang mati malah semuanya hidup dengan subur. Kerugian yang diderita PT. MMJ sebesar 150 juta rupiah. Kita tidak tahu bagaimana cara menghitung kerugian dimaksud tanpa adanya analisa akuntan publik. Jelas sekali bahwa kasus ini sengaja dibesar-besarkan tanpa melihat fakta di Lokasi Kejadian Perkara.

Sidang kedua dengan agenda pembacaan eksepsi Penasehat Hukum (30/9/2013) isi eksepsi adalah sanggahan Penasehat Hukum akan Surat Dakwaan yang isinya tidak cermat dan JPU tidak dapat membedakan kata membuka lahan dengan membersihkan kebun.Adapun Penasehat Hukum terdakwaadalah Raja Junaidi, SH dan Indrayadi, SH.

Sidang ketiga dengan agenda Replik JPU (7/10/2013) yang menyatakan bahwa Penasehat Hukum sudah membahas tentang materi pokok perkara. Karena itu harus dibuktikan di pengadilan.

Sidang keempat adalah Putusan Sela (22/10/2013) yang isinya menolak seluruh eksepsi terdakwa dan melanjutkan sidang untuk pembuktian.

Sidang kelima dengan agenda memeriksa keterangan saksi (29/10/2013) Saksi yang hadir sebanyak 5 orang yang kesemuanya adalah karyawan PT. MMJ. Saksi-saksi terbut adalah 1. Gulberson Simare-mare bin J. Simare-mare (Humas PT. MMJ); 2. Reno Samura bin Karni samura (Asisten Kepala PT. MMJ); 3. Seimanto Gulo bin Rusudin Gulo (securiti PT. MMJ); 4. Veranius Silaban bin Hibas Silaban (Danru PT. MMJ); 5. Hendri Samosir bin Joko Samosir (Asisten Devisi V PT. MMJ). Kesemua saksi diperiksa secara bersamaan jadi akan sulit untuk meresume kembali keterangan saksi tersebut. Sepertinya ada yang ditakutkan bila kelimanya diperiksa satu per satu. Namun alasan yang digunakan hakim adalah untuk menghemat waktu. Boleh saja menghemat waktu namun jangan sampai perkara menjadi kabur. Namun hal yang terpenting adalah kesemuanyatidak mengetahui penyebab kebakaran lahan sawit milik PT. MMJ yang terbakar, mereka hanya menunjukkan satu nama yang dianggap lebih tahu yaitu Saferman Hulu. Akan tetapi yang bersangkutan tidak hadir di persidangan.

Sidang keenam dengan agenda mendengar keterangan saksi ahli yaitu Prof. Dr. Ir. Sumardi M. For. SC. (13/11/2013), dari hasil pengamatan lapangan yang dilakukan saksi ahli pada tanggal 21 Juni 2013 (40 hari pasca Kejadian Perkara) menyimpulkan bahwa lahan sawit PT. MMJ yang terbakar bersebelahan dengan ladang milik terdakwa. Saksi ahli menyatakan bahwa satu-satunya kemungkinan yang ada adalah kebakaran disebabkan oleh aktifitas penduduk yang membakar ladangnya yang kebetulan berdampingan dengan lahan PT. MMJ yang terbakar. Dikatakan bahwa terdakwa tidak membuat antisipasi terhadap resiko penjalaran api. Api kemungkinan bisa menyeberang dengan bantuan angin karena tidak terlihat bekas api menjalar dari ladang milik terdakwa ke lahan sawit PT. MMJ yang terbakar. Bila dilihat keterangan saksi ahli tersebut menjadi tidak obyektif dan cenderung terarah pada kesimpulan ambigu. Bagaimana mungkin dalam persidangan keterangan saksi yang menyatakan kemungkinan tanpa adanya pembuktian jelas perbuatan yang didakwakan. Keterangan saksi ahli yang dihadirkan JPU sesuai dengan pengakuannya yang baru pertama kali sebagai saksi ahli dipersidangan jelas tidak mampu menggambarkan fakta kejadian sebenarnya. Sampai sejauh ini dakwaan JPU masih atas dasar asumsi saja.

Sidang ketujuh dengan agenda pemeriksaan terdakwa (18/11/2013),Dalam keterangan terdakwa dinyatakan bahwa kegiatannya membersihkan tumpukan ranting kayu dan rumput serta membakarnya sudah lazim dilaksanakan. Tentang kebakaran yang terjadi di lahan sawit PT. MMJ terdakwa tidak mengetahuinya dan mengatakan dengan yakin tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan terdakwa membakar tumpukan ranting kayu tersebut karena jaraknya cukup jauh dan dibatasi oleh parit serta jalan. Pada saat pulang terdakwa sudah yakin jika api pada tumpukan telah padam. Hal yang menarik dalam persidangan kali ini adalah ketika Hakim bertanya mengapa lahan sawit PT. MMJ bisa terbakar terdakwa mengatakan tidak tahu menahu. Dan hakim berulang kali mengarahkan pertanyaan yang sifatnya memastikan kalau itu akibat perbuatan terdakwa hingga terdakwa menangis sesenggukan tetap pada pendiriannya. Akhirnya hakim ketua meminta tolong Penasehat Hukum untuk menenangkan terdakwa. Sangat aneh bila pertanyaan seperti itu dilontarkan oleh Hakim, bukan oleh JPU.

Sidang kedelapan mendengarkan keterangan saksi A decharge (26/11/2013), saksi meringankan yang hadir adalah Atno daan Anuar. Penduduk dusun Ujung Pasir. Atno menjelaskan bahwa membantu terdakwa pada tanggal 11 Mei 2013 membersihkan ladangnya dengan membuatkan lubang guna ditanami pohon semangka. Pada pukul 11.00 WIBterlihat karyawan PT. MMJ melintas di lokasi TKP sambil menunjuk-nunjuk parit. Pada pukul 11.30 WIB Atno pulang kerumah untuk istirahat dan pada pukul 13.30 kembali ke ladang guna mencari rumput pakan ternak. Sesampainya di TKP terlihat kebakaran di lahan PT. MMJ sementara di ladang milik terdakwa tidak terbakar. Atno melihat securiti Ferman sedang memadamkan api sendirian dengan menggunakan ember bekas cat. Atno memang membantu terdakwa dan diberi upah sebesar 60 ribu rupiah atas pekerjaannya pada hari itu. Namun Atno bukanlah buruh Subari. Tapi hal tersebut tiba-tiba diprotes Hakim Ketua yang menanyakan apakah JPU tidak keberatan. Dan JPU menyatakan keberatannya. Kembali Hakim menunjukkan arah dari kasus tersebut. Sementara Saksi Anuar menjelaskan bahwa terdakwa bukan sedang membuka lahan akan tetapi membersihkan kebunnya.

Sidang kesembilan dengan agenda Pembacaan Tuntutan JPU (19/12/2013) akibat adanya keterlambatan JPU untuk menghadiri sidang membuat Hakim Ketua marah dan memutuskan pulang. Sehingga sidang yang seyogyanya dijadwalkan tanggal 12 Desember tersebut ditunda dengan alasan Hakim Ketua tidak enak badan. Namun pada sidang berikutnya hakim ketua tidak menegur JPUterkait insiden tersebut. Pada Surat Tuntutannya banyak sekali hal-hal yang menyimpang dari fakta persidangan. Sebagaimana diketahui bahwa sidang perkara ini telah diliput Media dan memiliki catatan konkrit tentang jalannya pemeriksaan. Baik media, pengacara dan juga Panitera tidak mungkin mengambil kesimpulan yang bertolak belakang dengan fakta yang ada. Namun JPU dengan sangat berani memutar balikkan fakta tersebut antara lain; 1. Menyatakan bahwa terdakwa mengakui semua dakwaan yang didakwakan kepadanya. Padahal faktanya terdakwa tegas menolak; 2. Saksi memberikan keterangan bahwa terdakwa membakar lahan sawit PT. MMJ. Padahal faktanya tak satupun saksi yang mengetahui sebab kebakaran; 3. Saferman Hulu dikatakan hadir dipengadilan dan dibawah sumpah memberikan keterangan, Faktanya Saferman Hulu telah melarikan diri dan tidak pernah hadir di persidangan; 4. Barang bukti diperlihatkanoleh Majelis Hakim kepada terdakwa dan penasehat Hukum dan juga saksi-saksi. Namun faktanya selama dipersidangan tidak pernah ada barang bukti tersebut tidak pernah diperlihatkan. Terkait insiden tersebut lagi-lagi Hakim tidak membuat teguran pada JPU dan seperti tidak mau tau pemalsuan fakta tersebut. Apakah ini sudah mendapatkan “restu”?

Sidang kesepuluh dengan agenda pembacaan Pledoi (6/1/2013), Penasehat Hukum membacakan Pledoi setebal 23 halaman dan 11 halaman berisi foto bukti perkara di lapangan. Inti dari Pledoi Penasehat Hukum adalah bahwa JPU telah mengemukakan analisis fakta yang direkayasa dan dimanipulasi dalam Surat Tuntutannya. Pembuktian yang dilakukan JPU didasari pada rekaan dan asumsi dari JPU serta pemalsuan fakta yang dilakukan JPU untuk mendukung Surat Tuntutan, dengan maksud untuk mengaburkan Majelis Hakim agar terdakwa dijatuhi hukuman sesuai dengan keinginan pihak tertentu.

Namun saat membacakan Pledoi tersebut Hakim Ketua lebih memilih berbincang-bincang dengan hakim anggota sama sekali tidak memperhatikan apa yang dibaca oleh Penasehat Hukum. Bahkan meminta Penasehat Hukum untuk membacakan yang pokok-pokok saja mengingat sempitnya waktu. Ketidak seriusan hakim yang ditunjukkan dalam penanganan perkara ini tentu saja membuat miris hati terdakwa dan juga keluarga yang menghadiri sidang. Bagaimana mungkin mereka yang sudah tertekan dengan adanya peristiwa ini baik secara psikologi maupun materi mengharap keadilan sementara hakim memperlihatkan prilaku tak semestinya.

Sidang kesebelas dengan agenda Replik JPU atas Pledoi Terdakwa (15/1/2013). Kembali JPU mencari dalih guna menutupi kesalahan dalam Surat Tuntutannya. Namun justru menambah kesalahan lainnya seperti JPU menyatakan telah memperlihatkan barang bukti korek api sejenis mancis berwarna biru tersebut berupa foto bersama dengan foto barang bukti berupa batang pelepah sawit yang bekas terbakar dan batang kayu bekas terbakar yang terlampir dalam berkas perkara. Barang bukti tersebut telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri Bengkalis pada saat pelimpahan berkas perkara tanggal 10 September 2013. Marilah kita kutip kembali penjelasan barang bukti dalam Surat Tuntutan JPU “Tentang Barang Bukti yang diajukan di persidangan ini berupa 2 (dua) batang pelepah tanaman sawit bekas terbakar, 2 (dua) batang kayu bekas terbakar, 1 (satu) mancis warna ungu. Barang bukti yang diajukan dalam persidangan ini telah disita secara sah menurut hukum, karena itu dapat digunakan untuk memperkuat pembuktian. Majelis Hakim telah memperlihatkan barang bukti tersebut kepada terdakwa dan saksi-saksi, yang bersangkutan telah membenarkannya.” Manakah yang benar? Dapatkah Surat Tuntutan yang dimanipulasi dapat dijadikan dasar keputusan Hakim? Ataukah hakim juga terlibat didalamnya? Kesalahan JPU kembali diperparah terkait keberadaan saksi kunci Saferman Hulu bin Aliu Jaro yang katanya sudah tidak diketahui lagi keberadaannya. Bagaimana mungkin seorang saksi kunci bisa menghilangkan diri sementara yang bersangkutan adalah orang yang disebut-sebut lebih mengetahui kejadian perkara. Baik Hakim maupun JPU seolah menutupi masalah tersebut. Dalam Surat Tuntutannya JPU menyatakan bahwa Saferman Hulu menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut : benar saksi menerangkan mengerti diperiksa di persidangan dan berada dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani. Dan pada akhir kalimat dinyatakan bahwa atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya. Sedangkan pada repliknya JPU menerangkan sebagai berikut : Tentang saksi kunci yang tidak dihadirkan oleh jaksa di persidangan yaitu Saferman Hulu bin Aliu Jaro, JPU telah melakukan pemanggilan secara patut sebanyak 3 kali namun keberadaan saksi tidak diketahui lagi. Namun dalam persidangan JPU telah membacakan BAP saksi Saferman Hulu bin Aliu Jaro yang di bawah sumpah seizin majelis hakim, sehingga menurut kami keterangan saksi Saferman Hulu bin Aliu Jaro dapat disamakan dengan saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan.Permainan yang tidak dapat diterima oleh logika akal sehat terkait jawaban kontradiksi JPU dalam Surat Tuntutan dan Repliknya. Apakah Hakim menutup mata terhadap masalah ini? Jika iya maka dapat dipastikan bahwa Sidang di Pengadilan hanya formalitas saja. Namun Terdakwa telah divonis jauh hari sebelumnya sesuai dengan pesanan.

Liputan ini bukan dimaksudkan sebagai bentuk intervensi pada pengadilan untuk membebaskan terdakwa dari jeratan hukum, namun Media sebagaimana fungsinya harus digunakan sebagai sosial kontrol pada aparatur negara terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di depan mata. Tentunya berita yang disampaikan kepada masyarakat harus bernilai obyektif sesuai fakta baik di lapangan maupun di persidangan.

Sebagai Negara Hukum sudah seharusnya kita meletakkan Hukum diatas segala sendi kehidupan bernegara, namun bagaimana jadinya bila hukum hanya dipergunakan pihak-pihak berkantong tebal demi kepentingan pribadi dengan mengesampingkan rasa keadilan. Bagaimana Para penegak hukum bisa berprilaku rendah namun berkedudukan tinggi, dan pada akhirnya rusaklah pondasi kenegaraan. Apakah keadilan masih ada di negeri ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun