Menurut A. Hasjmy (1983: 10) bahwa manusia sangat berkaitan erat dengan adat dan budayanya.Â
Masyarakat jawa dengan ketaatannya dalam beragama dan menjunjung tinggi budaya dan adat istiadatnya, sehingga daerah jawa sangat kental dengan budaya kejawen, kebudayaan yang berbeda-beda, tetapi adat istiadat atau tradisi daerah yang dimilikinya melekat secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu.
Karena akulturasi dapat terjadi, akibat dari adanya pengaruh kebudayaan yang kuat terhadap kebudayaan lama dan terbelakang, dan antara kedua kebudayaan tersebut relatif sama.Â
Walaupun tidak tentu akulturasi berpengaruh kepada kebudayaan yang kuat terhadap kebudayaan lama, namun akan tergantung pada jenis antara kedua budaya tersebut.
Masyarakat Jawa, terutama yang menganut Kejawen, mengenal banyak sekali orang atau benda yang dianggap keramat. Sedangkan benda yang dikeramatkan adalah benda pusaka peninggalan dan makam dari para leluhur serta tokoh yang dihormati.Â
Masyarakat Jawa percaya bahwa tokoh-tokoh dan benda-benda keramat itu dapat memberi berkah. Itulah sebabnya, melakukan berbagai aktivitas untuk mendapatkan berkah dari para tokoh dan benda-benda keramat tersebut.Â
Kata selamatan sendiri memiliki perbedaan penyebutan disetiap daerah, seperti kenduri, bancaan dan masih banyak lagi.Â
Berdasarkan pengalaman saya waktu berumur 6 tahun, yang baru memahami adat istiadat dan tradisi yang ada di daerah saya, yang sangat kental dengan kejawennya. Budaya islam belum begitu diterapkan seperti sekarang, hanya generasi muda yang memasukan budaya islam ke budaya jawa.
Salah satunya adalah tradisi selamatan, saya pernah ikut kakek ketika akan selamatan dipunden, karena rasa penasaran apa yang dilakukannya. Ternyata tidak hanya kakek saya, banyak orang tua yang ikut selamatan dipunden untuk ritual dan berdoa.
Pada dasarnya, konsep selamatan dalam budaya masyarakat Jawa, akan berhubungan erat dengan pemahaman atau kepercayaan yang menjadi pandangan hidup dalam keseharian masyarakat Jawa. Ketika kepercayaan tradisi masyarakat Jawa, akan berhadapan dengan sejarah yang begitu luas terhadap keyakinan yang sudah ada sejak nenek moyang.
Saat itu adalah acara bersih desa, yang diyakini untuk membersihkan segala marabahaya selama satu tahun ke depan dengan sesuatu yang baru. Semua orang membawa tumpeng dan dimakan bersama-sama, setelah itu menyaksikan hiburan gambyongan.Â