Dalam konteks kehidupan sehari-hari, kecenderungan untuk menunjukkan sikap yang kurang percaya diri atau kesulitan untuk menonjolkan diri seringkali diidentifikasi sebagai akar dari banyak masalah interpersonal. Tapi, bagaimana jika sifat yang tampak begitu pribadi ini memainkan peran penting dalam cara orang lain memperlakukan kita?
Perilaku 'tidak enakan' tidak hanya mempengaruhi persepsi diri kita sendiri, tetapi juga merintangi cara orang lain melihat kita, menggerogoti penghargaan mereka terhadap kita, bahkan hingga menciptakan batasan-batasan yang tak terduga dalam hubungan sosial kita.Lantas mengapa seringkali sifat 'tidak enakan' menjadi tiket bagi orang lain untuk menyepelekan kita?
Kita mengakui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Bohong adanya bila kita mengklaim bahwa kita mampu melakukan segalanya sendiri tanpa bergantung pada bantuan orang lain. Terkadang apa yang kita lakukan untuk orang lain,itu juga yang ingin kita peroleh dari mereka. Ketika seseorang memerlukan sesuatu, kecenderungannya adalah untuk berbagi kebutuhan tersebut kepada orang lain dengan harapan mereka dapat memberikan bantuan dengan tulus dan baik hati.Itu adalah hal yang lumrah bagi manusia sebagai makhluk sosial,namun berbeda jika saat ada orang lain yang melakukan kesalahan atau kekeliruan terhadap kita,banyak dari kita memilih untuk diam,bukan karena takut tapi dengan alasan merasa sungkan dan menjaga perasaan orang tersebut.
Perasaan sungkan berlebihan atau kesulitan dalam menolak permintaan orang lain ini dapat memengaruhi kesehatan mental seseorang, seperti menimbulkan rasa bersalah dan ketidakpastian dalam mengungkapkan pendapat atau keputusan. Orang yang cenderung 'tidak enakan' mungkin sulit untuk menolak ajakan atau tawaran, dan sering merasa perlu untuk menyenangkan orang lain. Sifat ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental, seperti menimbulkan ketidaknyamanan dan merugikan diri sendiri.Sifat seperti ini juga cenderung membuat orang lain menyepelekan kita karena dengan 'tidak enakan' ini membuat  orang menanggap kita 'terlalu baik' jadi tidak apa jika disepelakan, mereka sering berpikir 'toh dia tidak akan marah kok'.
Dan yang paling menyebalkan dari sifat 'tidak enakan' ini yaitu kita selalu merasa bertanggung jawab atas perasaan orang lain yang dimana seharusnya kita lebih mementingkan perasaan kita sendiri, seperti saat "eh pake duit kamu dulu ya" sebagai seorang teman kita pasti akan membantu dan sungkan untuk berkata tidak ,namun seringkali sulit bagi kita untuk menagih uang tersebut karena takut teman kita merasa tersinggung,berdasarkan pengalaman pribadi saya, lebih dari setengah teman-teman saya sikapnya berubah setelah saya menagih sesuatu yang sudah saya pinjamkan kepada mereka, mereka misuh-misuh sambil bilang 'yaelah itu doang diminta'. Kalau di pikir-pikir cape gak sih kalau kita harus memaklumi semua orang terus?
Terkadang ga semua kata 'gapapa' itu beneran gapapa.
Saat seseorang melakukan kesalahan kepada kita, kita seringkali bilang "gapapa kok". Tapi apa benar kita lagi gapapa? Apa benar kesalahan orang tersebut tidak menyakiti kita?
Kadang-kadang, ungkapan kata "gapapa" memuat dalam dirinya realitas kompleks bahwa tidak selalu setiap ucapan dan perbuatan yang dianggap enteng atau remeh benar-benar tanpa dampak atau konsekuensi yang lebih mendalam. Ungkapan ini mencerminkan pemahaman bahwa di balik setiap kata terdapat makna yang terkadang tidak dapat dijelaskan, terkadang dapat mengandung perasaan atau implikasi yang lebih dalam, yang tidak selalu dapat diartikan sebagai sesuatu yang sepele. Oleh karena itu, menjadi penting untuk lebih cermat dalam mendengarkan dan merespon perkataan, karena terkadang hal-hal yang diucapkan memiliki arti yang lebih mendalam daripada yang muncul secara langsung. Dengan membuka diri terhadap kemungkinan makna yang lebih dalam, kita dapat menciptakan ruang untuk dialog yang lebih mendalam dan pengertian yang lebih baik dalam setiap interaksi komunikatif.
Semoga bisa saling memahami dan menghargai perasaan sesama.
Semoga kita semua dapat membuka ruang untuk mendengar, meresapi, dan menghargai perasaan serta pandangan orang lain dengan penuh pengertian. Dalam harapan yang tulus ini, semoga kita mampu membentuk sebuah lingkungan di mana saling memami dan menghargai terhadap perasaan orang lain menjadi pondasi utama. Dengan menciptakan ruang untuk mendengarkan tanpa prasangka, memahami perspektif yang mungkin berbeda, dan menanggapi dengan empati, kita dapat mengembangkan hubungan yang lebih mendalam dan penuh toleransi.Mengingat setiap orang memiliki pandangan dan perasaan yang berbeda akan segala sesuatu. Semoga nilai-nilai ini mewarnai setiap interaksi kita, membawa kehidupan sosial kita ke tingkat yang lebih tinggi, di mana kerja sama dan saling pengertian menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan bersama.
Sebagai makhluk sosial, kita merangkul harapan bahwa interaksi kita mencerminkan saling penghargaan dan empati. Namun, dalam realitasnya, sifat "tidak enakan" seringkali menghambat komunikasi yang jujur dan terbuka. Sulitnya menolak atau menegaskan pendapat, serta kesulitan dalam mengelola ekspektasi orang lain, bisa mengakibatkan dampak negatif pada kesehatan mental diri sendiri.