Asumsi apa-apa bisa sendirian itu patah dengan sebuah pesan di WhatsApp masuk "Kak, sy Ippa temannya Wia. Ayomi daftar sama-sama". Jujur, saat itu sepersekian detik saya senang bakalan ada yang menemani.
Tapi di detik-detik berikutnya saya kembali dengan prinsip saya "saya tidak mau bergantung dengan orang lain. Kalau gerakannya lambat, akan saya tinggalkan".
Apalagi si Ippah ini atau nama lengkapnya Hudzaifa saya tidak terlalu kenal. Hanya tahu dari teman ke teman. Ia dari kelas A, sementara saya dari kelas D. Ditambah gap umur kami yang berbeda 9 tahun.
Pepatah tak kenal maka tak sayang memang benar adanya. Sejak daftar ujian hasil sama-sama di tanggal 7 Febuari itu saya dan Hudzaifa jadi punya chemistry.
Kami jadi Sering bertukar pikiran untuk persiapan ujian seminar hasil dan ujian tutup. Kami mengatur kegiatan yang harus dilakukan setiap harinya.Â
Misal jadwal membuat powerpoint untuk presentasi, jadwal untuk membuat artikel sebagai syarat ujian tutup, jadwal foto ijazah, jadwal perbanyak dan jilid tesis, jadwal penyebaran undangan ke dosen pembimbing dan dosen penguji. Hingga jadwal healing pasca ujian pun kami rencanakan.
Kami seperti makhluk simbiosis mutualisme. Yang sama-sama saling membutuhkan dan melengkapi untuk segera menyelesaikan tanggung jawab kami sebagai mahasiswa akhir.
Rencana yang diatur sedemikian rupa pun kadang berjalan tidak sesuai rencana. Itu hal yang sangat lumrah. Perbedaan pendapat juga sering terjadi.Â
Lisan yang tak terjaga dan suara yang bernada tinggi kerap terjadi. Kadang kami menangis bersama lalu tertawa beberapa menit setelahnya. Agak hiperbola, tapi ini memang benar terjadi.