Sering  kita menemukan pada saat penerimaan rapot orang tua tidak puas dengan hasil yang diperoleh anak.  Menganggap anak tidak berhasil, tidak pandai bahkan dibeberapa kasus orang tua langsung menjudge anak "bodoh" hanya karena angka-angka yang dilihat dalam rapot tidak memuaskan. Tidak ada angka 9 yang tersusun indah atau huruf "A" yang.
Pun sepanjang pulang, anak diberi cemohan yang membuat senyumnya padam. Mentalnya ciut. Anak merasa usahanya selama ini tidak diapresiasi dan atau tidak diakui oleh orang tua sendiri. Parahnya ,Itu dimulai semenjak orangtua keluar dari kelas. Tatapan tajam menusuk langsung ke hati yang sudah menunggu di luar kelas. Asanya seketika hilang hanya dari tatapan sinis dari orang tua yang terlalu menuntut anak mendapatkan yang terbaik.
Mungkin  salah satu dari kita pernah mengalami hal tersebut (diomelin orang tua) saat di bangku sekolah. Di sisi lain, mungkin kita pernah mesa "kemampuan" yang lebih dibanding teman-teman yang lain. Sekarang mari kita lihat apakah mereka yang dulunya bernilai buruk dan jelek itu hidup susah. Tidak. Bahkan diantara mereka ada yang jauh lebih sukses dibanding kita sendiri yang notabene paling unggul di kelas.
Nilai bagus bukan jaminan anak sukses di masa depan. Yang terpenting adalah membangun karakter anak itu sendiri. Untuk apa memiliki nilai yang tinggi sementara ia tidak memahami bagaimana menghormati yang lebih tua misalnnya. Â Â Â Untuk apa ia hebat dalam hal perkalian dan pembagian sementara ia tidak memahami esensi berbagi kepada sesama.
Menelaah  kesalahan kita  sebagai orangtua adalah hal yang lebih penting dibanding memarahi anak hanya karena ia mendapat nilai yang kurang memuaskan. Karena hakikatnya semua anak yang ada di dunia ini hebat dan memiliki potensi yang sama. Hanya saja kita kurang menyadari minat dan bakat dari anak itu sendiri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H