Mohon tunggu...
Gatot Prakoso
Gatot Prakoso Mohon Tunggu... karyawan swasta -

mencoba terus menulis, menyibukkan jemari sebagai "printer" yang berkualitas, yang bisa mencetak hasil-hasil yang berguna...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebijakan Aneh Menkes Tentang Kondom

8 Desember 2013   12:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:11 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh MenKes Nafsiah Mboi? Entah jalan pikirannya yang “agak liar”, cenderung aneh malah, atau memang kita, mayoritas masyarakat Indonesia yang terlalu kolot? Apapun alasannya, Pekan Kondom Nasional, dengan alasan mencegah penularan HIV, adalah satu dari banyak langkah “ajaib” dari MenKes.

Belum hilang dari ingatan saya ketika MenKes, minggu kemarin membuat sebuah statement yang begitu emosional menyangkut keputusan MA akan nasib 3 orang dokter, terkait dugaan malpraktik. MenKes, ketika itu, seperti dikutip Kompas, mengatakan, “Kami tidak menjamin bahwa tidak akan ada pasien terlantar. Saat ini emosi sedang tinggi. Apalagi dalam kasus itu, dokter sudah berupaya menyelamatkan pasien dan telah dinyatakan bebas oleh PN Menado, tetapi dinyatakan bersalah”.

Nafsiah Mboi, secara sadar sudah membuat dua statemen yang sama sekali tidak mencerminkan posisi beliau sebagai orang nomor satu di DepKes, yang seharusnya menjadi ujung tombak pemerintah dalam melayani masyarakat di bidang kesehatan. Statemen pertama adalah bahwa “TIDAK MENJAMIN TIDAK AKAN ADA PASIEN TERLANTAR”. Kalau Anda, ibu Nafsiah Mboi, yang menjadi pimpinan tertinggi semua Institusi Kesehatan di negeri ini berbicara seperti itu, lantas kemana rakyat Indonesia mesti meminta hak untuk layanan kesehatan?

Statemen kedua, Nafsiah Mboi, selaku Menteri Kesehatan, seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan yang secara langsung mempertanyakan validitas putusan MA. Sejauh mana Ibu Nafsiah mengetahui duduk perkara dari persoalan tersebut? Sangat detail? Atau hanya mendapat informasi dari staf? Atau bahkan hanya mendengar desas-desus?

Tak heran jika (hampir) semua dokter di Indonesia bereaksi begitu emosional, karena pimpinan tertingginya saja bereaksi begitu emosional dan tanpa kontrol, tidak mencerminkan sebagai figur yang seharusnya mampu membuat komentar tenang, tanpa berpotensi menimbulkan gangguan pada orang lain. Lepas dari pernyataan itu dibuat sesudah aksi mogok itu terjadi, tetapi buat saya, statemen Nafsiah Mboi secara langsung memberikan efek keberanian bagi para dokter untuk berbuat seperti yang mereka rasa benar.

Kita tidak akan membahas tentang “aksi” solidaritas para dokter kemarin.

Blunder Lagi

Seolah tak lelah berbuat konyol, MenKes kembali membuat kebijakan yang ajaib. Alih-alih membuat sebuah kebijakan cerdas, yang benar-benar memperlihatkan kualitas dan kapasitas beliau sebagai seorang menteri, Nafsiah Mboi justru membuat banyak sekali kebijakan konyol yang cenderung terkesan “bypass” dan “ogah mikir”.

Logika yang diambil MenKes, dengan membagikan kondom gratis sebagai sarana pencegah penularan HIV mungkin benar, jika ditinjau dari sudut pandang mereka yang memang pelaku seks bebas. Toh, sebenarnya, tanpa diberikan kondom gratis sekalipun, mereka sudah bisa dengan mudah mendapatkan kondom-kondom itu dengan mendatangi minimarket, atau convenience store yang mudah dijumpai di kantong-kantong mahasiswa, seperti lokasi-lokasi dekat kampus, dekat areal pondokan dan banyak lokasi lain.

Dengan membagikan kondom gratis, secara sadar, MenKes dan jajarannya sudah mengkampanyekan seks bebas. Mereka yang “ingin melakukan seks bebas”, tetapi masih memiliki sedikit rasa malu untuk membeli kondom, tiba-tiba seolah-olah mendapat “blessing in disguise” dengan pemberian kondom gratis. Bahasa kasarnya, “lagi pengen, dapat sarana pula, jadilah!”

So, secara kasat mata, MenKes sudah dengan sengaja merestui seks bebas, apapun alibinya, dan bahkan efek yang (hampir pasti) mengikuti adalah mereka yang kemudian ikut-ikutan melakukan seks bebas karena ada sarana (kondom).

Kondom Masuk Kampus

Hal yang lebih memprihatinkan, gerakan kondom nasional ini bahkan masuk kampus. Memang, bukan rahasia lagi, atau mungkin lebih tepat disebut sebagai “sudah menjadi rahasia umum”, jika kampus, adalah salah satu tempat dimana seks bebas banyak terjadi. Mahasiswa, dengan kondisi yang sedang semangat-semangatnya untuk mencoba hal baru, adalah “market” potensial bagi para produsen kondom. Celakanya, MenKes membantu salah satu produsen tersebut untuk berpromosi, hingga masuk kampus.

Kondom, apapun alibinya, hanya layak digunakan oleh mereka yang sudah memiliki pasangan resmi (dan sah, tentunya). Bukankah penularan HIV adalah sebuah akibat logis dari mereka yang memiliki perilaku seksual beresiko tinggi? Mengapa justru tingkah polah yang diluar batas norma kesusilaan ini dilindungi? Orang yang sudah dewasa secara seksual, seharusnya sudah cukup sadar untuk melindungi diri.

Saya, beberapa menit sebelum menulis tulisan ini, terhenyak melihat postingan salah satu teman di Jogja melalui sebuah jejaring sosial, yang memperlihatkan foto sebuah bus, didominasi warna merah, lengkap dengan tulisan “PEKAN KONDOM NASIONAL 2013” yang secara langsung memperlihatkan “legalitas dan dukungan penuh” pemerintah pada aksi ini, serta dilengkapi pula dengan sebuah gambar besar salah satu artis ibukota, dengan pose dan kostum “andalannya”, masuk ke salah satu kampus terbesar di Asia Tenggara, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Apa yang muncul di benak khalayak internasional ketika menyaksikan bus tersebut masuk ke kampus? Dimana letak kehormatan sebuah kampus, institusi pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai moral, dirobek dengan jelas oleh Pemerintah, melalui sebuah aksi yang aneh ini?

Presiden Harus Bertindak

Dari beragam tanggapan dari banyak pihak, saya belum membaca komentar Presiden SBY, baik melalui akun twitter ataupun facebook resmi miliknya. Entah karena Presiden memang menyetujui, atau jangan-jangan malah belum tahu.

Apapun alasannya, Presiden SBY harus segera membuat sebuah tindakan. Nafsiah Mboi, dengan segala kebijakannya, sudah membuat banyak efek negatif di negara ini. Komentar emosionalnya atas putusan hakim MA, yang kemudian diikuti dengan “ide” cemerlangnya membagi-bagi kondom secara nasioal, akan menjadi preseden buruk bagi pemerintahan SBY yang tinggal beberapa bulan ini.

Sepertinya, bagi Nafsiah Mboi, institusi seperti MA dan Universitas, bukan lagi institusi yang perlu dan layak dihormati. Atau, jangan-jangan ada deal tertentu antara dia dengan produsen kondom tersebut? Atau, semata-mata Nafsiah Mboi sedang mengejar target untuk menghabiskan anggaran tahun 2013? Hingga program ngawur macam ini dipaksakan berjalan?

Apapun, SBY seharusnya bertindak! Atau citra SBY sebagai Presiden akan makin terpuruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun