Stigma Sosial: Individu yang direkrut melalui cara-cara tidak sah sering kali menghadapi stigma dari rekan kerja.
Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada langkah-langkah tegas yang diambil oleh organisasi. Di antaranya:
- Kebijakan Perekrutan Transparan: Organisasi harus menerapkan proses seleksi yang terbuka dan adil.
Peningkatan Pengawasan: Mekanisme pengawasan internal harus diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
-
Sanksi Tegas: Pelaku penyalahgunaan kekuasaan harus diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk memastikan bahwa proses perekrutan berjalan dengan adil,"
tulis Daniel Kahneman dalam bukunya Thinking, Fast and Slow. Hal ini tentu membantu membangun budaya organisasi yang sehat.
Edukasi tentang pentingnya integritas dalam proses perekrutan harus ditingkatkan, baik di tingkat individu maupun organisasi. Bukan karena seoarang pemimpin dengan seenaknya rekrut pekerja sesuai dengan keinginan pribadi, tapi harus sesuai klasifikasi kebutuhan. Pelamar kerja juga perlu diberdayakan untuk melaporkan jika menghadapi tekanan atau ketidakadilan dalam proses seleksi.
"Kesadaran kolektif tentang pentingnya etika dalam perekrutan dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik,"Â
tulis Joan Acker dalam Doing Comparable Worth: Gender, Class, and Pay Equity.Â
Penyalahgunaan kekuasaan dalam perekrutan merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian semua pihak. Dengan meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan kesadaran, mampu menciptakan proses perekrutan yang lebih adil dan etis. Sudah saatnya kita bersama-sama mengambil tindakan untuk menghentikan praktik yang merugikan ini. Merugikan pelamar, anggota divisi/department, bahkan organisasi tersebut.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H