Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

[HumorSubuh]: Nelayan, Pagar Bambu dan Pukat Berisi Koin

16 Januari 2025   04:25 Diperbarui: 16 Januari 2025   04:25 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi nelayan dan laut yang dipagar, foto olahan GemAIBot, dokpri)

Nelayan, Pagar Bambu, dan Pukat Berisi Koin: Investasi atau Kutukan?


Siapa sangka, mimpi buruk seorang nelayan bukanlah badai atau jaring kosong, tapi pagar bambu yang tiba-tiba berdiri megah di laut seolah pantai berubah jadi komplek perumahan elit. Apalagi kalau pukat kecilnya malah menangkap uang receh, bukan ikan.

Pak Fufu, nelayan senior dari Desa Pantai Rindu, sudah biasa menghadapi laut yang berubah-ubah mood-nya. Tapi hari itu, laut punya kejutan lain. Ketika ia menarik pukat kecilnya yang penuh harapan, bukannya ikan segar yang tersangkut, melainkan... pagar bambu!

"Lho kok ada pagar di laut?" gumam Pak Fufu dengan dahi berkerut. Tak berhenti sampai di situ, saat pukatnya akhirnya terlepas, isi jaring membuat matanya membelalak: bukan ikan, tapi koin receh Rp500-an bersinar keemasan seperti harta karun bajak laut.

"Waduh, laut sekarang ikut investasi ya?" celetuk Mas Para, nelayan lain yang kebetulan lewat dengan perahu motornya.

Pak Fufu mencoba bercanda, "Ini mah bukan rejeki, tapi recehan bekas tukang parkir tenggelam!" Mereka berdua tertawa getir, mencoba meredam ironi bahwa ikan makin langka sementara pagar dan recehan makin subur.

Tak lama kemudian, seorang petugas berseragam biru muda datang dengan suara megafon, "Harap tidak memancing di sini! Laut ini sudah disewakan sebagai tambak lele dumbo eksklusif."

Pak Fufu hanya bisa geleng-geleng kepala sambil berkata lirih, "Laut yang dulu milik Tuhan, sekarang punya yang pegang sertifikat."

Mas Para menimpali, "Paling nggak, kita jadi nelayan pertama yang bawa pulang koin receh dari laut."

Pak Fufu mengangkat jaringnya tinggi-tinggi, "Kalau begini caranya, nelayan bakal buka warung kopi yang airnya dijerang di atas bekas-bekas bambu yang malu karena ketahuan, bukan lagi tangkap ikan yang tidak pernah dimiliki siapapun meski seseorang itu tidur di atas uang, hasil tukar guling."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun