Integritas adalah sesuatu yang paling dibutuhkan dalam hidup, khususnya dalam kehidupan generasi muda atau millennial. Namun pada faktanya integritas menjadi semakin sukar ditanamkan karena sulitnya memberi pengajaran dari orang tua kepada kaum muda pemilik masa depan.
Masih berani kah membayangkan masa depan itu jika para pelakunya kelak semua orang yang hidup tanpa integritas? Dan ingeritas semakin sulit ditanamkan jika diajarkan dengan kering tanpa roh dan jauh dari nuansa keindahan.
Maka ketika saya membaca sampai habis "Pingko Pingko", saya melihat dan meyakini bahwa novel yang diangkat dari kisah nyata pengalaman hidup sang tokoh "mama kami " Muhammad Tempel Tarigan" ini bisa menjadi salah satu inspirasi untuk mengajarkan integritas dalam hidup. Mengapa ?
Jika integritas itu didefinisikan menjadi satunya kata dengan perbuatan, maka itu dicontohkan dengan sangat meyakinkan dalam novel, yang diksi nya banyak disusun oleh impal kami, sang novelis masa depan Karo Rafael Tarigan.
Dalam novel ini dikisahkan dan diteladankan lah satunya kata dengan perbuatan, ketika Sang Tokoh dengan kekasih hatinya berlibur di Bali sekian hari. Pergi ke tempat tempat tamasya yang sangat terkenal, tinggal sekamar berdua, namun sanggup mematuhi kesepakatan yang sudah ditetapkan sejak sebelum berangkat. Apa kesepakatan mereka berdua ?
Bali saat itu dilukiskan dengan sangat indah menantang oleh penulis novel ini
" Bali dengan kehidupan turisnya yang bebas dan glamour memang sangat riskan untuk menguji kesetiaan, terlebih aku yang sedang ditugaskan untuk meliput kebebasan itu. Aku tak ingin Endang berburuk sangka padaku, karenanya, aku tak mau menghalangi keinginannya" (hal 71)
Lalu apa kesepakatan atau perjanjian itu? Biarlah sang tokoh saja yang bercerita
"Begini End, "kataku pelan, Aku ingin selama kita berduaan di kamar ini, kita buat satu perjanjian. Perjanjian baru antara kita. Janji bahwa selama kita di dalam kamar, tak boleh ada panggilan mesra yang terlontar. Entah itu kata sayang, Mama Tigan, Nande Ribu, Tambar Malem, Turang la megogo, impal atau apa saja"yang berkesan bisa memancing kita untuk mendekat, paparku.
Dan satu lagi
"Selama tidur Endang harus berpakaian rapi, Pakai celana harus yang panjang"
Diceritakan dalam novel ini bahwa mereka akhirnya mampu mentaati untuk tidak lebih jauh dari kesepakatan itu, meskipun suasananya sangat dan sangat menggoda.
Inilah yang disebut menceritakan integritas dengan roh, dengan spirit dan dengan kata kata atau kisah yang sangat indah. Indah sekali, sehingga saya yakin bahwa generasi millennial itu akan mendapatkan contoh prilaku integritas yang akan masuk ke alam bawah sadar mereka.
Selain soal integritas ada dua lagi yang saya rasakan nilai Novel Pingko Pingko ini. Yang pertama adalah keindahan kata kata nya, dan yang kedua adalah makna pengajaran adat istiadat dan istilah istilah Karo. Mari saya tunjukkan.
Susunan kata kata dalam novel ini sangat indah. Mungkin inilah nilai lebih dari Kolaborasi Duo Tarigan super hebat ini. Bahkan saya tergoda untuk mengatakan bahwa Novel ini adalah tulisan puisi yang dirangkai menjadi sebuah prosa. Bayangkanlah puisi puisi yang jalin menjalin menjadi cerita yang sangat kaya makna dalam keindahannya itu, inilah beberapa diantaranya
"Api ini harus tetap kujaga,
Karena disana dia pun melakukan hal yang sama."
 Atau yang ini
Dan ketika melewati jalan Selamat Riyadi itu,
Hatiku bertambah tambah ngilu
Seluruh kenangan seolah ditarik ulang hingga terhidang di hadapanku
Wooooooooooowwww Indah sekali gaes
Ini satu lagi gaes...
Di bawah pohon pinus rimbun yang tak terjilat cahaya lampu,
Aku sempat memberhentikan laju becak, turun
lalu berdiri termangu tepat di tempat aku mencium Endang dengan curi curi
saat matanya terpejam.
Saat dia menanyakan arti kata 'terpingko pingko", padaku.
Â
Nilai lebih yang lain Novel Pingko Pingko ini adalah kayanya pengenalan dan penjelasan mengenai makna kosakata Karo dan adat istiadat Karo, seperti ditulisakn pada halaman 122;
Andai benar aku menikahinya, sudah kubayangkan bagaimana cantiknya wajah kuning langsat Beru Ribu tanah Lawang itu berteduh di bawah tudung tradisional suku Karo dengan hiasan emas emas, berikut rumbai menjuntai bak renda menutup separuh keningnya, digelayuti sepasang kodang kodang kiri kanan, ditambah anting Raja Mehuli, gelang Leang Hiboel melingkar di pergelangan tangan dan cincin Tapak Gajah terselip di jemari.
Sementara tubuh sintalnya dibalut kebaya seukuran badan, berpadu kain songket, dilapisi uis julu sebatas lutut, dililit dengan langge langge setengah paha, berkalungkan sertali layang layang menghias dada.
Bukankah ini sebuah penjelasan yang sangat informatif tentang pakaian pengantin wanita suku karo, yang selalu akan dipakaikan kepada pengantin wanita dari waktu ke waktu ? Jangan jangan banyak wanita Karo yang asal pakai saja tanpa mengetahui nama dan maknanya. Hahahahha.
Tak ada gading yang tak retak, kesempurnaan itu hanya milik TYME. Novel ini bukannya tak memiliki kelemahan juga. Bagi saya kelemahannya hanya satu. Pada halaman 180, ada nuansa yang disampaikan bahwa rokok bisa membuat ketenangan. Hahahaha. Itu saja Ma, kelemahannya. Takut aku jika generasi muda kita nanti merasa bahwa rokok itu bisa membuat ketenangan.
SARAN
Siapa yang harus membaca novel ini dan makna apa yang bisa dipetik ?
Tentu saja siapapun bisa membacanya kalau ingin melihat contoh integritas dan bagaimana cara mengajarkannya kepada kaum muda kita. Lalu saya sangat menyarankan supaya anak muda karo, millennial karo terutama yang lahir di luar Tanah Karo agar membaca Novel ini jika ingin mempelajari Suku Karo itu. Ya tidaklah terlalu lengkap, namun sebagi entry awal untuk mempelajari jati diri Karo, novel ini salah satu yang terbaik.
Apa arti impal, apa arti tutur siwaluh, mengapa dipanggil Mama Tigan, atau Mama Ginting , beru singumban, mengapa dijadikan beru ribu, semua dijelaskan disini dengan sangat menarik.
Namun saya melihat satu keistimewaan, Novel ini adalah sejajar dengan novel novel nasional yang sudah dikenal secara luas. Dengan Novel Hamka "Tenggelamnya Kapal van Der Wijk" bahkan dengan Novel Da Vinci Code nya Daniel Brown, dengan novel novel John Grisham pun tidak kalah. Indah dan sejajar makna dan imaginasi yang diciptakannya. Untuk Pelajaran Bahasa Indonesia dan Kesusastraan Indonesia bagi pelajar di Kabupaten Karo, Novel ini layak dijadikan jadi objek pembelajaran.Â
Bahkan ada kejutan yang sangat mencengangkan diakhir novel ini. Sesuatu yang sangat mengagetkan dan di titik ini aku sampai meneteskan air mata dan merenung sangat dalam. Sampailah aku pada satu kesimpulan bahwa Mamaku Haji Muhammad Tempel Tarigan, bukan lah seorang pencinta yang sukses dan berhasil, namun dia sukses sebagai Penulis Novel Top dan Suskes sebagai bapak dan suami. Kalau kam masih bingung apa yang kumaksud, kita punya persamaan Ma. Syair lagu yang kucipta dibawah ini mungkin bisa memberikan sedikit penjelasan
Berekenndu sada baju muatku berkat agiku
Jadi persinget nambahi gegeh erlajar nindu
Meriahkal ukurku ngalokensa mesayang
Kututusi kugegehi ningku erpadan
Â
Lima tahun dekahna aku I Bogor agingku
Telu kali ngenca kutulis surat
Janah pernah sekali aku mulih ku kuta
Kuidah bas rumahndu kalak sideban
Â
Bas sada paksa kirimkenndu suratndu bangku
Ngataken lit sinungkun kena agiku
Janah enggo reh anak beruna maba kata
Uga nge ndia kubahan kaka nindu
Â
La terjababku serko ukurku getem pusuhku
Sangapta ndube la ersada la erdemu
Kelengi ia hamati ia ras tami tami
Sangapta ndube jumpa ras teman sideban.
( Pernah Top di Radio Kabanjahe pada awal tahun 2000 an, hehehe)
"Lit persamaanta lit ka perbedaan sitik Ma, kam jelaskenndu gelar ras beru kai si pernah reh ku pusuhndu, aku jilen kuakap la pedah jelas beru kai ia Ma. Sijelas ras anakndu rumah Beru Sitompul, ibereNa ka 3 kempundu. Kam telu aku pe telu Ma."
Artikel sudah tayang di Web Pribadi, Katmospir.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H