Biografi Tanpa Bab: Para Staf Terlalu Sibuk Menulis Judul
Di Istana Ambanilanitra, para stafsus presiden berkumpul untuk membahas proyek besar: biografi presiden. Namun, alih-alih menulis isi buku, mereka malah terjebak dalam debat tak berkesudahan soal judul.
"Judulnya harus penuh semangat dan inspirasi," kata seorang staf dengan nada serius. "Bagaimana kalau Pemimpin Hebat untuk Masa Depan Cemerlang?"
Staf lain langsung menimpali, "Itu terlalu panjang! Bagaimana kalau Sang Penyelamat Negeri? Pendek, jelas, penuh makna."
Seorang staf di sudut ruangan mengangkat tangan. "Bukankah kita harus menonjolkan kerja tim juga? Bagaimana kalau Aku dan Tim Hebatku?"
Seketika, ruangan menjadi arena debat panas. Ada yang menyarankan judul bernuansa puisi, seperti Jejak Kaki di Tanah Air. Ada pula yang lebih pragmatis dengan usulan seperti 100 Hari Menuju Sukses. Sementara itu, seorang staf dengan ambisi besar malah ingin namanya masuk ke dalam judul. "Kenapa tidak Presiden dan Para Pembantunya yang Hebat? Ini mencerminkan kolaborasi!"
Di ujung meja, sang presiden hanya menghela napas panjang. Ia sudah bosan mendengar argumen-argumen tanpa ujung ini. Setelah tiga jam, ia mengetuk meja untuk menghentikan debat.
"Teman-teman, mari kita fokus," katanya. "Apa yang sudah kalian tulis untuk isi bukunya?"
Ruangan mendadak hening. Para staf saling pandang, mencoba mencari jawaban. Akhirnya, seorang staf dengan ragu menjawab, "Kami masih fokus di judul, Pak. Kalau judulnya belum sempurna, rasanya kurang pas untuk mulai menulis isi."
Presiden menatap mereka dengan wajah datar. "Jadi, kalian sudah tiga bulan bekerja, dan belum ada satu bab pun yang selesai?"
Salah satu staf mencoba mencairkan suasana. "Tapi, Pak, judul itu sangat penting. Ini menentukan bagaimana publik akan mengingat Anda!"