Saya ingin berbagi pengalaman belajar mengelola keuangan dari kelas yang saya ikuti. Sebelum mengikuti kelas tersebut, saya memiliki masalah keuangan. Kondisi saya saat itu sudah menikah dan memiliki seorang anak balita. Sejak setelah menikah, kami ikut tinggal di rumah orangtua saya karena kami berdua bekerja di kota yang sama dengan orangtua saya. Masalah keuangan yang pernah atau sedang kami hadapi adalah minimnya tabungan/simpanan uang. Tabungan/simpanan yang nominalnya belum ideal sebagai dana darurat, sedikit demi sedikit terkikis untuk membantu meringankan pemenuhan kebutuhan hidup orangtua saya yang pemasukannya minim dan sangat tidak menentu.
Awalnya saya merasa gaya hidup keluarga sudah sangat sederhana sekali jika dibandingkan dengan teman-teman kerja. Kebutuhan membantu keuangan orangtua saya pun nominalnya sangat wajar seperti halnya biaya bulanan rumah kontrakan atau cicilan rumah KPR atau membayar baby sitter . Jumlah hutang yang kami miliki masih dalam batas wajar sesuai teori manajemen keuangan keluarga. Tetapi, bulan berganti tahun. Tanpa ada rekam jejak yang jelas, dana simpanan kami semakin menipis. Ini membuat saya bingung. Saya pun berusaha memutar otak dan mengutak-atik strategi agar keadaan keuangan kami menjadi lebih stabil (dalam ukuran/standar tertentu).
Berbagai strategi pernah saya lakukan. Mulai dari melakukan budgeting di awal waktu, termasuk di dalamnya menganggarkan dana untuk menabung dan berinvestasi di reksadana dengan profil risiko rendah, mengurangi makan atau jajan di luar, mengurangi budget makan siang serta beberapa hari dalam seminggu membawa bekal dari rumah, tidak membeli (apalagi menggunakan) skincare apapun (saya hanya menggunakan sabun wajah), hingga memutuskan untuk menjadi reseller Minigold. Tetapi dampak yang saya rasakan tidak (atau belum) signifikan. Tabungan dan reksadana belum memenuhi angka ideal. Saya kembali dibuat bingung dengan usaha-usaha yang sudah dilakukan selama ini. Bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah cara yang saya lakukan belum tepat atau bagaimana?
Waktu terus bergulir hingga saya dipertemukan dengan informasi kelas mengelola keuangan keluarga. Informasi tersebut saya temukan di media sosial dan ketika saya telusuri lebih lanjut, ternyata hari itu adalah hari terakhir promo harga kelas. Biaya atau harga normal untuk mengikuti kelas tersebut adalah Rp 700.000. Karena kelas tersebut terbilang baru, ada promo yang menjadikan saya hanya perlu membayar sekitar 30ribuan. Tetapi saya punya keyakinan kalau kelas ini cukup worth it dan harga tersebut sudah sesuai dengan keuntungan yang ingin didapat pengelola kelas. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Tidak ingin membuang waktu dan kesempatan mengubah nasib (fakir ilmu), saya pun memutuskan ikut kelas tersebut. Harapan saya mengikuti kelas tersebut agar paham cara mengelola keuangan keluarga dengan baik dan benar, sehingga kondisi keuangan bisa lebih stabil. Oiya, pemateri kelas tersebut adalah mantan dosen yang pernah mengajar saya sewaktu masih kuliah.
To the point saya akan paparkan penjelasan menggunakan bahasa atau istilah saya sendiri. Pada materi dijelaskan ada tiga kondisi keuangan keluarga. Yakni kondisi minus, pas, dan berlebih. Salah satu target kelas tersebut adalah kita bisa menabung berapapun jumlah pemasukan yang didapat dan bagaimanapun kondisi keuangan yang sedang kita alami. Termasuk kondisi keuangan dengan adanya hutang maupun tidak ada hutang. Sebagai pengantar, pemateri menjelaskan tentang piramida perencanaan keuangan dan menyampaikan nilai penting mendahulukan pemenuhan tingkat "keamanan keuangan" sebelum memenuhi tingkat "kenyamanan keuangan".
Pada tingkat keamanan keuangan yang pertama dan yang paling mendasar yang berkenaan dengan cash flow dan hutang/cicilan. Di tingkat ini, kita harus mampu melakukan tiga hal penting agar kondisi cash flow dan tanggungan hutang/cicilan tidak membuat kondisi keuangan keluarga menjadi tidak baik (minus).
Ketiga hal penting yang dimaksud ialah:
1) membuat anggaran atau budgeting sesuai dengan pemasukan yang ada. Utamakan budgeting prioritas untuk kebutuhan wajib seperti ZIS (Zakat Infaq Sedekah) bagi muslim, belanja bulanan, belanja mingguan, hutang/cicilan, dsb sebelum untuk memenuhi kebutuhan lain dan keinginan lainnya;
2) melakukan penghematan. Ini bisa sekalian dimasukkan ketika membuat budgeting. Kegiatan budgeting membantu kita untuk menilai kebutuhan yang bisa dihemat, ditunda pembeliannya, dsb agar anggaran tidak lebih besar dari kemampuan (pemasukan);
3) menambah pemasukan. Karena pada tingkat dasar ini, kondisi keuangan keluarga yang memiliki hutang/cicilan perlu adanya tambahan pemasukan agar hutang/cicilan bisa segera lunas dan/atau meminimalisir adanya hutang baru. Tujuan dari ketiga hal penting dalam mengatur keuangan keluarga di tingkat ini adalah agar cash flow dan pembayaran hutang/cicilan tidak membebani sehingga mendesak kita untuk menambah hutang. Â
Tingkat keamanan keuangan selanjutnya ialah ketersediaan dana darurat. Jumlah dana darurat untuk seseorang yang masih single akan berbeda dengan seseorang yang sudah berkeluarga. Dana darurat ideal untuk keluarga dengan satu orang anak adalah 12x pengeluaran setiap bulan. Namun jika ini terasa memberatkan karena ada kebutuhan lain yang perlu dipenuhi segera, maka kita bisa menarget untuk memiliki dana darurat sebesar 3x pengeluaran setiap bulan.Â