Mohon tunggu...
Analgin Ginting
Analgin Ginting Mohon Tunggu... Human Resources - Penulis dan Motivator Level 5

Peduli, Memberi dan Berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Nilai Lebih Novel Pingko-Pingko (Resensi)

4 Februari 2021   15:27 Diperbarui: 4 Februari 2021   17:27 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : dok pribadi

Integritas adalah sesuatu yang paling dibutuhkan dalam hidup, khususnya dalam kehidupan generasi muda atau millennial. Namun pada faktanya integritas menjadi semakin sukar ditanamkan karena sulitnya memberi pengajaran dari orang tua kepada kaum muda pemilik masa depan.

Masih berani kah membayangkan masa depan itu jika para pelakunya kelak semua orang yang hidup tanpa integritas? Dan ingeritas semakin sulit ditanamkan jika diajarkan dengan kering tanpa roh dan jauh dari nuansa keindahan.

Maka ketika saya membaca sampai habis "Pingko Pingko", saya melihat dan meyakini bahwa novel yang diangkat dari kisah nyata pengalaman hidup sang tokoh "mama kami " Muhammad Tempel Tarigan" ini bisa menjadi salah satu inspirasi untuk mengajarkan integritas dalam hidup. Mengapa ?

Jika integritas itu didefinisikan menjadi satunya kata dengan perbuatan, maka itu dicontohkan dengan sangat meyakinkan dalam novel, yang diksi nya banyak disusun oleh impal kami, sang novelis masa depan Karo Rafael Tarigan.

Dalam novel ini dikisahkan dan diteladankan lah satunya kata dengan perbuatan, ketika Sang Tokoh dengan kekasih hatinya berlibur di Bali sekian hari. Pergi ke tempat tempat tamasya yang sangat terkenal, tinggal sekamar berdua, namun sanggup mematuhi kesepakatan yang sudah ditetapkan sejak sebelum berangkat. Apa kesepakatan mereka berdua ?

Bali saat itu dilukiskan dengan sangat indah menantang oleh penulis novel ini

" Bali dengan kehidupan turisnya yang bebas dan glamour memang sangat riskan untuk menguji kesetiaan, terlebih aku yang sedang ditugaskan untuk meliput kebebasan itu. Aku tak ingin Endang berburuk sangka padaku, karenanya, aku tak mau menghalangi keinginannya" (hal 71)

Lalu apa kesepakatan atau perjanjian itu? Biarlah sang tokoh saja yang bercerita

"Begini End, "kataku pelan, Aku ingin selama kita berduaan di kamar ini, kita buat satu perjanjian. Perjanjian baru antara kita. Janji bahwa selama kita di dalam kamar, tak boleh ada panggilan mesra yang terlontar. Entah itu kata sayang, Mama Tigan, Nande Ribu, Tambar Malem, Turang la megogo, impal atau apa saja"yang berkesan bisa memancing kita untuk mendekat, paparku.

Dan satu lagi

"Selama tidur Endang harus berpakaian rapi, Pakai celana harus yang panjang"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun