Mohon tunggu...
Sary Hadimuda
Sary Hadimuda Mohon Tunggu... Guru - Hanya seorang hamba Allah yang sedang memantaskan diri menjadi pengajar

Sedang belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Semua Perempuan Bisa Seperti Burung Flamingo

3 Desember 2023   21:52 Diperbarui: 3 Desember 2023   22:19 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya satu-satunya yang sudah menikah di foto ini (dok.pribadi)

Akhir-akhir ini postingan tentang burung flamingo beberapa kali muncul di halaman instagram saya. Seperti akun ratnasusantii_99, ia memposting satu video dimana ada beberapa burung flamingo yang berbulu cantik berwarna pink sedang melewati pengunjung kemudian di bagian belakang ada seekor burung flamingo yang memiliki bulu berbeda warna. Ratna menambahkan caption di postingannya "Flamingo kehilangan cantiknya karena membesarkan anak. Mereka berubah menjadi putih bahkan berwarna abu-abu karena intens menyusui anaknya. Ketika anaknya sudah mulai mandiri, warna merah muda flamingo akan kembali cantik". Kemudian di paragraf kedua ia menambahkan "Jadi saat kamu kehilangan dirimu sendiri karena proses keibuan ini, ingatlah kamu akan mendapatkan dirimu kembali saat waktunya tiba.".

Sebagai seorang perempuan yang ditakdirkan menikah muda di usia 19 tahun, ditambah dengan tiga kali melahirkan anak (alhamdulillah), saya sangat setuju dengan postingan kak Ratna tersebut. Sudah menjadi hukum alam ketika seorang perempuan mengandung, melahirkan dan menyusui anak mengalami perubahan-perubahan fisik yang bahkan mungkin menurut suaminya sendiri "menjadi kurang menarik" wkwkwk. Tapi perempuan tidak bisa menolak kenyataan itu. Badan menjadi lebar saat hamil, rambut menjadi gugur pasca melahirkan dan mata menjadi bengkak ditambah lingkaran hitam menjadikan buk-ibuk (berdasarkan pengalaman pribadi) terlihat seperti zombie. Hehehe.

Keadaan seorang ibu pasca melahirkan bisa menjadi lebih buruk ketika sang ibu mengalami baby blues. Meski tidak didiagnosis oleh ahli bahwa saya terkena baby blues. Tapi saya merasakan hal itu saat melahirkan anak pertama. Saat usia saya tepat 20 tahun. Saat itu saya masih semester tiga. Menikah muda tidaklah mudah. Saya banyak sekali kehilangan waktu bersama teman-teman. Ditambah saya memiliki anak (sambung) dari suami yang berumur 5 dan 6 tahun. Waktu itu terlintas pemikiran "menikah adalah suatu kebodohan". Ditambah masalah-masalah rumah tangga yang silih berganti yang rasanya tidak perlu dituliskan di sini.

Meski saya tetap melanjutkan kuliah setelah menikah, tapi seingat saya, saya kesulitan menerima materi dari dosen. Ini terbukti dengan nilai IPK saya yang paling rendah diantara 9 teman baik saya waktu itu. Selesai kuliah, teman-teman yang lain sudah mendapatkan kerja atau melanjutkan pendidikan S2 di luar kota saya malah hamil lagi anak kedua. Haha. Manusiawi sekali dulu punya pikiran "kenapa hidupku begini-begini saja".

Keadaan berangsur-angsur berubah di tahun 2017. Saat itu usia pernikahan sudah 7 tahun. Ekonomi sungguh pas-pasan. Saya mulai belajar kursus menjahit di BLK. Berharap bisa punya usaha jahit meski di rumah juga sudah ada usaha fotokopi dan sedikit atk dan pulsa. Setelah kursus, saya malah daftar CPNS tapi penempatannya di Jakarta. Di saat yang sama ada lowongan guru di SD swasta. Karena memang lulusan keguruan dan ilmu pendidikan saya coba mendaftar di sekolah tersebut. Pikir saya, mungkin ini pilihan yang tepat.

Menjadi Walikelas 6B (Dok. Pribadi)
Menjadi Walikelas 6B (Dok. Pribadi)

Singkat cerita saya diterima di sekolah tersebut dan di tahun ketiga dipercaya menjadi penanggung jawab bidang prestasi. Suatu kebanggaan, dengan dukungan murid, orang tua, juga rekan guru saya berhasil membawa siswa saya juara 2 lomba cerdas cermat jenjang SD tingkat kota Sorong di bulan maret 2022. Kisahnya saya tuliskan di sini.

Di bulan Juli di tahun 2022 saya memutuskan untuk resign dari sekolah tersebut karena ingin melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Negeri Makassar. Karena ada impian lain lagi yang ingin saya wujudkan. Berharap suatu saat nanti saya bisa jadi dosen. Saya selalu optimis. Alhamdulillah, bulan November kemarin saya baru saja menyelesaikan Seminar Proposal di Makassar tepat tanggal 14.

Gagal Beasiswa BPI (Dok.Pribadi)
Gagal Beasiswa BPI (Dok.Pribadi)

Apa semua berjalan dengan lancar? Hehe. Tidak semudah itu ferguso. Setelah empat kali gagal beasiswa, tiga kali gagal beasiswa LPDP, 1 kali gagal beasiswa BPI, saya akhirnya melanjutkan kuliah biaya mandiri dengan dukungan dari suami. Itupun butuh perlu diskusi yang sangat matang. Karena anak pertama  sudah duduk di bangku kuliah juga. Sudah pasti butuh biaya yang tidak sedikit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun