Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Hari Tenang yang Tidak Tenang

26 November 2024   07:27 Diperbarui: 26 November 2024   07:30 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HARI TENANG YANG TIDAK TENANG

Di tengah masa tenang menjelang Pilkada 2024, ketenangan yang ditunggu ternyata hanya sebatas slogan. Sejumlah amplop bertebaran di rumah-rumah, membawa harapan dan janji dalam bentuk uang receh. Sementara itu, para tim sukses telah mempersiapkan strategi jitu untuk mengeksploitasi momen ini. Simak percakapan lucu dan kritis mereka yang melawan arus moralitas demi meraup 'pundi-pundi' di hari sakral ini.

Di "Warung Kopi Kaki Tiga" para tim sukses sudah berkumpul. Mereka sedang merundingkan strategi untuk meningkatkan suara kandidat masing-masing dengan cara yang tidak biasa. Suasana tampak riuh.

Busa: (meluruskan topi dengan logo paslon 1) "Oke, guys! Jadi, bagaimana caranya kita bisa menguasai H-1 ini? Amplop harus beredar seperti berita hoaks!"

Ngaza: (menyeruput kopi) "Simple! Kita pake cara klasik, bagi-bagi amplop! Semakin banyak kita bagi, semakin banyak suara diterima. Kan ada pepatah, 'Siapa cepat, dia yang dapat'."

Beongata: (bersemangat) "Tapi, jangan lupa, isi amplopnya harus bervariasi. Jangan sampai ada yang merasa dirugikan! 20 ribu, 50 ribu, ya jangan lebih dari itu lah, budget kita minim!"

Busa: (membuat catatan) "Iya, iya. Ini kan kerja pintar, bukan kerja bodoh. Lagipula, ini cuma satu hari. Kalo suara kita naik, kita siap gelar syukuran, kan?"

Ngaza: "Eh, jangan sampai ada yang ketahuan ya. Kita kan netral, membantu semua paslon! Kayak superhero, tapi bukan Caped Crusader, melainkan..."

Beongata: (menyela dengan serius) "Super Amplop! Semua orang butuh, tapi pada saatnya, semua bisa saja rewel!"

Mereka semua tertawa.

Busa: "Tapi seriously, guys. Kita harus ingat, suara rakyat tidak seharga amplop. Ini bukan balapan kuda. Rakyat butuh perubahan, bukan hanya isi amplop yang tipis!"

Ngaza: "Nah, itu dia! Jadi pesan kita, amplop ke amplop, tapi janjinya harus diinget. Harus ada follow up setelah suara kita dapat!"

Beongata: "Setuju! Kita bisa janjikan pembenahan jalan berlubang, trotoar yang lebih lebar, dan tentu saja... WiFi gratis!"

(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Mereka semua kembali tertawa, meski ada kesadaran yang menghangat di dalam hati mereka. Betapa pentingnya perubahan sesungguhnya dan bukan sekadar amplop, kaos yang dilempar-lempar atau bansos hanya berisi 2 bungkus beras dan lima kopi sachetan dengan merk paslon. 

Dalam gelak tawa mereka, tersimpan harapan bahwa pemilu kali ini bisa melahirkan pemimpin yang benar-benar peduli akan rakyat, bukan sekadar mengandalkan amplop untuk membeli suara.

Dan dengan itu, hari tenang yang tidak tenang pun berlanjut, dengan harapan esok akan membawa suara rakyat yang berharga bagi masa depan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun