Mohon tunggu...
Alfrizha Sofyanti Azzahra
Alfrizha Sofyanti Azzahra Mohon Tunggu... Lainnya - Community Development

Seorang community development yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat yang menyukai dunia literasi dan pengembangan karya kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dibuai Kekuasaan, Pemimpin Hilang Profesionalitas

18 Januari 2025   15:05 Diperbarui: 18 Januari 2025   15:32 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber:  Depositphotos/sakkmesterke)

Tangerang - Kini banyak sekali seorang pemimpin yang memanfaatkan kekuasaannya untuk merekrut pekerja. Kadang bukan pekerja yang sesuai dengan kriteria perusahaan, dan bukan pengalaman yang sesuai. Tetapi, karena adanya hal yang menguntungkan bagi Sang pemimpin itu. Entah kepentingan pribadi seperti urusan perasaan atau kepentingan semacamnya. 

Penyalahgunaan kekuasaan dalam proses perekrutan semakin menjadi sorotan. Beberapa oknum pemimpin sering kali menggunakan posisi mereka untuk merekrut orang dengan cara yang tidak etis. Fenomena ini menimbulkan berbagai persoalan, mulai dari kerugian bagi individu, orang lain, hingga menurunnya integritas organisasi tersebut.

Penyalahgunaan kekuasaan dalam perekrutan biasanya melibatkan tekanan, janji palsu, atau praktik nepotisme. Dalam beberapa kasus, pemimpin menggunakan jabatannya untuk meminta imbalan tertentu kepadanya, apapun bentuknya.  

"Penyalahgunaan kekuasaan dalam perekrutan mencerminkan ketimpangan struktural yang serius dalam organisasi,"

tulis Max Weber dalam bukunya Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology. Hal ini merusak kepercayaan terhadap institusi dan juga merugikan individu, terlebih yang sebenarnya belum tentu memenuhi kualifikasi.

Sebuah kasus yang baru-baru ini menjadi perhatian publik melibatkan seorang kepala divisi di lembaga pemerintah yang menggunakan jabatannya untuk merekrut kerabat dekatnya tanpa melalui proses seleksi yang transparan. Keputusan ini memicu protes dari karyawan lain yang merasa bahwa hal tersebut tidak adil dan melanggar prinsip meritokrasi.

Kasus serupa juga terjadi di sektor swasta, di mana seorang kepala department diduga merekrut kekasihnya yang tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan. Tentunya hal ini merugikan banyak pidak dan memicu ketimpangan bagi anggota departmentnya. 

Penyalahgunaan kekuasaan dalam perekrutan tidak hanya merugikan individu, tetapi juga organisasi. Dampak yang dapat terjadi antara lain:

  • Penurunan Kinerja Organisasi: Perekrutan yang tidak berbasis meritokrasi dapat mengakibatkan penurunan kualitas tenaga kerja.

  • Hilangnya Kepercayaan: Praktik tidak etis ini menciptakan ketidakpercayaan di antara karyawan atau anggota, bahkan masyarakat terhadap institusi terkait.

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
    Lihat Kebijakan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun