Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Horor

[Horor Minggu Dini Hari): Khong Kali Kong

29 Desember 2024   00:00 Diperbarui: 29 Desember 2024   00:07 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Ketiganya menyalakan kemenyan. Asap tipis mulai menguap, membentuk bayangan-bayangan yang meliuk-liuk seperti ular. 

Mereka melafalkan mantra-mantra yang telah diajarkan oleh seorang dukun tua, berharap dapat memohon kekayaan dan kekuasaan lebih dari yang mereka miliki.

Namun, di tengah ritual itu, suara berat dan berwibawa menggema dari kejauhan. "Kali ini kamu boleh saja mengakali apa yang sudah Aku berikan. Jika sikap rakusmu tidak segera berubah, Aku akan mengambil semua yang ada padamu, seluruh yang ada dalam rumahmu, karena kamu sudah terlalu banyak menghisap darah orang-orang bodoh yang mengikuti."

Ketiganya membeku. Si ayah, yang paling tua, segera bersujud sambil meratap, "Maaf Guru, kali ini saja. Biarkan anak saya bisa meraih kursi yang kutinggalkan, yang kupersiapkan untuk cucu kesayanganku. Beri kami waktu sekali lagi."

Namun suara itu tidak menjawab. Sebaliknya, hutan menjadi sunyi senyap. Tidak ada suara jangkrik, tidak ada angin yang berhembus. Ketiganya saling pandang, keringat dingin mengucur dari dahi mereka. 

Mereka merasa telah memperoleh persetujuan, atau setidaknya tidak ditolak secara langsung.

Mereka meninggalkan tempat itu dengan perasaan lega, meyakini bahwa permohonan mereka akan dikabulkan. Kembali ke kota, semuanya tampak berjalan sesuai rencana.

Sang anak mendapat jabatan tinggi yang selama ini diincar. Sang paman semakin berkuasa, menggunakan pengaruhnya untuk mengendalikan orang-orang yang berada di bawahnya. Si ayah menikmati pujian dan kemewahan, hidup dalam ilusi kejayaan yang tiada tara.

Namun, semuanya berubah dalam waktu singkat.

***

Di malam-malam berikutnya, suara dari Gunung Lawu kembali menghantui mereka. Kali ini tidak hanya terdengar di pinggiran hutan, tetapi mengikuti mereka ke mana pun mereka pergi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun