Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Horor

Hantu Serangan Fajar

27 November 2024   17:23 Diperbarui: 27 November 2024   17:54 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi penyesalan karena salah pilih akibat serangan fajar, olahan GemAIBot, dokpri)

Hantu Serangan Fajar

Lima tahun berlalu sejak serangan fajar yang seharusnya menjadi harapan bagi warga desa, tapi tidak ada yang bisa membayangkan efek jangka panjangnya. Petani-petani yang dulu bersemangat kini terjebak dalam jeratan keputusan yang ditentukan oleh seorang penguasa otoriter yang berdiri di balik amplop tebal. Ketika malam tiba, suara gemerisik di antara pepohonan terasa lebih mencekam. Pak Lekosala, yang pernah jadi simbol perjuangan kaum tani, kini menjadi bayang-bayang dari sosok yang berbeda.

Pak Lekosala duduk di kursi kayu tua di teras rumahnya, di antara gunungan tanaman cabai yang tak lagi subur. Dia melihat sekeliling. Desa itu dulu ramai, kini sunyi. Tak ada suara tawa anak-anak bermain, hanya deru angin malam yang menghempaskan dahan-dahan pohon seperti suara bisikan hantu-hantu yang terperangkap dalam kesedihan.

"Dulu, kita berharap," katanya pada Bu Lekosala yang berdiri di sampingnya, "sekarang, harapan itu berbalik menjadi ketakutan."

Bu Lekosala menatap suaminya dengan mata berkilau. "Pak, ini semua karena mereka," ujarnya sambil menunjuk ke arah gedung megah yang dibangun di pusat desa. Gedung itu menjadi simbol kekuasaan yang menindas. "Siapa suruh kita tergoda dengan sembako dan amplop itu? Mereka menjanjikan kesejahteraan, tapi yang kita dapatkan hanya ketidakpastian."

Pangkat yang menjadi kekuatan sang pemimpin, yang dikenal hanya dengan nama "Si Fajar," semakin meluas. Dalam penampilannya yang tampan dan pesona karismatik yang menipu, dia berhasil menjerat warga desa, membuat mereka menjadi alat untuk mewujudkan ambisi pribadinya. Setiap kali ada perlawanan, dia dengan tegas menjawab, "Siapa suruh kamu memilih kami? Hanya karena tergiur oleh sembako dan amplop yang isinya cuma sedikit?"

Tak lama kemudian, isu-isu mengenai penolakan terhadap kebijakan tak pernah tertera dalam berita. Warga desa yang berani bersuara segera terjerat  hukum dan terjebak dalam penjara gelap. Mereka yang terlibat dalam perlawanan mulai menghilang satu per satu. Suasana desa menjadi semakin mencekam, seperti malam yang panjang tanpa ujung.

Malam itu, Pak Lekosala terbangun dari tidurnya dengan terengah-engah. Dalam tidurnya, dia melihat wajah-wajah yang dikenal, termasuk para petani yang hilang. Mereka terjebak dalam suatu ruang gelap, berteriak minta tolong, tetapi suara mereka teredam oleh angin malam. Hantu-hantu itu kini menjadi pengingat akan masa lalu yang suram dan pengkhianatan yang dilakukan oleh Fajar.

"Bu, mereka menginginkan keadilan," ucap Pak Lekosala, menggenggam tangan istrinya dengan erat. "Kita tidak bisa membiarkannya seperti ini."

Bu Lekosala mengangguk, "Tapi apa yang bisa kita lakukan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun