Mohon tunggu...
Alfred Rajendra Wijaya
Alfred Rajendra Wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Teknik Informatika 22 - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Mahasiswa Teknik Informatika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Revolusi Digital dalam Agrikultur dengan AI, IoT, dan Big Data

2 Oktober 2024   07:32 Diperbarui: 2 Oktober 2024   08:04 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pertanian Digital (Sumber : Freepik.com)

Revolusi Digital dalam Agrikultur dengan AI, IoT, dan Big Data

Perkembangan teknologi digital dalam beberapa tahun terakhir telah menghadirkan potensi besar untuk sektor agrikultur dan industri makanan. Salah satu revolusi terbesar adalah penerapan Internet of Things (IoT), big data, dan kecerdasan buatan (AI) yang memberikan dampak signifikan terhadap cara kita memproduksi, mendistribusikan, dan mengelola makanan. Artikel oleh N.N. Misra dkk dalam IEEE Internet of Things Journal tahun 2020 mengulas secara komprehensif bagaimana teknologi ini telah mentransformasi industri tersebut. IoT dan big data, yang mulai mendapatkan perhatian besar sejak tahun 2014, telah menyediakan sarana bagi petani untuk memantau kondisi ladang secara real-time menggunakan sensor yang terhubung ke internet. Teknologi ini memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat dalam hal irigasi, pemupukan, serta kontrol hama.

Misra dkk. menunjukkan bahwa pertanian presisi, yang menggabungkan teknologi ini dengan algoritma AI, mampu mengurangi penggunaan air, pestisida, dan pupuk hingga 20%. Bahkan, perusahaan besar seperti John Deere telah mengadopsi teknologi IoT sejak 2012, dan diperkirakan telah meningkatkan hasil panen petani lebih dari 10%(Misra et al., 2020). Namun, adopsi teknologi ini masih menghadapi tantangan dalam hal skalabilitas dan implementasi di negara-negara berkembang. Dengan meningkatnya populasi global yang diproyeksikan mencapai 10 miliar jiwa pada tahun 2050, tantangan ini semakin mendesak untuk diatasi(Misra et al., 2020). Big data, yang didukung oleh kemampuan komputasi awan (cloud computing), memungkinkan pengolahan data besar dari berbagai sensor di lapangan untuk menghasilkan wawasan yang dapat ditindaklanjuti.

Di sektor agrikultur, IoT dan big data telah menciptakan era baru yang dikenal sebagai pertanian presisi. Sistem ini menggabungkan data real-time dari sensor yang tersebar di ladang untuk memantau kelembaban tanah, suhu, serta kondisi tanaman. Artikel oleh Misra dkk. (2020) mencatat bahwa penggunaan teknologi ini dapat mengurangi penggunaan air dan pestisida hingga 20%, dengan hasil yang lebih baik dalam hal kualitas panen. Sebagai contoh, John Deere melaporkan peningkatan hasil panen sebesar 10% sejak mereka mengintegrasikan teknologi IoT pada tahun 2012(Misra et al., 2020).

Selain itu, big data memungkinkan petani untuk menggabungkan data dari berbagai sumber, termasuk citra drone, sensor tanah, dan bahkan data iklim. Dengan bantuan kecerdasan buatan, informasi ini diolah menjadi keputusan yang dapat diambil secara otomatis, seperti kapan harus menyiram atau memberikan pupuk. Ini sangat mengurangi biaya operasional dan meningkatkan efisiensi. Misalnya, pada tahun 2019, Bosch mengembangkan sistem IoT berbasis sensor yang mampu memantau kondisi tanah dalam waktu nyata, sehingga petani dapat membuat keputusan lebih akurat terkait irigasi.

Namun, tantangan besar masih ada, terutama di negara berkembang. Artikel ini menyoroti bahwa meskipun teknologi ini menjanjikan, penerapannya masih terbatas karena infrastruktur internet yang belum merata dan biaya teknologi yang masih tinggi. Selain itu, big data dalam agrikultur juga membawa tantangan baru terkait privasi data dan keamanan siber. Misra dkk. juga mencatat bahwa untuk mengadopsi teknologi ini secara global, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan akademisi sangat penting(Misra et al., 2020).

Kesimpulannya, meski teknologi IoT, big data, dan AI telah membuka pintu untuk kemajuan besar dalam pertanian presisi dan industri makanan, tantangan masih ada, terutama di negara-negara berkembang. Teknologi ini memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas pertanian, mengurangi limbah, dan memastikan ketahanan pangan bagi populasi global yang terus berkembang. Namun, adopsi skala global membutuhkan dukungan infrastruktur, investasi, dan kebijakan yang tepat. Kolaborasi antara sektor publik dan swasta diperlukan untuk memaksimalkan manfaat teknologi ini dan mengatasi hambatan yang ada dalam penerapannya(Misra et al., 2020).

Referensi : Misra, N. N., Dixit, Y., Al-Mallahi, A., Bhullar, M. S., Upadhyay, R., & Martynenko, A. (2020). IoT, big data and artificial intelligence in agriculture and food industry. IEEE Internet of Things Journal.  https://doi.org/10.1109/JIOT.2020.2998584

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun