Dalam pemilu kali ini, suhu politik begitu panas di dalam iklim demokrasi yang belum mendapatkan bentuk idealnya. Banyak prilaku para elite politik dan juga masyarakat pelaku politik praktis yang "kebablasan" dalam menyikapi era kebebasan demokrasi dengan Undang-Undang yang belum mencapai titik sempurna.
Kedua paslon dituntut untuk dapat menampilkan ide dan gagasan dalam pembangunan negara ke depan yang dapat kita lihat dari visi dan misi kedua paslon. Kampanye dan debat menambah kerasnya persaingan berbasis kompetensi.Â
Pertanyaannya adalah diantara kedua paslon manakah yang realistis dan manakah hanya retorika belaka.Â
Celakanya, kebanyakan masyarakat belum memiliki kemampuan dalam menilai secara obyektif sitambah maraknya berita hoax fitnah yang menyerang, akhirnya walau secara kasat mata janji kampanye terlalu muluk-muluk tetap saja diterima sebagai kemungkinan yang bisa diwujudkan.Â
Paslon 01 yang menerima dampak terparah dari berita hoax. Serangan bernada fitnah silih berganti menyerang hampir seluruh sendi kehidupannya secara brutal diluncurkan untuk menyerang dan bahkan disetujui oleh timses lawan sebagai dinamika yg harus diterima. Mulai dari isu presiden boneka, PKI, kafir, agama,antek asing dan aseng, kriminalisasi ulama, intervensi ke para penegak hukum, mobil esemka, pencitraan, kerempeng, kebijakan sontoloyo, plongaplongo, pelarangan azan, lagalisasi zinah dan LGBT, penyebab bencana, hutang negara, mafia impor, dan banyak lagi. Hampir semua lini dijadikan bahan serangan yang diakui secara empiris mampu menghilangkan kepercayaan puluhan juta pemilih.
Meskipun semua fitnah tersebut dapat dibuktikan salah, tapi sdh terlanjur menjadi dogma bagi golongan tertentu utk diyakini sebagai sebuah kebenaran. Inilah yang menjadi bahan evaluasi bersama, akankah kita biarkan demokrasi kita dirusak dengan cara hoax? Dan anehnya 01 dituding sebagai raja hoax. Terbalik dengan fakta yang terjadi.
Jika 01 memberikan visi misi ril sebagai kesinambungan pembangunan 5 tahun sebelumnya dengan timsesnya yang diakui juga sedikit melakukan kesalahan komunikasi, berbeda pula dengan paslon 02 yang cenderung mengeluarkan pernyataan pesimisme dengan ancaman kehancuran. Mulai dari isu kebangkitan PKI, kajian luar indonesia punah 2030, indonesia bubar jika 02 tidak menang, negara bangkrut karena hutang, kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, bahkan timsesnya secara terbuka mengangkat isu mematikan atas nama demokrasi tentang kasus novel, pelanggaran HAM, kecurangan sistematis KPU, pencoblosan 7 kontainer suara, premanisme pemerintah atas Ratna sarumpaet, presiden yang dilaknat malaikat, kriminalisasi pejabat daerah pendukung oposisi, pencitraan atas bencana, cucu presiden berkampanye, perubahan ayat alquran atas kata kafirun, dan banyak lagi hal yang sangat tidak etis dalam kampanye.
Yang menarik adalah janji kampanye "asalkan orang senang" tanpa melihat realistiknya sebuah janji. Menaikkan upah pejabat 4 kali lipat demi menghapus korupsi, menurunkan harga untuk masyarakat, menaikkan harga untuk petani, memberdayakan dunia usaha, menaikkan tax ratio, membangun tanpa hutang, penguasaan aset asing, pemulihan iklim investasi, menurunkan harga kedelai bagi produsen tahu tempe, menaikkan harga kedelai bagi petani dan banyak lagi. Hingga bagi mereka yang berpikir  kritis hal ini sangat kontradiksi.
Pada akhirnya kita hanya bisa berdo'a semoga pilpres kali ini tidak menjadi sebuah titik awal dimana hal yang paling menakutkan bangsa ini terjadi. Yakni kerusuhan masal akibat pihak yang sdh dari awal menunjukkan skenario sistematis dengan opini kecurangan penyelenggara pemilu.Â
Seperti kata bung Andre Rosiade jubir timses 02 yang pasti diyakini umat militan. "Prabowo hanya kalah karena kecurangan!" artinya ...???
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H