Kegirangan di dalam Rahim: Refleksi Hari Ibu Melalui Kisah Ruth dan Elisabeth
Setiap tanggal 22 Desember, kita merayakan Hari Ibu, menghormati pengorbanan dan cinta yang diberikan oleh para perempuan yang menyandang gelar ibu. Dalam konteks sejarah Alkitab, kisah Ruth dan Naomi, serta Maria yang bertemu dengan Elisabeth, memberikan dimensi baru tentang arti keibuan, kegembiraan, dan dukungan antar perempuan.
Melalui tulisan singkat ini, kita akan menyelami makna mendalam dari pertemuan ini dan relevansinya bagi perjalanan para ibu di zaman modern.
Pertemuan yang Penuh Makna: Ruth dan Naomi
Kisah Ruth dan Naomi menggambarkan ikatan yang kuat antara dua perempuan yang saling mendukung dalam masa sulit. Naomi, yang kehilangan suami dan kedua anaknya, menemukan kekuatan dalam diri Ruth, menantunya yang setia.
Ketika Ruth berkata, "Ke mana engkau pergi, aku akan pergi; di mana engkau bermalam, aku akan bermalam," kita melihat betapa relasi perempuan bisa menjadi sumber harapan dan kekuatan.
Dalam konteks modern, banyak ibu yang menghadapi tantangan serupa: kehilangan, kesepian, atau ketidakpastian. Namun, seperti Naomi yang tidak sendirian karena ada Ruth, kita juga diajarkan pentingnya memiliki dukungan dari komunitas dan keluarga.
Di zaman ini, ketika peran ibu semakin kompleks, dukungan antar ibu menjadi lebih dari sekadar hubungan biologis; itu adalah jalinan empati dan saling pengertian.
Kegirangan dalam Rahim: Pertemuan Maria dan Elisabeth
Momen pertemuan antara Maria dan Elisabeth, sebagaimana tercatat dalam Injil Lukas (Luk 1:39-45), adalah gambaran nyata kegembiraan akan kehidupan baru dan solidaritas yang terjalin di antara para ibu. Gereja mengajarkan bahwa setiap kehidupan adalah hadiah dari Allah dan harus dihargai serta dirayakan. Hal ini tercermin dalam ensiklik Evangelium Vitae (1995) oleh Paus Yohanes Paulus II, di mana beliau menulis:
"Setiap anak yang lahir membawa sukacita dan harapan bagi orang tua dan dunia. Kehadiran mereka mengingatkan kita pada kasih Allah yang terus menciptakan kehidupan baru." (EV, 83)
Ensiklik ini menegaskan bahwa kehamilan adalah tanda nyata dari rencana Allah untuk umat manusia, dan setiap ibu memiliki tanggung jawab untuk memelihara kehidupan ini sebagai bagian dari panggilan mereka yang mulia.
Selain itu, dalam Gaudium et Spes (1965), Konsili Vatikan II menyatakan bahwa keluarga adalah "gereja domestik," tempat di mana kehidupan dan iman dipupuk. Dokumen ini menegaskan bahwa hubungan antara ibu dan anak adalah awal dari pendidikan iman yang tak ternilai, sebagaimana tertulis:
"Anak-anak harus dianggap sebagai hadiah yang paling berharga bagi pasangan suami istri dan diterima dengan syukur, cinta, dan sukacita." (GS, 50)