Perkenalkan, nama saya Alfredo Pance Saragih. Saya sedang kuliah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar, mengambil Program Studi Pendidikan Matematika. Saat ini saya sedang menjalani semester delapan dan tengah mempersiapkan tugas akhir (skripsi)ku. Tapi, terus terang rasa jenuh dan bosan sedang menghampiri saya di penghujung kuliah ini. Apalagi dalam pengerjaan skripsi, aku tidak bisa memulihkan semangatku. Bahkan saking dilemanya, aku sempat berpikiran untuk menghentikan kuliahku. Namun, akhirnya dengan motivasi dari orangtua, teman-teman sekelas, dan rekan-rekan organisasi (PMKRI Cabang Pematangsiantar-Simalungun), akhirnya kuliah ini kujalani, terkhusus untuk pengerjaan skripsi. Mengapa sampai seperti ini?
Berbicara tentang skripsi, banyak persoalan yang dihadapi oleh para mahasiswa. Terutama tentang sinkronisasi antara masukan dan bimbingan dosen pembimbing utama dengan dosen pembimbing pembantu. Apakah itu persoalan tata penulisan, pengutipan (sumber referensi) sampai kepada kedalaman isi atau maksud tulisan. Aku punya perspektif sendiri tentang situasi pengerjaan skripsi dengan sistem bimbingan dan sistem perkuliahan yang membosankan ini. Persfektif ini kemudian menjadikan semangatku hilang ketika memulai dan mengerjakan skripsi.Â
Pernah di semester 7 lalu aku sedikit bercerita kepada dosen mengenai pendapatku tentang urgensi dan bobroknya skripsi di zaman sekarang ini.  " Pak, setahu saya sudah ratusan ribu atau bahkan jutaan mahasiswa FKIP di Indonesia yang telah membuat skripsi, apakah itu yang membahas strategi, model, metode atau aspek pendidikan apa saja yang memang didasari oleh persoalan yang riil terjadi di sekolah atau lembaga pendidikan lain. Pernah juga saya membaca skripsi senioran, ada 4 atau 5 judul. Saya tidak ingat persis. Namun, saya tidak mendapat pengertian dan maksud skripsinya. Nah, kemudian yang menjadi pertanyaan saya, dengan jutaan skripsi itu, mengapa sangat sedikit terobosan-terobosan yang dilakukan melalui hasil yang dituangkan dalam skripsi itu? Dimana letak permasahannya pak? Apakah memang kualitas skripsi itu yang masih minim? Apakah kampus tidak mengakomodir hasil skripsi itu untuk direkomendasikan ke lembaga pemerintah?. Kulihat wajah pak dosen sepertinya tidak suka mendengar pernyataan saya. Bisa saja dia lumayan marah, karena bapak dosen sudah termasuk dosen senior dan telah  banyak membimbing para mahasiswa yang sedang skripsi. Dan mungkin saja skripsi senioran yang saya baca itu juga hasil bimbingannya. Dia diam sejenak dan menanyakan nama saya.Â
Kemudian, bapak dosen itu menjawab, "Â memang ada berbagai persoalan yang menyangkut skripsi, baik itu dari proses pengerjaan, sampai ke publikasi hasil skripsi mahasiswa. Selama ini, kampus selalu berupaya melihat dan memperhatikan karya-karya mahasiswa yang dinilai baik dan layak untuk dikembangkan. Untuk pemerintah, kita akui selama ini ada kurang komunikasi dengan pihak kampus (akademisi). Kalau ingin ada terobosan baru, silahkan buat nanti skripsimu yang bagus dan bisa membuat terobosan baru, oke? Bapak akan tunggu hasil skripsimu". Â "Okelah pak, saya usahakan"Â jawabku dengan malas. Sebenarnya saya kurang puas mendengar tanggapan sang dosen. Tapi, sepertinya tidak baik berdebat terlalu lama dengan dosen tipikalnya.
Kembali persoalan proses pengerjaan skripsi. Dosen pembimbing utama dengan dosen pembimbing pembantu hampir tidak pernah sepaham dalam membimbing kami mahasiswanya. Dosen yang satu bilang, setiap paragraf harus ada kutipannya, eh dosen yang lain bilang, jangan setiap paragraf ada kamu buat kutipan, itu skripsimu apa cuman kumpulan kutipan? Mau jadi apa skripsimu ini?. Ini masih salah satu. Tidak usahlah saya tuliskan semuanya disini.Â
Namun, pada akhirnya ketidaksepahaman Dosen I dan Dosen II membuat  mahasiswa bingung, penat, lelah dan tidak jarang frustasi. Penulis pun sering kesulitan dalam memformulasikan pendapat atau dosen pembimbing I dan II untuk saya ambil garis benang merahnya.Â
Dari dilematisnya yang kuhadapi, terkadang muncul pemikiran yang spekulatif saya. Jangan-jangan para dosen yang bersangkutan itu juga belum atau kurang memahami apa itu skripsi, bagaimana kaidah, azas dan peruntukannya. Ingin sekali saya menantang mereka untuk membuat skripsi. Pada intinya, saya meragukan kemampuan para dosen dalam membuat skripsi, apalagi untuk membimbing mahasiswa untuk mengerjakan skripsi. Coba kita bayangkan seseorang yang tidak mengerti atau ahli di suatu bidang, tetapi ia membimbing orang lain di bidang itu. Tentu kualitasnya akan pas-pasan.Â
Anehnya, jangankan untuk melakukan pembimbingan skripsi mahasiswa, untuk menciptakan model atau metode perkuliahan yang menarik saja mereka masih diragukan.
Apa yang saya paparkan diatas bukanlah atas kebencian saya terhadap kampus atau kepada dosen-dosennya. Tetapi semua itu atas kecintaan saya. Kecintaan saya atas pendidikan, kecintaan saya terhadap belajar, kecintaan saya akan kemajuan pendidikan dan kecintaan saya pada dosen yang tetap mau belajar untuk memberikan yang terbaik kepada mahasiswanya. Saya mencintai semuanya, tetapi saya berhak untuk memberi kritik dan saran demi perbaikan bersama.Â
NB: saya mohon maaf apabila ada pernyataan yang keliru atau salah dalam tulisan saya. Saya menerima kritik dan masukannya.Â
Pematangsiantar, 12 Juni 2016