Kebaikan Tertinggi
Dalam kehidupan kita sehari-hari kita pasti selalu melakukan aktivitas atau tindakan. Aktivitas ini beragam sesuai dengan kebiasaan atau prinsip-prinsip yang telah ditanamkan sejak dini. Perbuatan yang kita lakukan memiliki dua  konsekuensi. Pertama, perbuatan baik dan kedua, perbuatan jahat atau salah.
Ada seorang filsuf besar berkat ketajaman dan daya refleksinya yang mendalam. Ia menolak bahwa tindakan manusia itu ada yang baik dan jahat. Menurutnya tidak ada manusia yang murni melakukan kejahatan. Etika Plato, ia ditunjukkan pada pencapaian kebaikan tertinggi. Menurutnya dari setiap kebaikan yang dilakukan manusia pasti ada kebaikan tertinggi yang di dalamnya ada kebahagiaan sejati. Lalu yang menjadi pertanyaannya adalah apa itu kebaikan tertinggi? Bagaimana manusia dapat mencapai kebaikan tertinggi? Apakah mungkin manusia mencapai kebahagiaan sejati dua muka bumi ini?
Dalam pembahasan kali ini saya mencoba merangkum pendapat yang disampaikan oleh para filsuf tentang kebaikan tertinggi. Kebaikan yang tertinggi dapat manusia per-oleh dengan pengembangan rasio dan moral. Inilah yang penting, bahwa manusia harus terus mengasa rasionya dan moral agar semakin peka pada setiap tindak tanduknya setiap hari. Â
 Menurut Socrates yang baik itu terdiri dari kebijaksanaan. Sedangkan menurut Plato kehidupan yang baik itu haruslah melingkupi semua pengetahuan. Jadi yang mau disoroti oleh Plato adalah kebijaksanaan itu sama dengan pengetahuan. Pengetahuan yang seperti apa? Ya pengetahuan tentang yang benar dan sejati, pengetahuan yang tepat tentang objek-objek yang abadi.
Plato juga mengakui kesenangan yang terdiri dari kepuasan batin. Asalkan kesenangan tersebut tidak kekanak-kanakan dan dinikmati dalam jumlah yang sesuai dengan porsinya. Seperti ketika orang mencampurkan air dan madu harus sesuai dengan porsinya agar dapat membuat minuman yang enak. Oleh karena itu, pertama-tama orang harus mempunyai pengetahuan agar ia dapat mencampur sesuai dengan porsinya. Begitu pula dengan kesenangan dan aktivitas intelektual harus dicampur dalam porsi yang tepat untuk membuat hidup manusia yang baik.
Dengan demikian pengetahuan, kata Plato, mengklaim dirinya dengan persahabatan yang karib dengan kesenangan yang sejati dan tidak tercampur. Pengetahuan menerima mereka yang menyertai kesehatan, pikiran yang tenang dan pelbagai bentuk kebaikan. Namun kesenangan dari "kebodohan dan kejahatan" tidak cocok mendapat tempat dari perpaduan ini.
Plato tidak setuju dengan ungkapan bahwa kita berbuat baik dengan orang yang berbuat baik kepada kita. Dan berbuat jahat kepada musuh-musuh kita. Sebab menurut Plato melakukan yang jahat tidak pernah merupakan sesuatu yang baik. hal ini senada dengan ajaran Kristiani yang selalu mengajarkan cinta kasih bukan hanya kepada sesama tetapi kepada orang-orang yang membenci kita. Sang Guru sejati mengajarkan agar umatnya mampu mengasihi musuhnya dan berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat padanya.
Lalu bagaimana manusia dapat mencapai kebaikan yang tertinggi. Manusia dapat mencapainya dengan mengetahui pengetahuan yang benar dan sejati tentang Tuhan. Plato mengatakan bahwa "Tuhan adalah ukuran dari semua hal, dalam arti yang jauh lebih tinggi dari, seperti yang mereka katakan, yang pernah diharapkan oleh siapa pun". " Dan ia yang akan dikasihani Tuhan, harus sejauh mungkin menjadi seperti Dia. Karenanya manusia yang bersahaja adalah sahabat Tuhan, karena seperti Dia.." (Frederick Copleston "Filsafat Plato")
"Tidak ada orang yang melakukan kejahatan dengan sadar dan sukarela. Jika ia memilih secara de facto jahat, ia memilih sesuatu yang dibayangkannya baik, tetapi sebenarnya merupakan kejahatan" Plato.