Kala masih duduk di bangku Sekolah Dasar, tiap kali pulang ke rumah selesai upacara tujuh belasan, langsung  menonton  televisi. Cuma ada satu siaran. TVRI. Senang sekali nonton paskibra sedang membawa bendera. Setelah itu pembacaan detik-detik proklamasi tepat pukul 12.00. Karena Sorong beda 2 jam dengan di Jakarta yang baru pukul 10.00.
Kalau keluar rumah, biasanya  ada tetangga yang sedang putar radio. Seketika terkesima. Karena suaranya sama. Kok bisa ya? Hehehe.
Tahun 2002, saat piala dunia Brazil vs Jerman, hanya mama dan adik di rumah yang menikmati suara keseruan komentator berkomat-kamit di radio. Saya dan almarhum bapak memilih ke rumah saudaranya untuk menonton. Sebab di rumah tak ada siaran RCTI.
Beranjak SMP, teman-teman sekelas  disibukkan dengan kertas merah yang bernama "atensi". Yakni mengirim pesan atau salam lewat radio yang akan dibacakan oleh penyiar. Misal "Satu lagi dari Dwi buat  Syarah yang ada di KPR Exim, Agustiani yang ada di lokasi, salam perkosa buat kalian semua " salam "perkosa" artinya salam PERSahabatan KOmpak SelAlu.  Wkwkwkwk Tertawa geli bila mengingatnya.
Pernah sekali sekeluarga nomad ke daerah Malangke, 30km dari Masamba. Daerah terpencil. Jalannya saja belum aspal. Meski ada televisi, radio jadi hiburan paling mengasyikkan. Ada acara khusus di radio yang mewajibkan penyiar pun penelpon menggunakan bahasa Luwu atau yang mereka sebut bahasa "Tae". Dimana kaki berpijak disitulah langit dijunjung. Tetap dinikmati. Setelah mereka bercakap-cakap barulah lagu yang lagu hits di putar. "Jujurlah padaku..... Bila kau tak lagi suka.... Tinggalkanlah aku bila tak mungkin bersama...." lagu band Radja ini benar-benar menghibur setelah gagal paham bahasa "Tae". Hehehe
Sekarang siapa yang masih menunggu lagu-lagu kesayangan di radio? Jaman sudah revolusi industri 4.0. Mau lagu apa saja asal data/wifi on, pilih lagu sesuka hati kapan saja, dimana saja, so easy. Tinggal pilih youtube atau joox. Aman terkendali.
Berita dalam kota yang biasa disiarkan setiap pagi di radio, terkalahkan sama informasi yang sudah tersebar duluan di facebook. Bahkan untuk berita kehilangan sekalipun. Facebookers lebih update dengan grup-grup seperti "Info Kejadian kota ***********."
Padahal jika kembali ke sejarah. Radio punya peran yang sangat penting di awal kemerdekaan Indonesia. Informasi pembacaan proklamasi tersebar justru lewat radio.
Saat ini radio terkesan bermanfaat  kala ramadhan saja. Agar waktu imsak dan adzan magrib tepat waktu. Imsak dengan suara sirene yang membuat hati siap-siap terima kenyataan tak boleh makan dan minum lagi. Sebaliknya, bila suara radio berbunyi "asyhaduallah.... illah.....". Pertanda kolak pisang dan sirup pisang ambon sudah siap di depan mata. Sebentar lagi buka puasa *tepok jidat.
Bagaimanapun juga, untuk Radio Republik Indonesia, "Sekali di udara, tetap di udara!
Dari Sorong Papua Barat, Salam hangat. . .