Selamat Jalan, Ibu Tilde: Pelita Pendidikan di Tanah Nagekeo
Ada tokoh yang hadir di kehidupan kita bagaikan cahaya lilin, menerangi jalan tanpa meminta penghargaan atau pujian. Salah satu tokoh itu adalah Ibu Tilde Wea, seorang pendidik yang tanpa lelah mencurahkan dedikasinya untuk pendidikan di Nagekeo, khususnya di SDK Deru, Nunukae, Leguderu (di bawah kaki Gunung Ebulobo). Kepergian beliau meninggalkan duka mendalam, tetapi juga warisan yang akan terus dikenang oleh banyak generasi.
Pintu Pendidikan yang Terbuka
Tahun ajaran 1979/1908 saya pernah ditolak karena tinggi badan yang tidak mencukupi. "Anaknya Clemens, maju dan coba pegang telinga kiri dengan tangan kanan," kata ibu Tilde sambil memperagakan tangannya sendiri.
Namun tahun ajaran 1980/1981 menjadi salah satu babak penting bagi saya yang hampir kehilangan kesempatan kedua untuk belajar di SDK Deru. Namun, melalui peran penting Bapak dan pertemuan beliau dengan Ibu Tilde, pintu sekolah akhirnya terbuka. Momen kecil ini mungkin tampak sepele, tetapi bagi saya, itu adalah awal dari perjalanan yang membawa banyak pelajaran hidup. Meski saya kemudian hanya bisa sekolah selama 1 tahun. Karena tahun 1982 saat naik kelas dua, saya pindah mengikuti Bapak yang sudah lebih dulu ke Malapedho, Inerie sebagai guru di SMPK Pancakarsa.
Ibu Tilde adalah sosok pendidik yang tegas tetapi penuh perhatian. Meski saya hanya mengenal beliau sebentar dan lebih sering "sekolah di kebun" kopi bersama teman-teman (tulisan tentang kisah kebun kopi rencananya akan saya masukan dalam buku kenangan), peran beliau dalam membentuk SDK Deru menjadi lembaga pendidikan yang kokoh sangatlah nyata. Beliau tidak hanya mengajar, tetapi juga menjadi pilar yang menopang nilai-nilai pendidikan di tengah keterbatasan fasilitas dan tantangan zaman.
Kontribusi Tanpa Pamrih
SDK Deru bukan hanya sebuah sekolah, tetapi simbol perjuangan pendidikan di pelosok Nagekeo persis di bawah kaki Gunung Ebulobo. Ibu Tilde adalah salah satu arsitek utama yang membangun simbol itu. Dalam keheningan sebagai guru bahkan pernah menjadi kepala sekolah (kalau tidak salah) , beliau menjalankan tugas dengan penuh ketulusan. Tidak banyak yang tahu seberapa besar jerih payah dan pengorbanannya, tetapi hasil kerja beliau terasa nyata hingga hari ini.
Ketika tim penulisan buku 100 Tahun SDK Deru berencana mewawancarai beliau, kami berharap dapat mendengar kisah perjuangannya langsung dari sumbernya. Namun, Tuhan berkehendak lain. Sebelum rencana itu terwujud, beliau telah pergi. Kepergian ini tidak mengurangi makna dedikasinya, malah semakin mempertegas betapa rendah hati beliau: sosok yang memilih untuk bekerja dalam sunyi, tanpa mengejar nama besar.
Warisan yang Tak Akan Pudar
Kepergian Ibu Tilde meninggalkan luka, tetapi juga pelajaran berharga bagi kita semua. Beliau adalah simbol dari dedikasi dan cinta terhadap pendidikan. Dalam ingatan banyak murid, guru, dan masyarakat, beliau akan selalu dikenang sebagai ibu yang membangun fondasi pendidikan di SDK Deru. Berkat beliau, ribuan anak mendapatkan kesempatan untuk bermimpi dan mewujudkan masa depan yang lebih baik. Semoga pada peringatan 100 tahun SDK Deru, namamu kembali disebut sebagai salah satu fundasi yang tidak boleh dilupakan. Terima kasih untuk segala dedikasimu untuk SDK Deru dan Nagekeo.
Hari ini, kami melepas beliau dengan doa dan rasa syukur. Selamat jalan, Ibu Tilde. Cahaya yang telah engkau nyalakan di tanah Nagekeo akan terus menyala dalam hati kami. Beristirahatlah dalam damai di surga, tempat bagi mereka yang telah menjalani hidup dengan cinta dan pengabdian sejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H