Sektor Konstruksi merupakan salah satu sektor usaha yang masuk kedalam sektor esensial/kritikal pada masa penerapan PPKM saat ini, salah satu alasannya adalah karena sektor konstruksi khususnya pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum merupakan salah satu hal yang dirasa memiliki manfaat juga dalam penanggulangan pandemi yang terjadi saat ini khususnya adalah pembangunan beberapa rumah sakit dan fasilitas pendukung lain untuk penanganan pasien Covid-19.
Dalam pelaksanaan proyek konstruksi dilakukan pengendalian proyek konstruksi yang dikenal dengan Manajemen Proyek atau Manajemen Konstruksi fungsi umum dari penerapan sistem manajemen tersebut adalah untuk dapat mengendalikan biaya, mutu dan waktu dari suatu pembangunan proyek konstruksi. Dalam prakteknya, pelaksanaan manajemen konstruksi memiliki tantangan tersendiri, hal tersebut timbul antara lain dikarenakan banyaknya pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi yaitu antara lain, pemilik proyek, konsultan perencana, konsultan pengawas, kontraktor umum dan kontraktor spesialis. Jumlah dari pihak yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi sangat bergantung kepada jenis dan karakteristik bangunan yang akan di bangun.
Banyaknya pihak yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi dengan berbagai tugas, tanggungjawab dan kepentingan, tentunya sangat berpotensi menimbulkan konflik dalam pelaksanaannya, untuk itu dalam pelaksanaan manajemen konstruksi perlu juga memahami dan menerapkan manajemen konflik yang baik, sehingga segala isu yang timbul dalam pelaksanaan proyek konstruksi dapat dicarikan jalan keluar yang terbaik, sehingga pada akhirnya proyek konstruksi dapat diselesaikan dengan baik serta biaya, mutu dan waktu pelaksanaan dapat terjaga sesuai dengan alokasi yang telah direncanakan sebelumnya.
Salah satu konflik yang seringkali timbul dalam pelaksanaan proyek konstruksi adalah konflik atar kelompok dalam organisasi proyek yang ada, sering kali ditemukan adanya konflik antara kontraktor terkait tanggung jawab perbaikan manakala pekerjaan yang sudah dikerjakan kemudian berpotensi rusak akibat dari adanya pekerjaan orang lain, umumnya terjadi pada pekerjaan finishing dinding atau plafond yang kemudian berpotensi rusak akibat adanya pekerjaan mekanikal dan elektrikal yang tertinggal pada area tersebut atau pekerjaan tambahan atau susulan yang memang tidak direncanakan sebelumnya.
Untuk menyelesaikan konflik seperti itu, maka perlu dilakukan mekanisme manajemen konflik yang baik, untuk itu kita dapat menerapkan langkah-langkah sebagai berikut:
- Melakukan identifikasi masalah, apa yang menjadi akar masalah, apakah memang ada pekerjaan yang tertinggal ataukah ada pekerjaan tambahan pada area yang seharusnya sudah selesai tersebut.
- Mencari potensi bilamana dimungkinkan untuk mengeliminir atau setidaknya meminimalisir kerusakan yang mungkin terjadi pada area yang sudah dalam status finished.
- Melakukan konsolidasi dengan pihak-pihak yang terkait untuk menyepakati metode pelaksanaan pekerjaan yang perlu dilakukan sehingga kerusakan yang tidak perlu dapat dihindari, sekaligus menentukan porsi tanggung jawab dari masing-masing pihak dalam memperbaiki potensi kerusakan yang ada.
- Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan metode kerja yang telah disepakati dan dan setujui oleh para pihak terkait pekerjaan tersebut.
- Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan yang telah dilaksanakan, serta melakukan konsolidasi kembali terhadap hasil pekerjaan yang telah dilakukan, serta mencari mekanisme alur kerja sehingga permasalahan yang sama tidak lagi terulang di kemudian hari untuk menghindari konflik serupa.
Mekanisme manajemen konflik yang baik akan menjadi salah satu kunci suksesnya pekerjaan proyek konstruksi, sehingga permasalahan yang timbul dalam proyek konstruksi tidak menjadi berlarut-larut dan menghambat pelaksanaan proyek konstruksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H