Sebagai masyarakat Ponorogo, tentunya sudah tidak asing lagi dengan salah satu jalan indah yang ada di sebelah timur alun-alun Ponorogo. Ya, jalan HOS Cokroaminoto, sebuah jalan yang menarik perhatian seluruh masyarakat Ponorogo khususnya, dan masyarakat luar kota yang sedang berkunjung dikarenakan penataannya memiliki kemiripan dengan Malioboro yang ada di Jogjakarta, bahkan ada yang menyebutnya sebagai Malioboro-nya Ponorogo.
Letak geografisnya terbentang dari perempatan pasar legi atau yang biasa disebut oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dengan sebutan pasar Songgolangit sampai dengan pertigaan ngepos. Dari sebelah timur jalan ini ada beberapa bangunan besar seperti SMPN 1 Ponorogo, kantor cabang BRI Ponorogo, kantor cabang BNI Ponorogo, rumah bersejarah Ndoro Tondo, dan lainnya. Dari sebelah barat terdapat beberapa bangumam besar seperti kantor pos, rutan kelas II B Ponorogo, dan lainnya.
Tatanan tempat dan suasana dijalan tersebut sangatlah indah, dibarengi dengan banyaknya penjual makanan dan warung kopi menjadikan jalan ini tidak pernah sepi pengunjung begitu pula kendaraan yang melintas. Jalan HOS Cokroaminoto sangatlah cocok dinikmati saat malam hari, hal ini karena ketika malam hari jalan akan didominasi dengan lampu berwarna kuning dan berbagai jenis warna lampu beserta bentuknya yang beranekaragam disertai suasana yang sejuk menjadi daya tarik yang kuat untuk para pengunjung.
Jika kita tengok ke belakang, sebelum adanya pembangunan yang dilakukan oleh Bapak Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko jalan ini hanyalah jalan biasa yang dulu bernama jalan Soekarno Hatta. Setelah adanya pembangunan, jalan ini berubah nama menjadi HOS Cokroaminoto yang sesuai dengan SK Bupati 188.45/2012/405.22/2019 tertanggal 5 Juli 2019 tentang Lokasi Penetapan Nama Jalan HOS Cokroaminoto. Lantas, siapakah HOS Cokroaminoto itu? Dan mengapa dinamakan demikian?
Hadji Oemar Said (HOS) Djokroaminoto lahir di Ponorogo, 16 Agustus 1883. Beliau adalah anak kedua dari 12 bersaudara dan merupakan keturunan langsung dari Kyai Ageng Hasan Besari dari Pondok Pesantren Tegalsari, Ponorogo.
Beliau (oleh Belgia) dijuluki sebagai “Raja Jawa Tanpa Mahkota”, dikarenakan beliau merupakan salah satu pelopor pergerakan Indonesia dan sebagai guru para pemimpin besar Indonesia. Pemikirannya juga sempat melahirkan ideology bangsa pada saat itu, dan rumahnya juga sempat dijadikan kos para pemimpin besar saat menimba ilmu.
Beliau adalah orang yang pertama kali menolak tunduk terhadap belanda. Dan beliau wafat pada 17 Desember 1934. Demikianlah informasi yang bias kita pelajari tentang jalan HOS Cokroaminoto, salah satu ke-khas-an dari kota Ponorogo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H