Ngaza: "Nah, itu dia! Jadi pesan kita, amplop ke amplop, tapi janjinya harus diinget. Harus ada follow up setelah suara kita dapat!"
Beongata: "Setuju! Kita bisa janjikan pembenahan jalan berlubang, trotoar yang lebih lebar, dan tentu saja... WiFi gratis!"
Mereka semua kembali tertawa, meski ada kesadaran yang menghangat di dalam hati mereka. Betapa pentingnya perubahan sesungguhnya dan bukan sekadar amplop, kaos yang dilempar-lempar atau bansos hanya berisi 2 bungkus beras dan lima kopi sachetan dengan merk paslon.Â
Dalam gelak tawa mereka, tersimpan harapan bahwa pemilu kali ini bisa melahirkan pemimpin yang benar-benar peduli akan rakyat, bukan sekadar mengandalkan amplop untuk membeli suara.
Dan dengan itu, hari tenang yang tidak tenang pun berlanjut, dengan harapan esok akan membawa suara rakyat yang berharga bagi masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H