Dalam Pembukaan Undang-undang Dasar tahun 1945 (UUD 1945), termuat dengan jelas bahwa tujuan dibentuknya Pemerintahan Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pada prinsipnya, pemerintah melakukan tugasnya secara menyeluruh dan penuh keadilan. Namun, dalam kenyataan hidup berbangsa dan bernegara, sering tidak tercapai pemerataan dalam pembangunan. Salah satunya adalah dalam pembangunan infrastruktur. Ada istilah umum kita dengar yaitu" jawa-sentris", yang artinya pembangunan infrastruktur selama ini terfokus di Jawa.
Kecuali Jawa, pembangunan infrastruktur di sebagian besar Nusantara masih sangat minim, mulai dari Sumatera sampai ke Papua. Kesenjangan pembangunan infrastruktur ini akan merembes terhadap kesenjangan lainnya, terutama kesenjangan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dalam hal ini, Presiden Jokowi (Suara.com) juga mengakui bahwa ada kesenjangan ekonomi yang luar biasa antar wilayah. Apabila kita ingin memaparkan secara rinci persoalan infrastruktur mulai dari pulau terbesar sampai ke pulau-pulau kecil dan dari pusat perkotaan sampai daerah perbatasan mungkin tidak cukup untuk dituliskan dalam sebuah artikel sederhana ini. Namun, penulis akan mencoba untuk memberi gambaran umum minimnya pembangunan infrastruktur mewakili tiap-tiap daerah. Berikut di bawah ini gambarannya.
Sumatera
Kondisi infrastruktur jalan nasional di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menjadi yang terburuk jika dibandingkan jalan nasional di daerah lain di Pulau Sumatera. Masyarakat dari daerah lain selalu membanding-bandingkannya dengan kondisi jalan nasional di kota lain seperti Sumatera Barat. Ada pernyataan yang sering saya dengar "Apabila sudah masuk wilayah Sumut, maka jalannya sudah rusak seperti di perbatasan Aceh memasuki Sumut". Penulis, selaku penduduk yang berada di Sumatera Utara merasa prihatin atas persoalan ini, mengingat Sumut yang sangat kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) nya, mulai dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan, sampai ke berbagai jenis industri.
Kalimantan
Salah satu contoh di daerah Sintang, infrastruktur buruk masih menjadi persoalan serius, seperti kondisi ruas jalan Simba, saat hujan jalan jadi becek. Dan di berbagai daerah lain juga masih kelihatan bahwa pembangunan infrastruktur masih menjadi persoalan serius di Kalimantan.
Sulawesi
Tegas Nole, Pemimpin Redaksi MediaOrbitNews.Com mengatakan bahwa Mamasa adalah salah satunya dari sekian banyak kabupaten yang ada di Sulawesi Barat masih mencerminkan potret masyarakat yang sangat memprihatinkan. Terutama masalah pendidikan dan kemiskinan. Pemberitaan tentang informasi pendidikan dan kemiskinan tak pernah terdengar sedikitpun. Sehingga hingga dengan hari ini infrastruktur dan pendidikan tidak ada perubahan sedikitpun.
Papua
Seperti yang kita ketahui, bahwa di Indonesia paling timur (Papua) harga-harga kebutuhan pokok masyarakat sulit oleh masyarakat. Penyebab utama hal ini adalah tingginya biaya distribusi, karena masih minimnya infrstruktur transportasi, baik itu jalur darat, laut dan udara.
Selain daerah-daerah yang saya tuliskan diatas, ada ribuan bahkan puluh ribuan daerah yang mengalami persoalan yang tidak jauh perbedaannya. Namun, seperti yang saya sampaikan diatas bahwa untuk menuliskan secara rinci permasalahan infrastruktur yang dialami daerah masing-masing tersebut tidak mungkin kita lakukan. Pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa pembangunan yang tidak meratadan tidak berkeadilan dapat mengakibatkan disintegritas bangsa Indonesia. Kemudian, saya yakin kita semua sepakat untuk menjaga keutuhan bangsa ini.
Pemerintahan Jokowi-JK, melalui visi-misi, terutama dalam Sembilan Agenda Prioritas (Nawacita) menunjukkan cita-cita yang besar untuk pembangunan bangsa ini. Kebijakan pembangunan “Indonesia Sentris” dari Presiden Jokowi dalam platform kebudayaan adalah sebuah upaya membangun koneksitas diantara seluruh bangsa Indonesia. Keterhubungan atau koneksitas itu sangat penting dan mendasar terkait keutuhan identitas bangsa Indonesia. Ini merupakan konsep ke-indonesia-an yang selama ini masih ter-fragmentasi karena berbagai kendala, baik itu kendala politik, budaya, ekonomi maupun infrastruktur.
Penulis optimis bahwa Presiden Jokowi sangat memahami hal-hal yang mendasari gagasannya tentang “Indonesia Sentris” dan itu tercermin dengan jelas dalam butir-butir Nawacita. Pada saat yang sama, dibutuhkan langkah-langkah awal yang kongkrit untuk membangun koneksitas atau keterhubungan di antara seluruh wilayah Indonesia. Apa yang dilakukan Presiden Jokowi sekarang adalah membuka ruang-ruang bagi terjadinya perubahan. Dan sekarang pilihannya adalah menciptakan ruang fisik bagi terjalinnya keterhubungan itu. Pembangungan yang selama ini terfokus dan terkonsentrasi di Pulau Jawa kini memasuki ruang perubahan menuju apa yang digaungkan sebagai Indonesia Sentris.
Jadi pembangunan infrastruktur harus dilihat dalam konteks yang lebih utuh, yaitu upaya menyatukan dan memperkuat identitas bangsa sebagai satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air. Inilah perspektif sebagai sebuah strategi kebudayaan. Sebuah upaya membangun kembali kebangkitan nasional Indonesia dalam era kekinian. Bukan semata-mata sebuah upaya mengubah orientasi pembangunan belaka. Indonesia Sentris adalah konsep yang mencakup gagasan kebangkitan nasional dan persatuan Indonesia untuk bersama-sama mensejahterakan bangsa.
Dalam konteks pembangunan infrastruktur yang dititikberatkan dari daerah pinggiran dan daerah terluar Indonesia, kebijakan pemerintah memang merupakan koreksi terhadap kebijakan pembangunan yang selama periode sebelum era Presiden Jokowi terkonsentrasi di Pulau Jawa dan daerah di luar Jawa kurang mendapat perhatian. Daerah luar Jawa seolah didiskriminasi pada masa lalu, maka kini adalah saatnya daerah luar Jawa menjadi prioritas. Pemerintah berusaha meningkatkan produktivitas, daya saing dan kesejahteraan masyarakat di luar Jawa melalui berbagai program pembangunan. Dan itu bukan berarti kebijakan yang diskriminatif melainkan objektif dan proporsional. Karena itu masyarakat bisa melihat secara lebih objektif dan proporsional. Namun secara kultural memang masih ada salah kaprah, mispersepsi dan misleading dalam hubungan antara pemerintah dan warga masyarakat sebagai akibat dari konstruksi masa lalu.
Di tangan Presiden Jokowi, semua hal-hal rumit dari warisan masa lalu berhasil diurai dan diterjemahkan secara tepat lalu dijawab melalui berbagai kebijakan dan program kontekstual. Inilah modal dasar untuk memaknai kembali kebangkitan nasional di era baru Indonesia. Konsep “Indonesia Sentris” sangat erat kaitannya dengan makna kebangkitan nasional yang harus terus menjadi semangat dalam berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Semua itu menuju Indonesia Trisakti.
Pematangsiantar, 9 Juni 2016
Alfredo Pance Saragih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H